Mag-log in"Ini kenapa sudah malam tapi belum sampai?" tanya Mark lagi.
"Ini bukan malam Mark." "Maksudnya kamu?" "Sekarang masih jam empat sore. Kamu lihat sendiri," ujar Sherly memperlihatkan layar handphone yang menyala ke arah Mark. "Masih jam empat?" tanya Mark dengan mata sedikit silau dengan cahaya handphone Sherly yang cukup terang. "Iya, aneh kan," ujar Sherly mengangguk kepala. 'Ini memang sangat aneh. Mana ada jam empat sudah gelap gulita. Aku harus tanya sama pak sopir dulu,' batin Mark. "Sherly, kamu tunggu di sini dulu ya. Aku mau tanya sama pak sopir nya," suruh Mark. Sherly mengangguk kepala dengan patuh. Dia akan membiarkan Mark yang akan mencari tahu apa yang sudah berlalu. Mark bangun dari kursi dengan perlahan. Berjalan ke arah sang sopir bus dengan memegang bagian kepala kursi penumpang. Dia sedikit susah berjalan karena bus masih berjalan. "Pak!" panggil Mark. Sang sopir tidak menjawab. Dia hanya melihat ke arah Mark sebentar. Kemudian melihat ke arah depan lagi. "Pak, kenapa kita ada di dalam hutan? Kenapa kita belum sampai di pantai? Bahkan di sini sangat gelap," tanya Mark lagi menelusuri wajah sang sopir bus. Sang sopir lagi-lagi melihat sekilas ke arah Mark. Kemudian dia melihat lagi ke arah jalanan. "Jalan biasa menuju ke pantai sedang dalam perbaikan. Kita harus menunggu terlalu lama jika melewati jalan itu. Makanya saya mengambil jalan alternatif lain. Ini gelap karena kita berada di tengah hutan. Cuacanya lagi mendung," sahutnya dengan suara datar. "Apa Bapak tidak merasa aneh dengan tempat ini." "Aneh? Tidak ada yang aneh. Ini tempat yang biasa saya lewati. Kamu duduklah kembali. Kamu dan teman kamu bisa tidur kembali. Kalau sudah sampai tujuan akan saya bangunkan," suruhnya. Mark kembali melihat ke arah teman-temannya dan juga Bu Guru. Mereka semua masih tertidur sangat lelap. Ada yang menggorok, bahkan mengigau tidak jelas. Mark langsung kembali ke tempat duduknya tanpa banyak tanya lagi. Setelah kepergian Mark, sang sopir tersenyum miring dengan kepalanya yang menunduk. Dia menambah kecepatan bus memecahkan keheningan hutan yang gelap. "Bagaimana?" tanya Sherly begitu Mark duduk di tempat semula. "Katanya ada perbaikan jalan. Jadi Pak sopir memutar arah agar kita bisa tiba di sana lebih cepat," sahut Mark. "Kenapa jauh sekali putar arahannya?" "Mungkin tidak ada jalan lain. Nanti teman kita yang lain juga akan menyusul kita di belakang kan," terang Mark. "Aku telepon Mia, ah. Siapa tahu dia masih jauh di belakang kita. Aku mau goda dia ah," gumam Sherly kembali tertawa kecil dengan menutup mulutnya. "Kamu ini," ucap Mark menggeleng kepala dan pasrah dengan kelakuan Sherly. Sherly mengambil handphone kembali. Dia segera menghubungi Mia namun handphone sama sekali tidak ada sinyal dan jaringan. "Kenapa tidak ada sinyal, sih," gumam Sherly kecut sambil mengangkat handphone tinggi berharap menemukan sinyal. "Kita ini ada di dalam hutan. Wajar kalau tidak ada sinyal. Kamu taruh aja kembali handphone kamu. Kita tidur saja. Nanti Pak sopir akan membangunkan kita kalau sudah tiba," suruh Mark dengan menguap. Matanya kembali mengantuk. "Aku sudah tidak ngantuk lagi. Aku ingin segera sampai di pantai." "Ya sudah, sana kamu keluar dan terbang saja biar cepat sampai." "Kamu pikir aku capung," sahut Sherly kesal tidak terima. "Siapa yang bilang kamu capung? Kamu itu kecoa," balas Mark usil dengan menghadap ke sisi berlawanan arah dengan Sherly. "Ih geli," ujar Sherly memukul Mark emosi. Setelah puas memukul Mark, Sherly juga ikut tidur lagi. Dia ikutan ngantuk melihat Mark yang sudah terlelap dengan cepat. Mereka tidak tahu kemana bus itu akan membawa mereka. Mereka terlalu larut dalam mimpi. Sama sekali tidak bisa melawan rasa ngantuk. *** Beberapa jam kemudian Bu Guru mulai terjaga dari tidurnya. Responnya juga sama seperti Sherly dan Mark. Heran melihat langit yang sudah sangat gelap ditambah mereka berada di tengah hutan. Bu Guru bangun dari tempat duduk. Kemudian mengecek jumlah siswa apa masih lengkap atau tidak. Setelah memastikan jumlah siswa masih sama dengan saat sebelum berangkat, Bu Guru berjalan mendekati sopir dengan pelan. Langkahnya harus hati-hati agar tidak oleng oleh bus yang bergerak. Bu Guru sudah tiba di samping sopir bus. Matanya menelusuri sopir yang terlihat sangat santai membawa bus. "Pak, kenapa kita ada di tengah hutan? Tujuan kita kan ke pantai," tanya Bu Guru. Sang sopir bus sama sekali tidak menjawab. Dia terus membawa bus dalam diam dengan kecepatan yang cukup cepat. "Pak, Bapak dengar saya kan," ujar Bu Guru semakin merasakan ada yang aneh. Bu Guru melihat sebentar ke arah siswa yang masih tertidur. Kemudian dia beralih ke sopir bus lagi. Berharap jika firasatnya salah. "Pak, tolong hentikan bus nya," suruh Bu Guru karena tidak ada respon dari tadi. Lagi-lagi Bu Guru di diabaikan. Membuat hatinya tidak bisa berpikir jernih lagi. "Pak, hentikan mobilnya sekarang juga!" Kali ini Bu Guru sampai berteriak keras untuk menyuruh sang sopir bus berhenti. Bu Guru bertambah panik. Sang sopir tadi melihat ke arahnya sebentar. Lalu melihat ke arah depan lagi. Tidak ada ekspresi sama sekali. Dengan tatapan yang terlihat sangat dingin. 'Ini ada yang aneh. Aku harus membangunkan anak-anak.' Bu Guru dengan langkah cepat berjalan ke tengah para siswa-siswi yang terlelap. Dia hampir saja terjatuh kalau tidak memegang pada kepala kursi. "Anak-anak, ayo bangun," panggil Bu Guru menggoyangkan tubuh mereka bergantian. Bu Guru mencoba membangunkan semua para siswa. Mereka harus segera keluar dari dalam bus. Atau setidaknya sang sopir mau meresponnya dengan baik. "Anak-anak, ayo bangun," ujar Bu Guru tidak putus asa. "Sherly, Mark, Karla, Putri, ayo bangun." Bu Guru cukup kesusahan membangunkan mereka. Seolah-olah mereka berada di bawah pengaruh sesuatu. Tidak mungkin jika tidak ada yang bangun sama sekali. "Anak-anak ayo bangun." Bu Guru kali menggoyangkan tubuh mereka semakin keras. Dia terpaksa membangunkan mereka dengan paksa dan kasar. Alhasil usaha tidak sia-sia. Anak-anak mulai terjaga satu per satu. "Ayo bangun cepat." "Ada apa Bu?" tanya Wisnu mengucek mata. "Apa kita sudah sampai?" lanjut Davin bertanya. "Kalian semua bangunkan teman-teman kalian yang belum bangun ya," suruh Bu Guru sudah berwajah pucat. Wisnu dan Davin yang belum mengerti segera melaksanakan perintah Bu Guru. Mereka bisa melihat wajah Bu Guru yang kepanikan tanpa tahu alasannya. "Ada apa ini?" tanya Sherly yang sudah terbangun akibat suara ribut-ribut. Sherly mengucek matanya yang masih berat. Dia masih sangat mengantuk. "Bu Guru menyuruh kami membangunkan semuanya," sahut Davin mengangkat bahu tanda tidak tahu. Bersambung ….Mark bangun dari kursi dan mendekati Bu Guru. Tubuh Bu Guru sudah mulai bergetar. Kakinya juga melemas. Bersyukur para siswa-siswi sudah berhasil dibangunkan semua."Bu, ada apa? Apa yang terjadi" tanya Mark."Itu, ada yang aneh sama sopir bus nya," ujar Bu Guru melirik ke arah sopir dengan takut-takut."Apa yang aneh sih Bu," sahut Sherly.Sherly ikut berdiri. Dia berdiri di depan kursi. Badannya harus menghadap ke arah belakang bus untuk melihat wajah Bu Guru."Kalian lihatlah keluar jendela. Diluar sangat gelap dan kita berada di tengah," suruh Bu Guru.Para siswa-siswi melihat ke arah luar. Tapi mereka tidak merasakan ada yang aneh kecuali mereka heran kenapa tidur sangat lama. "Bu, kata Pak sopir tadi ada perbaikan jalan. Jadi Pak sopir memutar arah agar kita bisa menuju ke pantai," terang Mark."Itu tidak mungkin, Mark. Ibu sudah mematikan semua itu agar perjalanan kita tidak terhambat. Tidak ada perbaikan jalan sama sekali," sahut Bu Guru."Iya, ini aneh juga. Dari tadi kita b
"Ini kenapa sudah malam tapi belum sampai?" tanya Mark lagi."Ini bukan malam Mark.""Maksudnya kamu?""Sekarang masih jam empat sore. Kamu lihat sendiri," ujar Sherly memperlihatkan layar handphone yang menyala ke arah Mark."Masih jam empat?" tanya Mark dengan mata sedikit silau dengan cahaya handphone Sherly yang cukup terang."Iya, aneh kan," ujar Sherly mengangguk kepala.'Ini memang sangat aneh. Mana ada jam empat sudah gelap gulita. Aku harus tanya sama pak sopir dulu,' batin Mark."Sherly, kamu tunggu di sini dulu ya. Aku mau tanya sama pak sopir nya," suruh Mark.Sherly mengangguk kepala dengan patuh. Dia akan membiarkan Mark yang akan mencari tahu apa yang sudah berlalu. Mark bangun dari kursi dengan perlahan. Berjalan ke arah sang sopir bus dengan memegang bagian kepala kursi penumpang. Dia sedikit susah berjalan karena bus masih berjalan."Pak!" panggil Mark.Sang sopir tidak menjawab. Dia hanya melihat ke arah Mark sebentar. Kemudian melihat ke arah depan lagi."Pak, ken
"Saya tidak tahu Pak. Kami beneran baru sampai. Bukan saya yang datang tadi," sanggahnya."Pak, bagaimana ini? Kita harus segera menghubungi mereka. Ibu takut jika terjadi sesuatu sama mereka.""Coba Ibu telepon salah satu siswa yang ada di sana. Saya akan mencoba menelepon Guru yang bertugas di kelompok itu. Kita jangan panik dulu," ujar Pak Guru tidak sesuai dengan hatinya. Biar Bu Guru tidak ikutan panik.Mereka semua tidak bisa tidak panik. Mereka tidak tahu kenapa sopir bus datang untuk kedua kalinya. Itu sangat aneh dan diluar logika."Pak, tidak ada satupun yang terhubung dengan mereka," kata Bu Guru setelah beberapa kali menghubungi mereka."Panggilan dari saya juga tidak ada yang terhubung," sambung Pak Guru. "Apa yang harus kita lakukan sekarang Pak?""Pak, bagaimana kalau kita telepon polisi saja. Saya takut terjadi sesuatu sama anak-anak. Hal ini juga bisa mencoreng nama kami sebagai sopir bus jika ada masalah yang besar," saran sopir bus."Ini sangat aneh. Bagaimana mung
Sherly duduk di kursi barisan kedua. Dia duduk bersebelahan dengan Mark. Di sampingnya ada Karla dan Putri. Di kursi barisan ketiga duduk Arga dengan Wisnu di belakang Sherly dan Mark. Sedangkan Bagas duduk bersama Davin di belakang Putri dan Karla.Sekarang mereka sudah siap untuk berangkat. Semua siswa siswi sudah duduk di bangku masing-masing."Anak-anak, apa barang kalian sudah dibawa semua? Apa masih ada yang tertinggal?" tanya Bu Guru memastikan lagi sebelum berangkat. Jika sudah berangkat tidak bisa balik lagi untuk mengambil barang yang tertinggal."Tidak ada Bu," sahut mereka kompak."Ingat, kalau ada barang yang tertinggal, maka jangan salahkan Ibu. Ibu sudah memperingati kalian semua. Kalian mengerti," kata Bu Guru memperingati sekali lagi."Baik Bu.""Bu, kapan bus nya akan berangkat?" tanya Sherly bosan menunggu bus bergerak. Dari tadi semuanya pada sibuk urus ini itu."Sherly, kamu bener-bener tidak sabaran sekali," tegur Karla melirik ke arah Sherly."Ih, lama sekali,"
Para guru sedang memeriksa perlengkapan para siswa yang akan dibawa ke liburan ke pantai. Termasuk barang-barang yang harus mereka bawa nanti agar tidak ketinggalan. Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh para siswa. Mereka akan berlibur ke pantai selama tiga hari tiga malam. Acara liburan ke pantai hanya diikuti oleh anak-anak kelas dua saja. Tidak semua siswa wajib ikut, diperuntukkan bagi siapa saja yang mau ikut tanpa pemaksaan. Mereka boleh memilih ikut liburan bersama atau liburan bersama keluarga. Jumlah semua yang ikut ke pantai adalah 75 orang. Lima guru pengawas ditambah 70 siswa dan siswi. Pihak sekolah sudah memesan tiga buah bus untuk perjalanan. Mereka akan dijadwalkan berangkat sebentar lagi, pada pukul 12 siang. Lamanya waktu yang diperlukan untuk tiba disana adalah selama 4 jam. Jadi mereka nanti masih sempat melihat matahari terbenam jika tidak ada kendala sama sekali selama perjalanan. "Kenapa bus nya lama sekali, sih. Sebel deh," ngomel Sherly menghent