~Sudah lama doaku sematkan. Tanpa berharap lebih Allah mempertemukan kita melintasi jalan yang tak terduga~
♤♤♤
R sangat menyayangi Lily seperti anaknya sendiri. Sampai-sampai ia belanja untuk sarapan hari ini. Permasalahannya, ia belum lihai memasak. Demi kesembuhan Lily, ia melihat tutorial memasak di Youtube. Ia berupaya memasak makanan yang paling enak. Dengan menenteng belanjaan, R masuk rumah. Mengucapkan salam tak ada jawaban. Ia berniat melihat keadaan Lily, rupanya masih tertidur. Ini menjadi kesempatan R memasak dengan sepenuh hati. Berlandaskan kepercayaan diri. Terbentuklah keberhasilan yang hakiki.
R pun menyiapkan penggorengan di atas kompor. Menuangkan minyak. Menu yang ia racik pagi ini adalah Sup Kimlo Bakso. Ada yang tahu? Sup Kimlo Bakso adalah makanan khas Tiong Hoa China. Jadi, R tidak sembarangan memasak. Ia berharap makanannya menggugah selera Lily.
Pertama yang R lakukan adalah menumis bawang putih, bombay, dan jahe hingga harum. Sambil menunggu, R mengaduk rata tumbuhan pala bubuk dan lada bubuk kemudian ia menambahkan air kaldu sesuai selera dan biarkan sampai mendidih. Ia pun tak lupa juga menambahkan wortel dan membiarkannya hingga setengah matang lalu menambahkan bakso, ayam suwir, kacang kapri, jamur kuping, kaldu bubuk, garam. Semua itu dijadikan satu hingga matang. Beberapa saat sebelum api dimatikan, ia menambahkan daun bawang disusul dengan toping bawang goreng dan seledri.
Makanan sup kimlo bakso siap dihidangkan di ruang makan untuk para staf dan dokter yang telah merawat Lily. Untuk piring cantik yang berwarna pink, spesial buat Lily. Maka, R membawanya ke kamar. Ia masih tertidur pulas. Tapi jika tidak dibangunkan, nasib perutnya yang menjadi taruhannya. Pelan-pelan, R membangunkannya. Lily membuka matanya.
"Ayo makan Lolipop." Tutur R. Lily terbangun dan dengan cekatan, R membantunya menyandarkan punggungnya ke dinding. Bantal sebagai penyangganya.
"Ini, Omelet buatkan sup kimlo bakso khas China Ala Chef Omelet." Lily bertepuk tangan bahagia.
"Makan yuk."
Tanpa diperintah, Lily membuka lebar mulutnya. R siap menyuapinya.
"Enak?"
Lily mengangguk senang. Sesekali R memerhatikan dahinya yang kian hari mudah turun.
"Makan yang banyak ya biar bisa ketemu sama Bakpao."
Lily mengangguk.
Hari-hari R begitu telaten merawat Lily. Memberinya makan tiga kali sehari, tak lupa mengingatkannya minum obat hingga seminggu ke depan, Lily sudah mampu berjalan. Bermain ayunan di taman belakang rumah. Taman itu mengingatkannya saat di panti asuhan. Ia menangis. Rindunya terhadap orang tua angkat, Ibu panti, teman panti, apalagi pengasuh yang sangat ia dekati, Imaz telah merajalela di hati. R yang baru pulan kerja prihatin melihat Lily menangis. Ia pun menghampirinya. Berlutut dihadapannya.
"Lolipop kenapa menangis?"
Lily berderai air mata. Hati bergejolak menyayat sebuah kerinduan.
"Rindu sama orang yang lolipop sayang ya?"
Lily menangis terisak. Sesekali mengusap air matanya tak tahan.
"Kalau begitu besok Omelet bawa ke kantor polisi ya? Nanti pasti langsung ketemu sama Mama Papa lolipop?"
Lily mengangguk menunjukkan senyumannya.
"Nah, gitu dong lolipopnya omelet senyum..." R mencubit hidung Lily dengan gemas. Setelah Lily sudah merasa tenang, R mengajaknya ke kamar untuk segera tidur dan menyambut hari esok.
***
Tim penyidik yang melakukan penyelidikan kasus hilangnya Lily masih berlanjut. Mereka menggerakkan anggotanya ke tempat awal mula Lily menghilang. Ya. Bersama orang tua, mereka terus berkomat-kamit mendoakan agar Lily segera ditemukan.Tim penyidik mendatangi petugas stasiun kereta untuk dimintai keterangan.
"Selamat sore..." Komandan Tim penyidik menyapanya.
"Iya, pak. Ada yang bisa saya bantu?"
"Kami dari tim penyidik kantor polisi polda wijaya sedang melakukan penyelidikan atas kasus hilangnya gadis kecil karena hilangnya berada di stasiun ini, kami mengajukan pertanyaan."
"Iya saya akan berusaha menjawabnya."
"Apa benar kemarin malam ada gadis kecil yang berkeliaran?"
"Saya coba cek cctv terlebih dahulu ya Pak."
Komandan tim penyidik mempersilahkan petugas stasiun untuk mengecek cctv di bagian terowongan kereta. Monitor menunjukkan penayangan bahwa memang benar. Lily gadis kecil memakai hijab berwarna biru, gamis merah muda sedang menolong kucing yang terus mengeong.
Saking sayangnya sama kucing tersebut, ia tak sadar kereta berjalan ditambah keadaan yang tak memungkinkan meminta pertolongan, ia terjebak di terowongan. Menangis sampai ketiduran, kedinginan di pinggir rel kereta. Seseorang memakai jaket sambil menggendong tas ransel juga bertopi menemukannya. Kemudian membawanya ke luar dari terowongan entah kemana.
"Apa kalian tahu siapa pria berjaket itu?" Komandan tim penyidik bertanya pada orang tua Lily.
"Tidak jelas wajahnya Pak."
"Ibu, apa masih ada data-data keberangkatan kereta kemarin malam agar kami tahu siapa lelaki itu." Giliran bertanya pada petugas stasiun kereta.
"Masalahnya Pak, keberangkatan kemarin banyak penumpang. Kami tidak mengamati siapa saja yang ada dalam kereta."
"Tidak masalah bu. Bolehkah kami meminjam sebentar data keberangkatan kereta kemarin untuk kami hubungi satu persatu."
"Boleh Pak."
Petugas itu menyerahkan buku yang berisi data keberangkatan kereta kemarin. Tim penyidik menerimanya.
"Baik bu. Terima kasih atas partisipasinya."
"Sama-sama Pak."
Mereka kembali ke mobil polisi. Tim penyidik memberi tahu agar orang tua Lily harap bersabar. Perkiraan tiga hari, tim penyidik selesai menghubungi satu persatu para penumpang dijadwal kemarin.
Bukan hanya orang tua Lily yang resah atas hilangnya, Imaz yang masih bertahan di penjara selalu mendoakan agar Lily segera ditemukan. Para tahanan asyik saling bercanda sementara Imaz menyendiri di pojokan. Nyaman dengan pemikirannya. Jesselyn yang ketawanya tiada henti, menggelegar mengusik ketenangan Imaz lebih mengacuhkannya meski demikian sangat menyayat telinga. Maka, Jesselyn menghampirinya bermaksud mengajaknya tertawa.
"Murung aja Boss. Cepat tua lo." Jesselyn bercanda namun, Imaz tak mengindahkannya.
"Kenapa? Masih drama tidak terima kalau kau bukan pelakunya? Sudahlah. Nikmati saja. Nanti pasti ada waktunya siapa yang salah siapa yang benar."
Perkataan Jesselyn ada benarnya juga. Ia menatap arti padanya.
"Aku merindukan suamiku. Kenapa dia begitu membenciku?" Imaz menyeka air matanya.
"Sekarang kau pikir secara logika. Kau mencintai suamimu, tapi dia tidak mencintaimu, lalu untuk apa kau mempertahankannya? Buang-buang waktu saja."
"Tidak semudah itu Jes. Dia sebenarnya masih mencintaiku, tapi dia tidak tahu bagaimana mengolah rasa itu hadir."
"Cintamu sangat tulus." Jesselyn memujinya.
"Dari tatapannya..."
Imaz masih mengingat betul tatapan Robet saat di hari persiapan Ning Fiyyah ulang tahun. Sangat dalam dia menatapnya.
"Senyumannya..."
Terlebih senyuman yang mengembang saat dia tahu selama ini ia bekerja paruh waktu setiap malam demi mengabulkan cita-citanya. Sangat mengesankan.
"Perhatiannya..."
Saat dia tahu kalau dirinya dituduh sebagai pelaku pembunuhan Romo Kiyai, dia berupaya mencari bukti dengan mengajaknya ritual pernikahan juga mengadakan hari ulang tahunnya.
"Namun, kebenciannya..."
Kebenciannya itu palsu ketika semua bukti mengarah pada Imaz. Terbelenggu oleh perasaan cintanya, perjodohan Romo Kiyai, juga kenyataan menjadikan Robet tak bisa menyembunyikan perasaan itu.
"Seyakin itu pada suamimu?" Jesselyn terheran.
"Aku yakin karena iman dan ketakwaannya telah meluluhkanku. Dan...Romo Kiyai yang membuat cintaku menjadi nyata. Aku tak ingin menyia-nyiakan pengorbanan beliau."
"Ya sudahlah kalau kau seyakin itu. By the way, besok aku dibebaskan. Aku mengonsumsi lagi ya?" Kalimat Jesselyn membuat hati Imaz bergemuruh. Ia hanya menatapnya sinis seraya menggerutu jika Jesselyn sengaja karena tidak bisa mencegah kecanduannya terhadap obat-obat terlarang.
Malam sudah menyambut hari-hari santri melakukan setoran. Ning Dija selaku wali kelas membuat kesepakatan untuk memberi jadwal setoran. Lain dari itu, Ning Fiyyah justru sibuk mempersiapkan kue ulang tahun yang tak lain tak bukan untuk Imaz. Tak menyangka Imaz sudah berumur 23 tahun. Lebih tua darinya. Dulu ia tak bisa merayakannya sebab Robet sendiri yang ingin merayakannya. Ia tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini.
Bersyukurnya, ia juga bisa leluasa membuat kue. Bahan-bahan sudah siap di atas meja. Coklat batang, susu kental, baking powder, keju juga buah strawberry sebagai seasoning. Semua ia lakukan sampai pukul sepuluh malam. Tak lupa juga agar kue lebih cantik, ia beri saus coklat agar lebih menggairahkan. Sudah siap jadi, ia simpan di kulkas. Menunggu besok saat kunjungan.
*** Kring...kring...Alarm berbunyi menunjukkan pukul lima pagi. Lily terbangun mematikan alarmnya. Ia menggoyak-nggoyak tubuh R agar segera bangun. R menggeliat tak bisa membuka matanya. Lily melihat laptop milik R masih terbuka. Ia mengerti pasti R lembur menyelesaikan pekerjaannya. Ia berinisiatif membuat telor dadar. Merasa kasihan karenanya, ia harus mengerjakan tugasnya di kamar bukan di tempat kerjanya.Lily berlari ke dapur. Menyiapkan penggorengan. Memecahkan dua telor. Aroma telor menusuk ke hidung R membuatnya terbangun seketika. Rasa cemas menjalar ke wajahnya. Namun, bernapas lega karena Lily sudah menyiapkan dua telor di atas meja.
"Kenapa kau repot-repot buat telor Lolipop?" Hampir saja jantung R mau copot. Ia langsung duduk di meja makan. Lily menuangkan telornya di piring R.
"Makasih ya...kamu kecil-kecil sudah pandai memasak pasti diajarin sama Bakpao?"
Lily mengangguk.
"Pernah makan cumi bakar?"
Lily mengangguk tersenyum. R mendadak menyeka air matanya. Menatap lekat wajah Lily saat dia kedinginan di pinggir rel kereta. Menangis sampai ketiduran. Tidak bisa meminta pertolongan. Semua ia pikir dan baru tersadar kalau Lily tak bisa berbicara.
"Maafkan Omelet ya." Ucap R sedih. Lily menatapnya ikut sedih.
"Omelet tidak tahu kalau kau memiliki keterbatasan. Om janji akan membawamu pada Bakpao."
Lily mengangguk-anggukan kepala senang. Tangannya mempersilahkan R untuk segera memakan telornya. R mengerti maksudnya. Dan dengan bangga, ia menyantap telornya. Sampai habis makanannya, R bersiap-siap. Ia mengenakan jaket hitam yang berbeda dengan jaket jeans kemarin juga topi berwarna hitam. Semua serba hitam.
Sementara Lily memakai gamis orange dengan hijab kuning. Set pakaian yang R belikan saat Lily masih terbaring lemah. Tak lupa R perlu memakai masker. Begitu juga Lily. Di luar sana sedang dihebohkan gadis kecil menghilang di stasiun kereta. Maka, R sengaja menyamar demi menuruti keinginan Lily untuk bertemu Imaz.
Mereka keluar rumah kemudian R menguncinya. Sebelum berangkat ke stasiun mereka naik bus terlebih dahulu. Beruntung masih tersisa dua tempat kursi untuk mereka. Sekitar setengah jam, mereka akan sampai. Bus berjalan menjejaki jalan raya.
Pukul setengah depalan, mereka tiba di stasiun kereta. R menunggu jadwal keberangkatan beberapa menit.
Kereta yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Mereka segera masuk. Dan duduknya menempati disebelah pintu kereta.
"Sekitar dua jam kita sampai. Lolipop tidur saja ya. Nanti kalau sudah sampai, Omelet bangunin. Oke?"
Lily mengangguk sambil mulut menunjukkan kata oke.
Bertepatan hari baik Imaz, Ning Fiyyah, Ningrum dan Yati mengunjunginya. Mereka naik taksi sebab dari suami kesembilan putri Romo Kiyai harus mengajar di pesantren. Ning Fiyyah tak masalah. Yang terpenting, di hari ulang tahunnya, akan menjadi periode terindah yang menjadi sejarah baginya. Merayakan hari ulang tahun di penjara.
Taksi sudah sampai di depan gerbang pesantren, mereka naik. Taksi merambah jalanan menyambut kebahagiaan.
Dua jam perjalanan sudah mereka lewati dengan penuh kesabaran. Tetapi sepertinya Lily yang tidak sabaran. Ia keluar dari kereta sambil berlari menyambut kebahagiannya. R terus mengikutinya dari belakang.
Lily menarik-narik lengan R seraya menunjuk jari pada penjual bakpao. Tepatnya mereka berada di alun-alun. R mengikuti keinginan Lily menghampiri penjual bakpao.
"Beli satu Pak." Permintaan R mengambilkan uang dari sakunya.
"Baik Pak beli dua." Kata si penjual bakpao.
"Dua?" R heran karena tadi dia sudah mengatakan beli satu.
"Dia yang minta dua." Si penjual bakpao menunjuk Lily yang menunjukkan dua jarinya. R menepuk jidatnya. Dan saking gemasnya, ia mencubit pipinya.
"Buat bakpao ya?"
Lily mengangguk senang. Penjual bakpao memberikan dua bakpao pada Lily. Ia menerimanya dengan senang. Pergi ke kantor polisi perlu naik taksi. Sekitar dua puluh menitan, mereka akan sampai di kantor polisi.
Para tahanan sel 17 kedatangan petugas polisi yang membawakan makanan buat sarapan mereka. Betapa bahagianya mereka menerima makanan itu. Menu sarapan ala para tahanan hari ini adalah mie soto. Tak peduli sarapannya apa yang terpenting lapar bisa dipedulikan.
"Ibu Imaz ditunggu tamunya di ruang kunjungan." Seru petugas polisi setelah para tahanan pada menerima makanannya.
"Ciye...sambang." Salah satu tahanan menyoraki. Imaz membalasnya dengan senyum mengembang.
Petugas polisi membukakan sel tahanan. Mengirimnya ke ruang kunjungan. Betapa terkejutnya dan bahagianya, Imaz didatangi Ning Fiyyah, Ningrum, Yati yang membawakan kue ulang tahun terukir usianya yang sekarang menginjak 23 tahun.
"Selamat ulang tahun yang ke-23 Imaz..." Ning Fiyyah bersorak. Mereka pun meriahkan ulang tahunnya dengan menyanyikan lagu ulang tahun dari jamrud.
"Hari ini...hari yang kau tunggu..." sambil bertepuk tangan. Imaz mendekat. Berdebar hati melihat senyum merekah dengan rasa bahagia. Rasa bahagia, terharu bersatu dalam satu harapan.
"Tiup lilinnya Nak." Senyum Ningrum juga nampak tulus. Sebelum ia meniupkan lilinnya, dalam harapan yang senantiasa ia ucap di atas sajadah, semoga Allah melimpahkan segala kebahagiaan pada keluarga Imaz, Romo Kiyai juga keluarga kecilnya pada Robet. Ya. Di hari spesialnya, ia berharap segera dibebaskan dari penjara. Dibenarkan dari tuduhan serta disatukan dengan pasangannya dalam bahtera rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah.
Hembusan napas siap menyibak api lilin. Api lilin hangus bersama angin doa yang ia langitkan. Mereka bertepuk tangan meriuhkan nikmatnya kebersamaan.
Seseorang tiba-tiba berlari memeluk pinggang Imaz. Tanpa bisa menyapa, tangislah sebagai awal kerinduannya. Lily jatuh pada pelukannya. Bersamaan dengan itu, R datang masuk ke ruang kunjung mengikuti Lily. Siapa sangka mereka dikagetkan seseorang yang diharapkan tetapi tak pernah mempedulikan.
"Gus..." Air mata Imaz tumpah mengalir arti kerinduan yang selama ini ia pinta. Allah membuktikannya lewat doa yang selalu ia sematkan.
***
~Kau pernah menjadi raja di hatiku, ketika rindu itu menggebu. Namun, justru Allah menjadikan aku permaisurimu ketika cinta itu bertemu~ ***Pesawat jatuh terseret arus banjir di kawasan Var. Tim sar segera mengerahkan tenaganya untuk mengevakuasi korban penumpang yang ada di pesawat. Terdapat 12 yang tewas. Mereka membawa 12 mayat ke rumah sakit untuk dimandikan. Sementara yang lain denyut nadinya masih berdetak.Berita bencana badai besar di perancis sudah disiarkan diberbagai media. Berita itu terdengar juga di telinga keluarga Hilda, Robet dan Ning Fiyyah. "Ya Allah, bagaimana keadaan Hilda?" Kiyai Usman sungguh cemas. Abah Hilda sudah makin keriput. Hanya bisa duduk di kursi roda. Ditemani istrinya yang juga sudah beruban. "Semoga Hilda bisa diselamatkan yah," Umik menenangkan. Sampai di rumah sakit, 12 yang tewas dibawa ke kamar mayat. Petugas polisi menyelidik atas nama siapa
~Jika aku bukan jalanmu. Ku berhenti mengharapkanmu. Jika aku memang tercipta untukmu. Ku 'kan memilikimu. Jodoh pasti bertemu~ ***Demi menyenangkan istri tercinta, akhirnya Robet mengajaknya bulan madu di luar negeri. Tepatnya di perancis. Sebelum berangkat, Hilda menyerahkan beberapa wisata yang ingin ia kunjungi, diantaranya; menara eiffel, sungai seine, jembatan gembok cinta atau pont des arts, dinding cinta atau Le Mur des Je T’aime, mobil 2cv, musium louvre, dan Jardin du Luxemburg atau taman bunga. "Ngidamnya banyak amat," goda Robet sambil mengendarai mobil menuju bandara. Sebelumnya mereka sudah berpamitan pada orang tua. Mereka mendoakan semoga Robet dan Hilda berhasil beribadah dengan penuh cinta di malam jum'at. Mereka saling tersipu. Jantung berdetak sudah tak menentu membayangkan akan beribadah penuh cinta di malam hari. "Memang itu yang aku idamkan, sayang," kata Hilda sambil
~Kecupan punggung tanganmu. Kecupan bibirku di dahimu. Belaian tanganmu mencuci kakiku. Tatapan matamu menyibak arti kecantikanmu. Dengan besanding bersamamu di pelaminan, inilah tahap awal belajar untuk mencintaimu~ ***Selesai prosesi pernikahan, para tamu dipersilakan makan hidangan yang tersedia di kursi tamu undangan. Para tamu undangan memakannya dengan lahap. Tambah nikmat dengan diiringi sholawat banjari. Sementara mempelai putra dan putri duduk saling diam di pelaminan. "Aku memang seperti ini orangnya," kata Robet memulai perbincangan pada Hilda karena sedari tadi saling diam membisu. "Iya Gus. Aku tahu mungkin kau butuh waktu menerima pernikahan ini." Hilda memaklumi. Usai mereka menikmati hidangan makanannya, para tamu undangan dipersilakan sesi foto. Foto bersama teman-teman, kerabat dan yang paling utama adalah kedua keluarga mempelai. Selesai sesi foto, kedua m
~بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ"Barakallahu laka wabaraka 'alaika wajama'a bainakuma fi khair""Semoga Allah memberi barakah kepadamu dan atasmu serta mengumpulkan kamu berdua dlm kebaikan." (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi)~***Robet merasa ada yang mereka sembunyikan. "Bu, ayah kemana? Kok aku sama sekali tidak mendengar suaranya?" Ningsih bingung harus menjawab apa. Ia pun terpaksa menjawab seadanya. "Ayah sedang mencari makanan." "Oh, begitu." Ningsih menahan air matanya. Sultan dan pihak kepolisian membawa satpam ke kantor untuk dimintai keterangan. Saat Sultan bertemu langsung dengan geng mafia. Dengan emosi, dia menampar mereka satu persatu. "Sebenarnya, siapa kalian sampai berusaha membunuh Robet?" Pihak polisi berusaha menenangkan Sultan dengan menyuruhnya duduk. Ray sebagai ketua geng tersenyum licik. "Kau mau tau siapa kita?" Ra
~Kebahagianku adalah melihat Robet bahagia. Kesedihanku adalah melihat Robet sedih. Karena harta yang paling berharga adalah memiliki anak seperti Robet~ ---NINGSIH---- ***Hilda mencoba menelponnya, namun tak dapat dihubungi. Jadi benar ia telah memblokir nomornya. Apa dia merasa sakit hati? Air mata Hilda meleleh. Ia kemudian terisak. Kenangan bersamanya sungguhlah banyak. Ketika saat pertama kali bertemu dengan dia. Di sebuah jembatan ampera, ia tak sengaja menabraknya. Itu semua karena kecerobohannya. Bangun kesiangan. Tidak sempat sarapan. "Kau baik-baik saja?" Saga justru menanyakan keadaannya. "Iya, aku baik-baik saja. Maaf ya, aku buru-buru." Hilda meraih tasnya yang tergeletak di sampingnya. Lalu, berlari masuk ke kelasnya. Pertemuan itu ketika Saga skripsi jurusan bahasa inggris. Ia tetap lanjut kuliahnya di jurusan
~Ketika kedua kali aku mengucapkan Qobiltu, aku akan belajar untuk mencintaimu. Walau terkadang melawan hati sulit bagiku. Karena adanya keyakinan, aku percaya Allah yang memberi restu~ -----SAGA------ ***Hal yang paling dinantikan Robet adalah bisa melihat. Ketika sudah lama ia menunggu antrian, akhirnya Dokter Thomas memanggilnya juga. Ningsih dan Sultan senang melihatnya. Mereka menunggunya di depan ruang operasi sambil berdoa. Kapten Richard masih memberi pertanyaan pada geng mafia itu. Ia belum puas jika tidak ada bukti. Maka, kalau sampai hari ini ia tak menjawab jujur lagi, ia akan mencari bukti bersama anggota-anggotanya. Petugas polisi membawa Ray lagi. Ia menatapnya dengan memutar bola matanya malas. Lalu, duduk. "Ray, jangan bosan-bosan mendengar pertanyaanku jika kau tidak mau jujur," kata Kapten Richard."Apalagi yang
~Janji kita berdua yang dulu pernah kita ikrarkan untuk bersatu dalam ikatan cinta harus terpisah dalam alam berbeda. Akankah janji kedua bisa satu untuk selamanya?~ ***Sultan sudah meminta taarufan mereka selesai. Tak mau nanti kesiangan dan terlalu menunggu lama di bandara, Sultan menuntun Robet. Hilda menatapnya sangsi. Kiyai Usman juga merasa tak enak jika mengganggu keberangkatan mereka. Maka, beliau meminta maaf dan pamit langsung pulang ke rumah. Sultan menyalakan mesin mobilnya. Mobil siap melaju ke bandara. Robet siap untuk dioperasi. Mata siap untuk melihat luasnya dunia. Selama tiga bulan ini, mereka akan menetap di Singapura. Menanti keberhasilan penglihatan Robet. Masalah pekerjaan, Sultan sudah meminta Daniel menghandle-nya. Masalah jadwal pengajian, Robet sudah mencari penggantinya dari kang-kang lain yang siap mengajar. Masalah pernikahan, mereka serahkan semuanya pada Allah ta'ala. Mu
~Mencoba mengobati dengan pengganti baru. Mencoba melupakan karena dia bukan untukku. Dan mencoba mengikhlaskan walau kadang hati sering berdusta. Cinta tak salah. Tapi aku yang salah~ ***Senja membutakan segalanya dengan segala keindahannya. Ning Fiyyah dengan gesit melukisnya. Ibu Robet memotretnya. Keluarga Hilda merekam saat senja datang hingga menghilang. Mereka mengabadikan momen dengan cara masing-masing. Ketika senja menghilang, Ning Fiyyah mengucapkan terima kasih telah mengizinkan melukisnya. Robet mengucapkan terima kasih telah hadir walau dia tak bisa melihat kehadirannya. Hilda mengucapkan terima kasih sudah hadir walau sebentar. Tapi, ia yakin dia akan datang dengan segala keindahannya. Senja yang datang untuk mengindahkan, rela menghilang demi langit yang menggelapkan. Langit sudah menunjukkan kegelapannya. Keluarga Hilda memulai makan malamnya. "Hilda, besok pagi k
~ jika kau cinta, siapkan hatimu. Jika kau kecewa, siapkan akalmu. Jika sudah terlanjur sakit dan kecewa, siapkan relasi antara hati dan akalmu. Kadang punya hati tapi tak dapat memahami. Kadang punya akal tapi tak dapat berpikir~ ***Melihat kabar kematian Imaz, Irma ingin berkunjung ke makamnya. Tetapi, bagaimana bisa sedang dia di penjara. Penjaga polisi tadi langsung menarik tangan Irma. Mengisyaratkannya untuk kembali ke sel tahanan. Ia melintasi sel tahanan. Tepat di depan sel tahanan Arman, ia menghentikan langkahnya. Arman yang sedang duduk termenung di pojokan segera mendekat. Irma menatapnya nanar. "Man, apa kau sudah tau kabar tentang Imaz?" Tanya Irma menyeka air matanya. "Dia sudah ketemu?" "Iya.""Alhamdulillah.""Dan dia sudah bahagia disana." "Mereka menikah?""Imaz sudah bahagia di alam sana."Arman terperangah. Jantungnya berdetak