"Lho ada pak polisi juga ada disini? Silahkan duduk, Pak. Mau dipesankan apa? Kopi atau teh?" Pak Darmawan yang telah selesai menjalani terapi merasa senang melihat Badai ada diantara anaknya dan Raga.
"Tidak usah repot-repot Pak Darmawan, nanti biar saya pesan sendiri." Badai sedikit menundukkan kepalanya pada ayah Ochi.
"Ayo Ochi, itu calon suami mu disuruh duduk dulu."
Bu Ranti menunjuk dua buah kursi kosong yang memang sepertinya disiapkannya untuk tempat duduk Ochi dan Raga.
"Ayo Pak, duduk disini." Ochi menarik lengan Badai dan mendudukkannya disamping nya.
"Lho Ochi, ibu menyiapkan kursi itu khusus untuk calon suamimu. Bukan untuk bapak polisi ini!" Bu Ranti mulai memperlihatkan raut wajah tidak suka.
"Ya berarti sudah benar dong Bu kursinya. Pak Polisi Badai Putra Alam inilah calon suami Ochi Bu, Yah."
Ochi menjawab tegas. Tetapi tidak urung suaran
Ochi memandang nanar Badai melalui tirai air matanya. Nyaris sulit untuk bisa dipercaya bahwa laki-laki sesempurna pak pacar nya ini mencintainya sedalam itu. Entah mengapa tiba-tiba ada rasa gentar merasukinya. Dia tidak percaya diri kalau ternyata memang ada orang yang tidak memiliki setitik pun pertalian darah dengannya, ternyata mencintainya sedalam itu. Cinta memang gila, logika seakan tercampak jauh bila sedang berdekatan dengannya."Boleh saya menanyakan sesuatu hal yang agak memalukan pada bapak?""Tentu saja. Masalah memalukan atau tidak itu kan tergantung persepsi sudut pandang masing-masing. Santai saja, sayang. Tanyakanlah.""Mengapa bapak mencintai saya?""Bukankah dulu saya sudah pernah menjawabnya? Mengapa sekarang kamu mempertanyakannya kembali sih mbak pacar? Kurang yakin, kurang mesra atau kurang panas?"Badai mulai semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Ochi hingga hidu
HUAAAAAA!!!!"P—Pak KomJen Fatah, kenapa B—Bapak bisa ada di sini? D—dan kenapa Bapak tidak pakai baju sama sekali sih? Bapak salah masuk kamar ya? Ini kamar sudah di pesan sama Pak Pac— Pak Badai." Ochi kaget dan mendorong Fatah jijik. Ia tidak menyangka Fatahlah yang bersamanya saat ini. Bukan Badai."Pak Badai ini juga bagaimana sih? Katanya mau ngasih kejutan sama saya. Tetapi saya tungguin sampai ketiduran, tapi Bapaknya malah nggak datang-datang juga. Sekalinya datang kenapa kesannya jadi seperti menggerebek saya di acara BUSE*? Emangnya saya jualan yang 80 juta apa?"Ochi dengan wajah kebingungan menatap bolak balik antara wajah pias Badai dan wajah serba salah Fatah.Badai sama sekali tidak menjawab pertanyaan Ochi. Tetapi dia malah meraih ponsel dan mulai menelepon. Ochi yang merasa dianggap angin lalu, mulai mengoceh.
"Nih baca hasil print out line lo semalam Dai!"Elang melemparkan amplop berisi hasil print out chat Elang dari salah satu provider ponsel selama seminggu yang lalu. Setelah menginterogasi Oceania semalaman, Elang tahu bahwa ada yang memanipulasi kejadian tadi. Dia langsung gerak cepat pagi-pagi dan memanfaatkan posisinya sebagai seorang penyidik ke provider. Inilah hasilnya di tengah hari. Kasus taik kucing begini aja bisa membuat seorang Badai mati logika gara-gara cemburu buta."Seperti ini lah akhirnya kalau lo mencampur adukkan masalah pekerjaan dan asmara. Kalau saja ibu Oceania itu bukan pacar lo, lo pasti bisa berfikir lebih rasional dan koheren. Apa mungkin Ibu Oceania ujug ujug main kuda kudaan di hotel yang dia jelas tahu ada lo disana?Lagi pula Pak Fatah itu orang nya kan takut banget sama yang namanya skandal. Dia selalu main cantik orangnya. Kala
"Hah! Ini maksudnya bagaimana ya? Pak Madjid dan Bu Azizah mau melamar Ibu Oceania? Sekarang?!!"Elang sampai cengo sebentar. Setelah merasa mendadak tua karena mempunyai dua orang anak perempuan akibat Ochi sekarang tinggal di rumahnya, kini dia merasa seperti Bapak yang kebingungan karena anak gadisnya mau dilamar orang."Ini... ini bagaimana ceritanya sih Pak Fatah? Ini sungguh-sungguh atau April mop ya? Padahal kan bulan April masih lama.""April mop apaan? Aparat seperti kita pakai acara April mop yang ada pada kena demosi semua."Badai tidak tahan untuk tidak menyahuti kata-kata Elang. Tangannya bahkan sudah memegang glock 17 yang tersimpan rapi pinggangnya."Sebentar. Coba lihat ini."Pak Madjid mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan sesuatu yang membuat Elang memelototkan matanya. Disana ada gambar Fatah yang sedang dala
"Adek mau langsung pulang ya ini? Atau mau singgah ke mall dulu beli kado untuk acara ulang tahun murid adek tanggal 16 nanti?"Orlando menyetir dengar hati-hati. Walaupun dia sedang berbicara, tapi pandangannya tetap lurus kedepan, berkonsentrasi penuh dijalur lalu lintas. Memang lah Orlando ini polisi yang lurus selurus-lurusnya."Oh iya, ke mall depan dulu ya, Bang. Adek mau beli boneka buat Deasy sebentar."Tanggal 16 besok, anak didiknya ada yang berulang tahun disalah satu gerai makanan siap saji. Sebagai gurunya tentu saja Ochi diundang dan dia pasti akan datang. Daisy berkali-kali mengingatkannya untuk datang, karena nanti ada badut sulap katanya.Badai dan Elang hari ini sangat sibuk karena kantor mereka akan mengadakan acara tahunan HUT TNI. Aneh bukan acara HUT TNI tapi diadakan dikantor polisi? Ternyata acara seperti ini memang sengaja diadakan sebagai bentuk apresiasi sinergi
"Lang, lo masih di mall kan sekarang?"Iya. Untung aja si Gading mempercayai kata-kata gue. Gila bener itu si Arini. Kalau bukan perempuan, udah gue ratain tuh mukanya!"Bagus deh. Lang, sekarang lo secepatnya kearah perempatan jalan dekat restaurant kakak ipar gue. Orlando diikuti OTK sejak dari parkiran mall."Ck! Lo lupa siapa Orlando? Mengendarai tank Leopard 2 dengan mesin twin turbo V12 MTU MB 873 Ka-501 seberat 62,3 ton aja dia khatam, apalagi cuma mobil doang. Berasa naik bom bom car aja dia itu, Bro. Santai aja nggak usah panik gitu."Kalau cuma Orlando didalam mobil itu nggak masalah, Kampret. Ada Ochi didalamnya dan... anak lo, Nuri."Bajiruttttt!!! Oke apa rencana lo! Cepetan!!! "Orlando akan berkendara ke a
"Kenapa Ochi? Ochi?!! Kamu kenapa sih Sayang?"Badai heran saat melihat Ochi seperti orang ketakutan dan menatap ngeri pada sebuah kertas origami berbentuk burung. Origami berbentuk burung? Astaga!! Jangan-jangan?!!"Berikan origami itu, Ochi." Saat origami berpindah tangan, otak Badai langsung berpikir cepat. Ingatan photografinya langsung bekerja. Potongan kilasan-kilasan masa lalu mulai bermunculan di benaknya.Kalo suatu hari gue kesel sama senior-senior dan atasan-atasan songong ini, bakalan gue bom mereka ini semua pada saat lagi ngumpul rame-rame. Biar matinya berjamaah. Hahahaha...Gue benci banget tuh sama orang-orang TNI dan segala angkatannya. Seperti mereka saja yang bisa perang. Dari mulai doktrin Catur Dharma Eka Karma sampai doktrin Tri Dharma Eka Karma, kelakuan mereka semua itu sama saja. Asal ngomong pasti tugas merekalah yang paling mulia dibandingkan dengan kita. Karena mer
"Dai, Bu Ochi. Syukurlah kalian berdua selamat. Hebat lo Dai, main solo tapi berhasil mengevakuasi sebegitu banyaknya manusia dengan begitu cepat tanggap. Noh! Itu Pak Fatah ngeliatin adegan romantis sedih plus berdarah-darah kalian dari pinggir jalan. Gue nggak tahu juga sih maksud yang ada dihati dia itu apa. Ya kita kan juga udah pada tahu, dia itu makhluk species bunglon. Keberpihakannya tidak terduga dan bisa nemplok dimana aja.Tapi satu hal yang pasti, lo pasti bakal naik pangkat, Man!!! Selamat ya?!!"Elang menepuk-nepuk punggung Badai dengan keras. Salut dengan keberanian dan totalitas Badai terhadap tugas yang diembannya sebagai polisi pelindung masyarakat."By the way, koq lo bisa-bisanya sih buat adegan TOP GUN ala ala Tom Cruise and Kelly McGillis yang legendaris itu ditengah kekacauan begini? Kalau di film-film hollywood sana udah dibuat scene slowmotion dengan lat