Short
Misteri Bangku Kosong

Misteri Bangku Kosong

By:  Darina VanessaCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
Not enough ratings
10Chapters
1.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Ini hari pertamaku pindah ke SMA swasta elite. Aku melihat satu meja dan kursi berwarna merah tua di barisan belakang ruang kelas yang tidak diduduki siapa pun. Semua orang di kelas baruku sering bicara dengan meja dan kursi itu. "Selamat pagi." "Sampai ketemu besok." Seolah-olah ada seseorang yang duduk di sana. Seseorang yang terlihat di mata semua orang, kecuali aku.

View More

Chapter 1

Bab 1

Ini hari pertamaku pindah ke SMA swasta elite.

Aku melihat satu meja dan kursi berwarna merah tua di barisan belakang ruang kelas yang tidak diduduki siapa pun.

Semua orang di kelas baruku sering bicara dengan meja dan kursi itu.

"Selamat pagi."

"Sampai ketemu besok."

Seolah-olah ada seseorang yang duduk di sana.

Seseorang yang terlihat di mata semua orang, kecuali aku.

Aku berdiri di podium. Ruang kelasnya lumayan sempit. Gadis yang duduk di sudut baris terakhir di dekat dinding menarik perhatianku.

Kulitnya pucat, tapi bibirnya merah cerah. Wajahnya mungil dan indah, memancarkan aura yang anggun dan murni. Seperti anggrek yang sedang mekar.

Dia menyadari tatapanku yang terlalu lama dan sedikit mengerutkan kening.

Suara wali kelas, Pak Samuel, memotong di saat yang tepat. "Jangan berdiri saja, ayo perkenalan."

Aku tersentak kembali dan memaksakan sebuah senyuman. "Halo semuanya, namaku Farah Elara."

Diiringi tepuk tangan meriah, aku berjalan menuju tempat duduk yang ditentukan Pak Samuel untukku. Di bangku tepat di depan gadis pucat itu. Teman sebangkuku adalah ketua seksi olahraga kelas bernama Bastian.

Sebelum duduk, aku menyapu pandang ke buku pelajaran gadis di bangku belakangku. Namanya tertulis rapi dalam tulisan tangan yang indah.

Laura Pramesthi.

Saat aku baru duduk, Bastian berbalik ke samping dan meraih tangan Laura yang sedang mengemasi buku.

Laura menepis tangannya.

Siswa laki-laki itu tersinggung. "Pegang tanganmu saja nggak boleh?"

Dia menyeringai dengan jahil. "Kamu malu ya dilihat anak pindahan? Kulitmu halus banget. Farah, kamu mau coba pegang?"

Para siswa di sekeliling seperti sudah terbiasa dengan pemandangan ini. Mereka lanjut hilir mudik dengan acuh tak acuh. Sesekali, ada yang menengok dengan tatapan jijik.

Aku berkata dengan suara dingin, "Apaan sih? Jangan pegang-pegang."

Matanya menatapku beberapa saat. Mungkin dia teringat Pak Samuel menyebutkan bahwa aku anak pengusaha kaya. Jadi, dia merasa aku bukan seseorang yang bisa diganggu.

Dia mendecakkan lidah dan mengeluh, "Ah, nggak seru." Lalu dia bangkit dan meninggalkan ruang kelas.

Aku menoleh kepada Laura dan bertanya penuh perhatian, "Kamu nggak apa-apa?"

Laura menggeleng. Bulu matanya berkibar seperti sayap kupu-kupu, menimbulkan bayangan di bawah matanya.

Hatiku terenyuh.

"Kalau dia ganggu kamu lagi, bilang sama aku. Aku pasti bantu."

Dia memandang padaku. Matanya menyembunyikan emosi yang tidak dapat kumengerti. Seperti terkejut, tapi juga seperti kecewa.

Semua tempat duduk di kelas diatur dua-dua, tidak terkecuali Laura.

Kursi di sebelahnya kosong, dan warna mejanya terlihat lebih gelap dari miliknya, seperti kayu mahoni.

Terdapat goresan acak-acakan di meja berwarna merah tua itu. Samar-samar, aku dapat melihat satu kata terukir di atasnya.

Pelacur.

Saat istirahat siang, Laura pergi keluar bersama ketua kelas, Paula.

Dia baru pulang ketika bel masuk hampir berbunyi.

Pipi kanannya sedikit merah dan bengkak. Ekspresinya murung. Seragam sekolahnya yang semula bersih kini kotor dan bernoda lumpur.

Aku berbalik dan bertanya padanya, "Laura, kamu nggak apa-apa?"

Paula yang datang bersamanya mendengar pertanyaanku. "Tuan putri kita memang yang paling manis. Anak pindahan yang baru datang saja langsung suka."

Paula menepuk bahu Laura. Cat kuku merahnya menyengat mataku.

"Sesuka itu kamu dengan Tuan Putri? Perhatian sekali?"

Dia berdiri di samping Laura dan membuka tutup botol kola di tangannya, sudah hampir meneguk.

Dia membawa minuman bersoda itu sepanjang perjalanan ke kelas. Sehingga botolnya terkocok dan isinya banyak yang muncrat keluar saat tutupnya dibuka.

Sebagian besar cairan cokelat itu mendarat di baju kotor Laura. Sebagian kecil memercik ke sudut meja warna merah tua di sebelah Laura.

Seisi kelas seketika hening. Tatapan ngeri yang tak terhitung jumlahnya tertuju pada meja itu. Wajah Paula memucat dalam sekejap.

Dengan panik, dia menyeka meja dengan lengan baju putih bersihnya, sambil terus bergumam, "Maaf, Nadia. Maafkan aku, aku nggak sengaja. Maafkan aku."

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
10 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status