"Minggil! Tangan ante jeyek!"
Aku sedikit tersentak saat tangan mungil itu mendorong tanganku yang memang melewati dirinya yang sedang di gendong mas Angga. Mata bulatnya menatapku dengan gerak marah.
"Kamu itu apa-apaan sih, Din. Pake manggil Riri pelakor. Gak ada, mereka sudah menikah. Dan kamu tahu kan, laki-laki bahkan boleh menikah dengan empat wanita. Kamu itu suami baru nikah dua kali saja sudah mureng. Gak punya iman kamu!"
Aku mendesah kesal. Melanjutkan makan sembari mendengar ocehan mertuaku. Sudah cukup, Bu. Rasa hormat yang selalu ditanamkan mas Angga padaku lenyap begitu saja melihat tingkahmu tak ubahnya diktator.
Awalnya aku menempati rumah besar peninggalan orang tuaku ini hanya berdua dengan mas Angga. Kakak laki-lakiku lebih memilih tinggal di luar negeri bersama istrinya mengurus perusahaan yang disana. Jadi untuk perusahaan disini, aku yang mengurusnya.
Mas Angga ini awalnya pegawai di perusahaan. Orang kepercayaan Bang Aldi. Sikapnya lembut, sopan dan cekatan. Setidaknya itu yang sering ku dengar dari cerita mas Aldi. Aku jadi penasaran dengan sosok yang diceritakan bang Aldi. Ternyata kami jadi sering bertemu karena aku juga sering ke kantor semenjak Bang Aldi memutuskan untuk mengurus perusahaan orang tuaku yang di London. Jadi dia memberi pembekalan terlebih dahulu.
Itensitas pertemuan yang sering dan melihat etos kerjanya yang tinggi, membuatku tanpa sadar jatuh pada pesonanya. Bang Aldi yang tahu aku sering memandangi mas Angga, sering menggoda dan menjodoh-jodohkan. Aku sih tidak keberatan. Kulihat juga dia sering menunduk dengan wajah memerahnya. Haha, itu lucu. Sepertinya pria seperti dia masih minim pengalaman tentang cinta. Yang mengatakan cinta pertama kali itupun aku. Masih ku ingat wajah kagetnya. Tapi ternyata dia juga menyukaiku, hanya saja merasa tak pantas bersanding denganku, katanya.
Akhirnya setengah tahun pacaran, Bang Aldi menyuruh kami menikah. Saat itu keluarga mas Angga tak bisa datang karena ayahnya mas Angga sedang sakit di kampung sana.
Kami resmi menikah. Dari awal pernikahan, mas Angga tak pernah sekalipun berbuat kasar. Ucapannya lemah lembut, dan penyabar. Bahkan sampai satu tahun pernikahan kami belum dikarunia anak, mas Angga tetap sabar menghiburku.
Hingga suatu hari, mas Angga mendengar kabar ayah mertua meninggal, kami pulang ke kampung. Berhubung mas Angga ini anak tunggal, jadi aku menyarankan supaya ibu diajak ke rumah saja. Lagipula selama ini aku sendirian di rumah. Aku memutuskan untuk resign dari pekerjaan dan fokus pada kesehatan diri.
Awalnya sikap ibu lembut seperti layaknya mama kandungku dulu. Meski tak jarang membahas tentang anak dan cucu.Rupanya, ada udang dibalik rempeyek selama ini. Ibu selalu cerita, betapa bangganya dengan mas Angga yang sukses di kota. Sampai punya perusahaan sendiri. Serta bagaimana orang kampung selalu mengelu-elukan mas Angga. Aku tentu saja tak menyela bicaranya, tersenyum menghargai. Lagipula apa yang menjadi milikku, tentu jadi milik suamiku juga bukan?
Tapi sepertinya ini sudah keterlaluan. Aku harus menegaskan kesalahpahaman ini. Bukan aku yang menumpang. Tapi mereka, aku perjelas lagi, mereka.
"Seharusnya kamu itu berkaca diri. Sudah mandul, bisanya cuma numpang sama anakku."
"Mbok sadar diri. Selama ini kalau bukan karena Angga yang menghidupimu, sudah jadi pengemis di jalanan kamu itu! Dasar, wanita tak tahu terimakasih."
Bragk!
Zul dan Della rencananya akan tinggal sendiri. Sekarang, mereka masih bulan madu sambil menikmati Winter di Osaka. Setelah pulang, mereka tinggal di apartemen. Zul tengah menyiapkan rumah yang akan mereka tinggali nanti. Della sendiri, kembali bekerja di perusahaan Dinda. Tentu saja setelah Dinda memintanya dengan teramat. Lagipula, potensi Della di perusahaan memang besar. Jadi, tak bukan hanya atas dasar persahabatan semata. Zul juga sudah menceritakan sesuatu yang membuatnya mengganjal dulu. Tentang dia yang pernah tertarik ape Niswah. Awalnya Zul tidak mau cerita, karena takut Della cemburu. Tapi wanita itu memaksanya. Daripada memicu perang dunia di tengah pernikahan seumur jagung mereka, Zul mengalah. Della sempat kaget dan cemburu, tapi Zul berhasil meyakinkan bahwa itu hanya perasaan lewat. Cintanya pada Della lebih besar dan segalanya. Della masih cemburu, tapi dia percaya Zul. Zul sudah membuktikan bahwa perasaan pria itu sudah sepenuhnya tertuju padanya.Hari ini, mereka m
Niswah dan Arjun yang merencanakannya. Sepasang suami istri itu tidak tahan melihat hubungan dingin dua manusia dewasa itu. Satunya terlalu tinggi ego, dan satunya yang cenderung pasrah. Dan sangat kebetulan, bertepatan dengan itu, Zul mendapat promosi. Masa mutasinya dipercepat. Dia kembali mengabdi di kantor pusat. Kinerjanya memang bagus. Hanya sempat lalai karena patah hatinya.Sebenarnya, Zul mau berpamitan pada Della. Tapi Niswah melarangnya. Wanita yang sempat singgah di hatinya itu bilang, Zul harus tegas. Sesekali Della harus disentil egonya. Dengan cara menjauhinya. Seolah Zul sudah menyerah pada perasaannya. Awalnya Zul tidak setuju. Dia takut, Della justru semakin jauh darinya. Tapi Niswah juga tak kalah memaksa. Bagaimanapun juga, dia sesama wanita. Dia tahu, apa yang ditakutkan oleh kaum wanita keras kepala. Dia cinta, hanya saja ego tinggi mengalahkan perasaannya sendiri. Niswah bahkan berani menjamin, akan menebusnya seandainya rencananya gagal. Karena Niswah juga yak
"Jangan pergi...."Jantung Della terasa berdegup kencang. Dia juga tidak ingin pergi. Tapi, keadaan sudah berbeda. Zul sudah bertunangan dengan wanitanya. Harusnya dia tak ada disini. Ini acara pentingnya.Della melepas pelukan Zul darinya. Menghindarkan wajahnya dari pandangan Zul."Pergilah," ucapnya lirih. Menahan isakan yang sebentar lagi kembali pecah."Kenapa? Kau tidak suka aku mendatangimu?" ucap Zul tanpa penekanan.Della menggeleng. Dia tidak berani menatap pandang Zul. Dia takut perasaannya semakin hancur saat sadar pria itu tidak bisa dia harapkan lagi."Kembalilah. Itu acaramu. Tak seharusnya kamu malah disini."Zul mengerutkan dahinya. Mencerna perkataan Della."Acaraku? Ini acara ki ..." Zul menghentikan ucapannya. Berdehem kecil. Lantas menarik tangan Della. Memaksa mengikuti langkah lebarnya."Zul, lepas. Kau mau membawaku kemana?" tolak Della. Zul bergeming. Dia justru mengeratkan genggamannya. Tak akan membiarkan wanita ini kabur lagi."Niatmu datang kesini untuk me
Perjalanan ke kota cukup menyita waktu. Terutama karena Della hanya menggunakan angkutan umum. Dari satu bis ke bis yang lain. Pikirannya kacau. Dia tak bisa berfikir jernih lagi. Di pikirannya hanya satu. Dia tak mau terlambat. Berharap perjodohan itu belum dilaksanakan.Sepanjang jalan Della menangis. Membuat penumpang lain melihatnya heran. Penampilannya lebih mirip gadis yang kabur dari rumah. Karena dia membawa ransel ukuran sedang untuk pakaiannya. Tak ada yang menanyainya, sungkan terlebih dahulu.Jika dipikir, Della seperti tak punya malu. Dulu, dia yang menarik ulur perasaan Zul. Sampai pria itu hanya bisa memendam lukanya dalam senyum perjuangan. Memang, Della berhak marah karena Zul yang dulu. Tapi, bukankah Zul sudah meminta maaf? Bukan hanya sekali dua kali. Bahkan sering. Zul juga menunjukkan tekad yang kuat. Bahwa dia serius dengan lamarannya untuk menikahi dirinya. Tapi egonya terlalu besar untuk memaafkan Zul. Membiarkan pria itu tersiksa dengan perasaannya. Sekarang,
Della tidak tahu, entah sampai kapan dia bisa bertahan dengan hubungan aneh ini. Dia cemburu setiap kali melihat kedekatan Zul dan Ika. Tapi dia sendiri sadar diri, yang juga dekat dengan Kevin. Egonya memang keterlaluan besarnya. Dan, ternyata itu tidak hanya berlaku untuk Ika semata. Nyatanya Della juga cemburu saat Zul dekat dengan para mahasiswi itu. Dia kesal hanya dengan melihat Zul tertawa renyah pada mereka. "Wow! Bang Zul keren!"Della mendecak. Hanya karena Zul mengangkat dua galon isi penuh secara bersamaan. Para mahasiswi itu tampak kagum. Padahal, wajar saja Zul kuat. Dia polisi yang terlatih secara fisik dan mentalnya.Della malas berada di situ. Beringsut ke belakang. Duduk di kursi kayu dekat kolam ikan. Melempar kerikil ke kolam. Yang langsung disambut para ikan, karena mengira itu makanan yang diberikan pada mereka. Yah, tipuan yang menyebalkan bagi kaum ikan."Kau tidak bermaksud membunuh mereka kan?"Della tersentak. Spontan menoleh. Kembali membuang wajah saat t
Sungguh menarik perhatian. Itulah yang Niswah dan Arjun pikirkan melihat kejadian ganjil tadi pagi. Bagaimana bisa, Della dan Zul yang mereka kenal sebagai sepasang kekasih, tapi malah berangkat kerjanya dengan pasangan yang berbeda?"Lihat kan tadi?"Arjun mengangguk. Mereka sedang menghabiskan waktu berdua. Tidak ada yang protes. Ya kali mereka mau mendemo dosen sendiri. Taruhannya nilai, uy. Yah, meskipun Arjun juga tidak akan melakukan hal selicik itu."Aneh deh. Masak kalau cuma alesan tempat kerja yang beda, mereka berangkatnya pisah sih? Mana yang dibonceng lawan jenis lagi.""Perempuan tadi bukan polisi, Nis. Dari seragamnya dia karyawan biasa.""Iya, maksudku itulah, pokoknya. Aneh aja gitu. Apa, mereka lagi ada masalah ya? dilihat juga, bang Zul sama mbak Della kayak lagi jaga jarak kan?""Mereka emang lagi ada masalah. Cuma, aku kira sudah baikan. Ternyata belum toh.""Ih, jadi pengen deketin mereka lagi loh. Mereka kan pasangan serasi. Pacaran juga udah lama. Sayang kalau