Ochi sedang bersiap-siap berangkat mengajar, saat mendengar suara tangisan bayi dari arah kamar Elang. Ochi tadi melihat bahwa baby sitter yang biasa merawat baby Nuri, sedang membantu Bu Gading, istri Pak Elang mandi. Pak Elang pasti kebingungan disuruh mengurus bayi merah seorang diri yang sedang menangis kencang pagi-pagi.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk saja, tidak dikunci."
Ochi pun mendorong pintu kamar Elang. Ochi berusaha menahan tawa, saat melihat polisi macho seperti Elang menyanyikan lagu Aku Seorang Kapiten. Elang bernyanyi dengan suara kencang, lengkap dengan tarian ala ala militernya. Bukannya diam, baby Nuri kini malah menangis semakin kencang, yang membuat papanya jadi semakin kebingungan.
"Duh, anak cantik kok nangis sih? Suara Papa nggak bagus ya, Nak? Apalagi tariannya ya, Sayang? Mirip apa coba? Mirip ceetah ya? Ayo sini Tante gendong aja ya?
Ochi tiba di sekolah pukul 07.45 WIB. Masih ada sisa waktu lima belas menit lagi sebelum bell berbunyi. Ochi sebenarnya merasa risih sekali karena Lando terus saja mengikuti segala kegiatannya dalam diam. Rekan-rekan guru yang lain sudah tahu kalau Ochi sekarang dikawal karena menjadi seorang saksi kunci.Masalahnya sekarang adalah, pengawalnya yang seganteng Orlando Bloom beneran ini membuat mereka semua menjadi tidak berkonsentrasi mengajar karena sibuk memodusi Lando dengan seribu satu alasan. Dari mulai meminta untuk sekedar wifie bersama, sampai ada yang dengan berani meminta nomor ponselnya. Tetapi tidak ada satu pun permintaan mereka yang digubris oleh Lando. Orlando ini memang benar-benar seorang raja tega."Selamat pagi calon istri. Sudah sarapan belum? Kalau belum, ini saya bawakan nasi goreng special. Mama sendiri lho yang memasaknya."Ochi kaget saat masuk kedalam ruang guru sudah disambut oleh Raganda
"Sudah dong Pak Lando, tidak usah diulang-ulang lagi kejadiannya bisa tidak? Saya malu!!" Ochi dengan mata basah memelototi Orlando dengan kesal. Mana istri Elang sekarang ikut ngakak lagi."Maaf Bu Sean. Saya ditanya, jadi saya wajib menjawab pertanyaan atasan saya." Orlando menjawab kaku dengan posisi tubuh berdiri tegap ala militernya."Tapi kan tidak harus menjawabnya dengan kata-kata yang selugas itu? Bisa tidak kalau bahasanya di kondisikan?" Ochi masih ngotot menganggap kalau Orlando memang sengaja berniat untuk mempermalukannya."Saya belum menemukan sinonim kata alat kelamin selain peni*, Bu. Dan Saya memilih kata alat kelamin sebagai upaya agar lebih sopan untuk didengar. Apa Ibu lebih memilih saya untuk menggunakan opsi yang pertama?" Orlando memang berbicara dengan Ochi, tetapi pandangannya jauh kedepan menatap tembok.Ochi kali ini sudah tidak sanggup lagi untuk menjawab kata-kata Orl
Badai membaringkan tubuh Ochi yang pingsan di sofa panjang dan menaikkan kaki Ochi lebih tinggi sekitar 30 cm dari jantung. Cara ini akan mengembalikan aliran darahnya kembali ke otak."Lo berdua keluar dulu ya? Gue mau melonggarkan pakaian Ochi dulu biar lega." Badai bermaksud untuk membuka kemeja putih Ochi. Saking paniknya dia tidak berfikir bahwa dia belum boleh bertindak sejauh itu dengan Ochi yang belum menjadi siapa-siapanya." Maaf Pak KomJen. Apa tidak sebaiknya kita memanggil Bu Elang atau Mbok yang bekerja di rumah ini saja untuk menyalin pakaiannya Bu Sean?" Orlando tampak memandang tidak rela pada tangan Badai yang sedang berupaya untuk melepas kancing pertama kemeja Ochi."Anda ini siapa berani memerintah-merintah saya?" Badai langsung menyalak. "Saya ini polisi, sama seperti Bapak juga. Walaupun pangkat kita jauh berbeda.
"Ternyata memang benar-benar JK lah pelakunya. Saya sama sekali tidak menyangka, polisi yang dulunya begitu santun, taat dan berbakat seperti dia, bisa berubah sampai sejauh ini. Saya sungguh tidak habis pikir. Kalau dulu katakanlah itu semua demi biaya pengobatan ibunya, itu masih masuk akal. Dia terpaksa melakukannya walau pun itu tidak dibenarkan sama sekali. Tetapi sekarang untuk apa coba?"Timor Bandung I nya terlihat sangat kecewa. Badai mengerti, dulu atasannya ini sangat mengandalkan mereka bertiga. Dia, JK dan Elang memang menonjol dalam kesatuan mereka masing-masing. Mereka memiliki keistimewaan diatas rata-rata teman seangkatan mereka lainnya. Makanya prestasi mereka dengan cepat mengangkat sistem kepangkatan mereka dibanding rekan-rekan se letting nya."Tugas anda akan menjadi lebih berat lagi Pak Badai. Karena ini bisa dikatakan dengan kasus hantu yang hidup lagi. Disatu sisi kita harus mengungkapkan kebenara
Orlando terdiam. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Tetapi pendidikan di Diktuk telah membentuknya menjadi pribadi yang jujur dan taat pada perintah atasan. Bismillahirrahmanirrahim!"Ya, Pak Komjen. Saya masih mencintai Bu Sean hingga saat ini!"Badai mengepalkan kedua tangannya pada sisi tubuhnya. Sementara Elang menatap wajah Orlando seakan-akan dia memiliki tanduk di kepalanya. Gile bener ini AKBP, berani ngomong selugas dan setegas itu di depan hidung ini Badai puting beliung."Anda menganut prinsip sebelum janur kuning melengkung, Anda akan terus berjuang. Begitu maksud Anda AKBP Orlando?""Tidak Pak KomjenPol! Saya berprinsip selama namanya belum tertulis di batu nisan, selama itu juga saya akan berjuang!"Savagee! Kali ini Elang bahkan langsung menarik tubuh Badai yang seketika ingin menerjang ke arah Orlando. Kejujuran Orlando malah seperti bensin yang menyambar
Ochi berjalan dengan pikiran linglung. Semua kesadarannya lenyap diserap habis oleh ciuman dahsyat Badai di dalam ruangan Raga tadi. Ochi tidak menyangka bahwa dibalik sifat kaku militer Badai, ternyata ada darah panas yang tersimpan juga di sana. Bibir Ochi sampai terasa bengkak dan menebal karena di habisi dengan ganas tadi. Pacaran sembilan hari paling cuma dicium di kening dan pipi. Ini sekalinya dicium dibibir. Malah live show di depan orang lain. Pak Polisinya ini memang benar-benar sesuatu sekali."Kenapa kamu diam saja, sayang? Kurang ciumannya? Mau nambah lagi? Oke, sini." Badai menarik tubuh Ochi merapat pada dadanya saat mereka sudah sampai di tempat parkir."Udah dong Pak, malu!" Ochi menepis wajah Badai yang sudah mendekati wajahnya dan langsung saja masuk kedalam mobil."Malu kenapa?""Masih nanya lagi? Malu karena Bapak mencium saya dengan sepanas itu di hadapan orang lain.
"Ibu sehat Mas, tapi ayah sekarang duduk di kursi roda. Ayah mengalami kelumpuhan. Sekarang sih sudah mulai sering ikut terapi. Kalau sedang ada rezeki berlebih, batin Ochi. Mas Raka kenapa bisa ada di sini?" "Ya bisalah. Mas Raka kan suami saya!" Tari bangkit dari sofa dan menggelayuti lengan Raka. Tatapannya semakin tidak bersahabat saja kepada Ochi."Mas kenal sama guru TK ini? Kenal di mana, Mas? Udah lama kenalnya?" Tari tampak begitu penasaran melihat kedekatan suaminya dengan Ochi."Kenal sekali. Mas tetangga lama Ochi. Rumah kontrakan mas dulu satu dinding dengan rumah Ochi. Kami semua dekat sekali bagai keluarga sendiri. Apalagi di keluarga Pak Darmawan tidak ada laki-laki. Hanya beliau sendiri. Mas sudah dianggap beliau sebagai putra sendiri."Lo kenal sama Lando juga dong, Rak?" Kali ini Badai langsung siap siaga berdiri disamping Ochi. Dia tida
Ochi merasa banyak sekali suara-suara berdengung di sekitar kepalanya. Seperti ada beberapa orang yang sedang bercakap-cakap secara bersamaan. Ochi ingin sekali melihat siapa saja orang-orang itu. Ochi juga rasanya ingin sekali membuka matanya. Tetapi entah mengapa matanya amat sangat sulit untuk terbuka. Ochi mengerahkan seluruh kekuatannya, mencoba untuk bangun. Tetapi tetap saja dia tidak kuasa. Ochi seperti mendengar suara seseorang yang terus saja memanggil-manggil namanya. Dia mendengarnya. Tetapi dia tidak bisa untuk menjawabnya. Semua tubuhnya sakit dan kaku, Dia tidak bisa bergerak sama sekali."Guh, ini pacar gue kenapa nggak sadar-sadar sih? Kita bawa ke rumah sakit aja ya? Nanti kalau dia kenapa-kenapa gimana coba? Lo mau tanggung jawab?"Badai kesal sekali saat Dokter Teguh terlihat santai-santai saja sementara wajah Ochi sudah mulai membengkak dan memar-memar semua. Bibirnya luka-luka terkena bogem mentahnya. Hidungnya yang p