Share

Bagian 3. Misteri Ega.

3. Misteri Ega.

Raizel dan Egy berjalan menaiki tangga. Saat Ia naik, Raizel hanya menundukan kepalanya, memperhatikan langkah kaki mereka, yang satu persatu bergantian menapaki anak tangga berikutnya.

Batin dan pikirannya terus saja terbayang oleh sosok anak perempuan tadi yang Ia yakini adalah alm. Ega. 

Karena berjalan melamun, tidak terasa mereka sudah hampir sampai di muka pintu kamar Egy, 

saat Dia akan menginjak anak tangga yang terakhir. Dan setelahnya ia harus berjalan melewati hamparan keramik datar untuk sampai di pintu kamar. 

Tiba-tiba ....

Raizel merasakan sedikit getaran di telapak kakinya yang membuatnya terpaksa harus berhenti, getaran yang tidak asing seperti hentakan keras kaki seseorang yang berlari naik dari tangga paling bawah.

Raizel pun terdiam, untuk lebih fokus merasakan hentakan kaki tersebut.

Sejenak Raizel melirik kedepan. Tampak Egy yang tidak memperhatikan dirinya berhenti, perlahan mulai meninggalkannya di ujung tangga.

Raizel kembali terfokuskan kepada hentakan kaki yang semakin kuat dirasakannya. 

Jelas sekali terasa, seperti ada seseorang yang berlari dengan cepat dari tangga paling bawah menghampirinya dan Egy.

Dug ... dug ... dug ....

DUG!DUG!DUG!DUGDUGDUG!

Bunyi tangga yang yang diinjak dengan keras, membuat mata Raizel melebar.

Getaran tangga yang di duga adalah suara hentakan kaki seseorang, justru semakin kuat bahkan sangat jelas Ia mendengarnya.

Seketika membuat jantungnya menjadi dingin . 

Dengan cepat Raizel menoleh ke belakang, bersama matanya yang kini Ia sipitkan tanpa berkedip. 

Sangat menanti siapa yang akan datang.

Dugdugdugdugdug ...!

Lagi-lagi suara hentakan kaki tersebut semakin keras! Juga semakin mendekat.

Bahkan nadanya lebih keras dari sebelumnya, 

Membuat jantung Raizel berdetak dengan tidak beraturan, hingga Ia sampai bisa mendengar jelas suara Jantungnya seperti akan keluar dari dadanya.

Ia menatap tajam tangga yang melengkung ke bawah itu, benar-benar tidak sabar ingin tahu siapa yang akan muncul. 

Akhirnya, apa yang Raizel tunggu perlahan mulai nampak, dan ternyata itu adalah ... EGA!

"Ega!" ucapnya lirih. 

Perempuan yang Dilihatnya di ruang tamu tadi, kini berada 12 anak tangga dari tempatnya berdiri. 

Mata mereka saling bertemu. 

"Ega ...." 

Raizel mengucapkan nama Ega, untuk yang kedua kalinya.

Ega yang mendengar Raizel mengucapkan namanya kini Ia sadar. Bahwa Raizel bisa melihatnya dengan jelas, beberapa detik mereka berkontak mata, tiba-tiba Ega menjerit. 

"AAAAAA ...!!"

Membuat Raizel terkejut. 

Didalam hatinya, Ia berkata.

'Dia menggeram setelah gue manggil dia Ega!

Berarti dia mengakui, kalo dirinya bener Ega."

Dugdugdugdugdugdug ...!!

Suara tangga kembali berbunyi,

Ega berlari dengan cepat ke arah Raizel, matanya melotot lebar, wajahnya yang pucat meringis kesal membuat Raizel tidak bisa bergerak. 

Tanpa sempat mengdipkan mata, Raizel berfikir dirinya akan ditabrak dan dicelakai oleh Ega. 

Di saat Ega yang kesal berlari menuju Raizel dan hampir sampai menjangkau dirinya. 

Tiba-tiba. Ega menembus tubuh Raizel seperti angin lewat. 

Raizel tidak merasakan apa-apa, saat Ega menembus badannya.

Namun, ketika dirinya memutar tubuh mengikuti kemana arah Ega pergi, Ia melihat Ega berlari cepat menghampiri Egy, Egy yang membelakangi matanya hanya fokus menatap ponselnya, sedang berdiri di depan pintu menunggu Raizel masuk.

Karena Raizel merasa Ega akan mencelakai Egy. 

Raizel menyusul berlari sekuat mungkin untuk menggapai Ega, agar gagal menyentuh temannya.

"Jangaan!" ucap Raizel berusaha meraih Ega.

Akan tetapi, kecepatan langkahnya sama sekali tidak bisa menyusul Ega.

Ega berhasil mendorong Egy dengan keras, hingga terpental ke tembok lalu jatuh ke kasur.

"Aahh ... sssssshtt" rintih Egy.

Dengan cepat Raizel menghampiri Egy yang sedang terkapar di atas Kasur itu.

"Gy! ... lo nggak pa-pa?"

Raizel mencoba membantu Egy duduk.

"Rai ...! Kenapa lo ndorong gue? Tadi lo narik gue, sekarang lo ndorong gue, aduh ... lo pikir nggak sakit?" ujar Egy sambil meringis memegang pinggang dan pundaknya. 

Ingin Raizel menjawab bukan dia yang mendorongnya, tp jika itu Raizel lakukan. Egy pasti akan bertanya, jika itu bukan dirinya, lalu siapa?

Sangat tidak mungkin Raizel menjawab itu Ega, Jadi dia membiarkan dirinya difitnah dan menjadi kambing hitam untuk Ega. 

"Iya sorry, nggak sengaja. Gue barusan kesandung Gy."

"Lain kali hati-hati Rai ... aduuhh pinggul gue ... pundak gue, kayanya ada yang patah nih" kata Egy, meringis kesakitan menggoda Raizel. Agar merasa bersalah.

"Iya sorry, tapi jangan ngomong gitu dong. Gue, 'kan nggak sengaja."

"Lo ngedorong gue kenceng banget, sampe gue mental ke tembok, emang lo nggak lihat gue tadi ciuman sama tembok? ssssshhhh ...," cibir Egy.

"Iya gue lihat, sorry ... gue janji kejadian kaya gini, nggak akan keulang lagi." Egy berhasil membuat Raizel merasa bersalah. 

"Udah , ayo tidur!" celetuk Egy membaringkan perlahan tubuhnya.

Raizel menatap Egy, sambil terus berfikir, apa maksud Ega melakukan itu semua. Padahal yang menyebut namanya adalah Raizel, tapi kenapa malah yang dicelakainya justru Egy? 

Tiba tiba ....

Braak ....

Praaanggg ...!!

Suara barang jatuh dari lantai bawah yang di mana barang itu seperti ada yang pecah, bisa disimpulkan benda yang jatuh itu berkaca. Terdengar oleh Raizel dan Egy.

"Rai ... lo denger?" tanya Egy menatap Raizel.

"Iya gue denger" jawab Raizel.

"Kok, ada yang jatuh ya?" Tanya Egy. "ayo kita cek Rai, takut maling" lanjutnya, beranjak turun dari kasur.

Perasaan Raizel membantah perkiraan Egy, justru Raizel berfikir bahwa itu adalah Ega. 

Mereka berlari turun untuk memeriksa apa yang pecah.

Saat mereka sampai di lantai bawah, sudah ada Fani di ruang tamu. 

"Mah, kenapa?" tanya Egy pada Ibunya.

"Aduuh ... kok bisa jatuh, sih" ucap Fani sedih, menghiraukan pertanyaan anaknya.

"Hlo, ini kok bisa jatuh?" kata Raizel pelan.

Ia heran, tidak percaya pada apa yang dilihatnya. 

Benda yang jatuh ternyata adalah, figura foto Egy dan alm. Ega yang dilihatnya tadi, kacanya yang besar, kini pecah berserakan di lantai. 

Kenapa begitu kebetulan? atau apa ini benar ulah Ega? Di dalam hati Raizel Ia menduga-duga.

Kemudian, Raizel membantu Egy dan Fani memungut pecahan kaca yang menutupi lantai.

Lalu, saat fokus memindahkan pecahan kaca tersebut. Raizel dikejutkan karena melihat Ega berdiri di samping Ibu Egy—Fani, yang sibuk mengambil serpihan benda tajam itu.

Ega tersenyum kepada Raizel sesaat, lalu setelahnya, Ia menangis.

Tangisannya begitu kencang dan melengking membuat gendang telinga Raizel tak nyaman.

Raizel menutup matanya sejenak.

Menggelengkan kepalanya mencoba fokus kembali membersihkan pecahan kaca, berusaha kuat menahan berisiknya tangisan Ega. 

Di saat Raizel yang sedang kesakitan menahan kerasnya suara Ega, Raizel melirik Egy dan Fani yang sibuk mengambil satu persatu pecahan kaca, mereka tidak sedikitpun menunjukan tanda-tanda mendengar suara berisik dari tangisan Ega.

Di situ juga Raizel sadar, bahwa.

Hanya dirinya yang bisa mendengarnya.

5 menit sudah Ega menangis tanpa jeda, hingga akhirnya Ia berhenti. 

Raizel mengarahkan pandangannya pada Ega, ingin tahu kenapa tiba-tiba Ia berhenti. Namun, malah Raizel melihat Ega terbang mendekati vas besar di samping sofa.

Vas itu sengaja diletakan di ruang tamu oleh Fani, untuk menjadi hiasan sudut dinding. 

Sembari tangannya bergerak memunguti pecahan kaca, Raizel tetap menyempatkan matanya untuk mengawasi Ega. 

Sedang apa dia di samping vas itu?

Di dalam hati, Raizel bertanya-tanya apa yang dilakukan Ega di sana.

Kemudian, Ega tiba-tiba mengangkat sebelah tangannya. 

Membuat Raizel terperanjat berhenti memungut pecahan kaca, takut Ega akan melukai Egy atau Fani.

Kemudian ....

Praaang ...!! Lagi.

Vas besar itu pecah.

Ternyata Ega tidak melukai Egy dan Fani, tapi Ia terbang ke sisi vas hanya ingin menghancurkan vasnya.

Ega dengan sengaja memecahkan vas tersebut, membuat seolah-olah bahwa Egy yang menyenggolnya.

"Egy, hati- hati!" seru  Fani.

"Maaf Mah, aku nggak sengaja."

Egy bingung, merasa bersalah karena vas yang pecah adalah satu-satunya vas kesayangannya, yang dibelikan oleh Ayahnya saat Ia berumur 14 tahun.

Setelah itu Ega tertawa keras seperti tangisnya sebelumnya, dan lagi-lagi tawanya hanya bisa didengar oleh Raizel seorang.

Kini pekerjaan mereka untuk membereskan ruangan itu menjadi lebih banyak.

Sebenarnya, apa maksud Ega melakukan itu semua?

Serpihan kaca dan vas yang Ega pecahkan, sudah hampir selesai mereka bersihkan. 

Lalu, Raizel melihat Ega berlari menuju salah satu pintu yang Raizel ingat, itu adalah pintu untuk ke halaman belakang.

Raizel memberanikan diri untuk mengikuti Ega, Ia khawatir, Ega akan berbuat sesuatu hal yang buruk lagi.

Raizel berlari diam-diam menyusul Ega tanpa sepengetahuan Egy dan Fani.

Ternyata benar, itu pintu untuk ke halaman belakang rumah Egy.

Di situ juga dia melihat Ega menghampiri sebuah pohon bunga kertas berwarna, merah jambu kesukaan Fani.

Di salah satu ranting pohon bunga kertas itu, ada pot bunga Anggrek putih yang menggantung.

Ega mengangkat sebelah tangannya lagi, Raizel rasa, Ega mencoba untuk menjatuhkannya, seperti halnya Ia tadi menjatuhkan figura dan vas di ruang tamu.

"Egaaa ....

Berhenti!" teriak Raizel, berusaha menghentikan Ega yang mencoba menjatuhkan pot Bunga Angrek itu.

Ega pun berhenti, Ia membalikkan tubuhnya menghadap Raizel. 

Seketika, di gelap malam itu. Ditemani dinginnya angin darat membuat suasana benar-benar mencengkram.

Raizel menelan ludahnya, kemudian mendekat, menyisihkan jarak kurang lebih 11 langkah dari tempat Ega berdiri. Ia memberanikan diri untuk bertanya lagi pada Ega yang diam bergeming menatapnya.

"Kamu beneran Ega? Bener, 'kan?"

Ega tetap diam tak menjawab. 

"Ega ... tapi kenapa kamu ngelakuin ini semua? Apa tujuanmu? Apa yang pengen kamu sampaikan?"

Setelah itu, angin menghempas dedaunan pohon, membuat suara khas pada malam hari yang menyelimuti rasa takut Raizel. Lalu, Ega berjalan maju mendekatinya.

Menimbulkan hati yang tidak tenang.

Jantung yang berdebaran panik, menahan rasa takut yang muncul setiap kaki Ega melangkah mendekat.

Raizel tetap menjaga jaraknya pada Ega. 

Setiap Ega melangkah maju, maka Raizel akan melangkah untuk mundur, seterusnya seperti itu.  Hingga Ia tidak menyadari telah kehabisan ruang untuk mundur lagi.

Punggungnya tersudutkan oleh tembok rumah, sudah terlambat bagi Raizel untuk berlari kabur dari Ega.

Ega berhenti, menyisakan satu langkahnya lagi, yang di mana satu langkah itu akan sampai pada Raizel.

Kemudian, Ia mengangkat lurus tangannya ke depan, perlahan telapak tanganya menyentuh tengah dada Raizel.

Karena tinggi badan Ega yang tepat sejajar dengan dadanya, ditambah baju yang Ega kenakan sobek, yang membuat hal itu tidak mampu menutupi pundaknya dengan sempurna.

Mata Raizel tertenggun pada pemandangan pundak Ega. 

Karena, terlihat di pundaknya yang terbuka, di situ ada beberapa luka titik merah.

Setelah Raizel memperhatikannya lebih jelas, ternyata luka Itu adalah luka bakar yang Raizel pikir disebabkan oleh putung rokok.

Raizel melirik mata Ega yang sama sekali tidak berkedip, ditambah kantung matanya yang hitam terus saja menatap tajam padanya. 

Meskipun begitu, Ia menjadi bertanya- tanya, apa yang telah terjadi pada Ega sebelumnya?

Kemudian Raizel terdiam, Ia hanya berfikir bahwa Ia harus tahu masa lalu Ega yang sesungguhnya.

Dengan rasa penasaran yang mengalahkan rasa takutnya, kini Raizel memutuskan untuk melihat kenangan terakhir Ega.

"Ega, maaf sebelumnya, aku minta izin buat ngelihat sedikit kenangan terakhir kamu ... supaya aku tahu apa yang terjadi sama kamu" ucap Raizel.

Ega tetap diam 'tak bergeming,

Bahkan tidak menjawab.

"Karena kamu dari tadi diam, aku anggap itu adalah jawaban, iya" 

Raizel kemudian menggenggam pergelangan tangan Ega yang sedari tadi terus saja menempel di tengah dadanya.

Saat Raizel menggenggam pergelangan tangan Ega, rasa dingin yang ditimbulkan oleh kulit Ega yang pucat, menusuk telapak tangan Raizel.

Meskipun begitu, hal itu tidak membuatnya untuk mengurungkan niat dalam Raizel, yaitu melihat kenangan terakhir Ega.

Ega diam membiarkan Raizel melakukannya, ia hanya tetap menatap tajam Raizel. Karena tujuan Ega melakukan itu pada Raizel adalah ingin meminta tolong sesuatu.

Kemudian Raizel memejamkan matanya, di saat matanya menutup. Segelintir gambar kenangan muncul di pikirannya, bukan gambar tapi cuplikan kejadian.

Di mana di dalam cuplikan itu, Raizel melihat anak perempuan berumur 10 tahun menangis karena dipukuli oleh seorang pria dewasa.

Pria itu memukulnya dengan tongkat kayu kecil, setiap Ia memukul dan di manapun kayu itu mendarat. Akan meninggalkan bekas merah pada tubuh anak perempuan itu .

Semakin jelas ... jelas ... dan jelas .... Cuplikan itu memperlihatkan wajah anak perempuan tersebut yang ternyata adalah ... Ega.

Raizel merasa sudah cukup Ia menjelajah kenangan buruk Ega, Ia memutuskan untuk membuka matanya. Namun saat matanya terbuka, Ega sudah menghilang dari hadapannya. 

Raizel termenung, tidak percaya bahwa yang dilihatnya dalam kenangan Ega, benar-benar adalah Ega yang berumur 10 tahun. 

Sedangkan yang Raizel tahu, Ega meninggal pada usia 7 tahun.

Apa yang sebenarnya terjadi. 

Hal itu membuat Raizel semakin ingin tahu kebenarannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status