Share

5. Hari Pertama

Lyla melangkah menuju pintu kamarnya setelah ia mendengar ketukan halus di pagi hari pertamanya tinggal di kediaman Damian.

"Nona, jika Anda telah selesai bersiap, Tuan sedang menunggu Anda di ruang makan." Alice memberitahukan maksud kedatangannya segera setelah Lyla membukakan pintu untuknya.

"Benarkah? Jadi Damian sudah berada di lantai bawah?" tanya Lyla.

"Ya, Nona. Tuan sudah menunggu kedatangan Nona dari tadi. Dan baru kali ini Tuan terlihat begitu bersemangat." Alice sedikit terkikik.

"Apa maksudmu?"

"Tuan hari ini keluar dan bangun lebih pagi dari biasanya, Nona. Dan ia sudah bersiap di ruang makan, bahkan sebelum sarapan selesai kami sajikan. Jelas ia pasti sedang menunggu Nona."

Lyla hanya tersenyum menanggapi ucapan Alice. "Mungkin karena ia memang sedang ingin bangun pagi hari ini, Alice."

"Aku rasa bukan itu alasannya. Tuan pasti senang, karena Nona tinggal di sini," jelas Alice. "Ah, mari Nona, kita segera turun."

"Baiklah," jawab Lyla. Tak butuh waktu lama bagi Alice dan Lyla untuk turun dan sampai ke ruang makan.

Lyla melihat Damian memang telah duduk bersiap di sana dengan menu sarapan yang telah tertata rapi di hadapannya.

"Silakan, Nona." Alice menarik sebuah kursi untuk mempersilakan Lyla duduk di dekat Damian.

"Selamat pagi, bagaimana tidurmu?" ucap Damian. Ia tersenyum setelah menyapa Lyla yang ikut bergabung dengannya.

"Aku semalam tidur dengan nyenyak, terima kasih," jawab Lyla.

"Baguslah, aku senang." Damian tersenyum ramah.

"Aku tak tahu kau bangun awal. Apa aku harus menyesuaikan jadwal aktivitasmu sehari-hari? Seperti jam berapa aku harus mulai bekerja, dan jam berapa aku selesai bekerja?"

Damian tersenyum kecil dan berkata, "Tak ada waktu khusus dan pasti untuk itu, Lyla. Aku sendiri pun tak tahu pasti kapan saat-saat aku memerlukanmu, kapan saatnya tidak. Maka dari itu, aku memintamu untuk selalu dekat denganku."

Lyla menangkap Alice tersenyum kecil saat menyajikan hidangan untuknya ketika Damian menjawab pertanyaannya tadi. Ia sebenarnya sedikit heran, karena tak mengerti arti senyuman Alice.

"Baiklah, aku mengerti. Aku pasti akan segera datang saat kau membutuhkanku," jawab Lyla.

"Alice, terima kasih. Kau boleh meninggalkan kami, karena sudah ada Lyla di sini yang akan membantuku." Dengan gerakan tangannya, Damian memberi isyarat pada Alice.

"Baik, Tuan." Alice segera undur diri setelah mendapat perintah dari Damian.

"Apakah kau keberatan ...," tanya Damian.

"Ah, tentu saja tidak." Lyla refleks menarik kursinya agar lebih dekat dengan Damian. Ia dengan cekatan menghidangkan makanan ke dalam piring yang ada di hadapan Damian. Memotong-motongnya, sebelum akhirnya membantu menusukkan bagian-bagian makanan tersebut dengan garpu makan.

Setelahnya, Lyla sedikit kebingungan. Apa ia juga harus menyuapi Damian atau bagaimana?

"Cukup berikan saja padaku garpu itu." Seperti mengetahui kebingungan Lyla, Damian memberi instruksi sebelum gadis itu bertanya apa-apa.

"Ah, ya, silakan." Lyla mengulurkan piring berisi makanan dengan jarak yang tepat ke hadapan Damian dan menuntun jemari Damian agar dapat menggenggam gsrpu dengan posisi yang tepat.

Damian setelah itu mulai menyantap hidangannya dengan perlahan. Setiap kali ia meraba-raba tekstur makanan, setiap itu pula Lyla memperhatikan isi di dalam piringnya.

Lyla akan membantu 'menggeser' potongan makanan ke arah yang tepat agar Damian dapat lebih mudah mengambilnya dengan garpunya. Dan ia melakukannya di sela-sela dirinya menyantap hidangannya sendiri juga.

Bahkan saat Damian dengan 'ceroboh' menjatuhkan atau tak sengaja tertempel sisa makanan di sudut bibirnya, Lyla secara impulsif meraih saputangan di meja makan untuk sekadar membersihkannya.

Tepat saat itu, lagi-lagi Alice yang kebetulan datang untuk menyajikan minuman, sedikit mengulum senyumnya saat melihat Lyla sedang membantu Damian. Setelahnya, gadis itu berlalu dalam diam dan hanya sedikit tersenyum padanya. Yang mana, semakin membuat Lyla penasaran akan sikapnya.

Tak ingin mengambil pusing dengan sikap Alice, Lyla melanjutkan makannya dan tetap membantu Damian hingga mereka selesai sarapan.

"Bisakah kau mengantarku ke ruang tamu, Lyla?" ucap Damian setelah mereka selesai.

"Tentu," jawab Lyla. Ia membantu Damian dengan mudah dan menuntunnya untuk duduk di salah satu sofa nyaman yang ada di sana.

Tak beberapa lama kemudian, William menghampiri mereka dan melaporkan sesuatu pada Damian. "Tuan, Tuan Richie telah tiba," ucapnya formal dan sedikit membungkuk.

Walau Lyla yakin Damian tak mungkin dapat melihat postur William, tetapi pria itu dan semua karyawan yang berada di sini tetap berlaku hormat pada Damian.

"Ah, tepat waktu ...," gumam Damian.

"Damian Green Foster! Ah, kau sungguh keterlaluan memintaku datang mendadak sepagi ini tanpa pemberitahuan sebelumnya. Sudah kukatakan bukan, aku ...," ucap seorang pria yang tiba-tiba masuk dan mendekati mereka.

"Oh, wow ... siapa ini?" tanyanya penasaran saat menatap Lyla dari dekat. Seorang pria dengan dandanan mencolok dan pakaian setelan berwarna cerah berjalan dengan sedikit berlenggok menuju ke ruang tamu begitu saja, tepat setelah William melapor pada Damian.

Dan langkah pria itu mendadak terhenti saat ia beradu pandang dengan Lyla. Ia menatapnya dengan wajah penasaran dan penuh dengan keingintahuan yang menyelidik.

"Hai, Richie. Kau tepat waktu kali ini." Damian menyapa pria gemulai dengan tubuh besar tersebut dengan senyum yang merekah.

Pria itu membuang muka seolah tak acuh, dan kemudian malah menghampiri Lyla yang sedang duduk di sebelah Damian. "Oh, berdirilah Sayang," ucapnya. Ia meraih lengan Lyla dan memintanya untuk berdiri. Walau heran, Lyla tetap mengikuti pintanya.

Richie kemudian mengamati Lyla dari ujung kepala hingga ke ujung kaki, setelahnya ia bersiul kecil seolah mengisyaratkan sesuatu.

"Jaga pandangan dan komentarmu untuk dirimu sendiri, Richie ...," ucap Damian kemudian. Ada sedikit nada peringatan yang halus dari setiap kata yang Damian ucapkan setelah Richie mengekspresikan kekagumannya lewat siulan.

"Oh, please ... kau tahu aku, aku hanya mengagumi tubuhnya. Itu saja." Richie memutar kedua bola matanya seolah kesal.

Lyla sedikit meringis. Seharusnya ia marah jika ada seseorang bersiul kepadanya. Tapi entah mengapa, melihat ekspresi Richie, Lyla tahu bahwa ia tidak bermaksud untuk bersikap tak sopan.

Richie kemudian mengeluarkan meteran mini dari tas tangan kecil yang ditentengnya. Dan tiba-tiba saja ia mulai menempelkan meteran tersebut ke tubuh Lyla. Ia mulai mengukur tubuh Lyla layaknya seorang penjahit pakaian yang sangat profesional.

"Oh, tak kusangka kau membuatku melakukan ini," gerutunya. Walau tampak sedikit bersungut, pria itu tetap fokus dan mengukur setiap bagian tubuh Lyla secara detail.

Beberapa saat setelahnya, ia berkata, "Baiklah, aku sudah selesai. Sekarang, apa perlu aku membawanya langsung atau kau ingin mengantarkannya sendiri ke tempat Clark?" tanya Richie kemudian.

"Biar aku saja, terima kasih." Damian sedikit berdehem.

"Oke, baiklah Sayang. Sampai bertemu lagi ya. Aku akan membuat semua sesuai dengan ukuran dan lekuk tubuhmu." Richie tertawa dan terkikik dengan penuh semangat setelah mengatakan hal tersebut.

Walau sebenarnya tak mengerti apa maksud Richie, Lyla tetap membalas, "Terima kasih."

"Panggil saja aku Richie, Sayang," balasnya. "Bye, Tampan. Kau memang lihai menilai barang bagus ya, hmm ...," ucapnya kemudian merujuk pada Damian. Richie lalu kembali terkikik, dan pria itu melenggang begitu saja sembari melambai dengan santai.

"Tak usah kau hiraukan dirinya. Ucapannya memang dapat membuat orang lain salah paham jika kau belum mengenalnya," jelas Damian.

"Ya, aku mengerti. Tapi sebenarnya siapa Richie? Apa kau ingin membuatkanku seragam seperti Alice?"

Damian hanya tersenyum simpul. Tanpa menjawab, ia kemudian bersiap seperti hendak berdiri, hingga dengan sigap Lyla menghampirinya.

"Bawa aku ke garasi, Lyla." Damian memberi perintah untuk Lyla tepat setelah gadis itu mengamit lengannya.

"Baik," jawab Lyla.

Saat mereka sampai di garasi, Ben salah satu pengawal Damian telah menunggu mereka di samping sebuah mobil Rolls Royce mewah Damian yang berwarna hitam. Ben kemudian membuka pintu penumpang saat Damian dan Lyla mendekat. Ia membantu Damian untuk masuk ke dalam mobil.

"Lyla, masuklah. Duduk di sebelahku," pinta Damian.

"Baiklah," jawabnya patuh.

Lyla memutar dan mengambil tempat di sebelah Damian. Ketika mobil bergerak dan mulai keluar halaman, Lyla berkata, "Apa kita akan ke suatu tempat?" tanyanya tak mengerti.

"Ya, aku akan membawamu ke suatu tempat, Lyla."

"Benarkah? Ke mana kita akan pergi?"

"Ke sebuah salon kecantikan." Damian menjawab pertanyaan Lyla dengan tenang.

____****____

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status