Share

Chapter 3

Ochi melongo. Sepertinya hari ini dia sedang benar-benar diuji. Bayangkan saja, sudah ditinggalkan calon suami, gedung pernikahan di ledakkan, ini masa apartemennya juga dibakar! Masyaallahhh emang nya dia salah apa coba? Dia ini bukan politikus, artis atau pun anak orang kaya yang kemungkinan memiliki hatersnya bejibun. Dia ini cuma anak seorang mantan supir dan juga berprofessi sebagai seorang guru TK biasa saja. Kematiannya juga tidak akan mempengaruhi apa-apa dan siapa-siapa.

"Kenapa harus pulang kerumah, Bapak? Saya kan masih punya orang tua. Saya akan pulang kerumah orang tua atau kakak saya saja."

Badai menggelengkan kepalanya sambil berkata," tidak bisa. Karena si peneror ini pasti sudah menyelidiki orang-orang terdekat Anda. Buktinya dia bisa membakar apartemen anda  seperti membakar sampah saja." Badai mulai memberikan gambaran logis tentang gawatnya situasi saat ini pada  Ochi.

"Be—begitu ya?" Ochi menjawab tergagap. Dia speechless. Dalam waktu sehari saja hidupnya sudah berantakan semua.

"Tapi kita akan singgah sebentar kerumah orang tua kamu dulu. Ada yang harus Saya tanyakan dengan mereka sebagai saksi sebelum gedung diledakkan. Itu memang prosedur dari kepolisian. Sekalian saya juga ingin minta izin kepada orang tua anda perihal pengamanan sementara anda dengan tinggal di bawah perlindungan institusi saya. Sekali pukul dua masalah terselesaikan sudah."

Badai berbicara dengan nada yang begitu dingin dan datar. Seolah-olah segala kemalangan bertubi-tubi yang dialami oleh Ochi bukanlah sesuatu hal yang penting baginya.

"Memang cara bekerja anda yang begitu tidak punya empati terhadap masalah orang lain, atau memang para penegak hukum harus heartless seperti sikap anda ini?"

Ochi tidak suka melihat cara bekerja Badai yang terlihat dingin dan terstruktur tanpa sedikit pun ada unsur empati didalamnya. Sedikit senyum ramah atau tepukan dibahu pasti akan membuat Ochi merasa lebih terhibur.

"Apa yang anda sebut dengan heartless itu kami menyebutnya sebagai kode etik dan efisiensi kerja. Sekarang sebutkan alamat rumah orang tua anda. Saya tidak suka kalau disetiap perempatan jalan harus selalu membangunkan Anda hanya demi mencari jalan yang benar."

Setelah menyebutkan alamat rumah orang tuanya, Ochi pun kembali menyandarkan tubuhnya dalam-dalam ke jok mobil sambil memejamkan matanya. Kali ini dia ingin benar-benar tidur dan melupakan semua masalahnya sehari ini.

Badai terdiam termangu setelah berhenti pada alamat rumah yang disebutkan oleh Ochi tadi. Dia merasa ada yang salah disini. Mengingat gedung pernikahan mewah yang hanya bisa di booked oleh orang-orang yang keadaan finansialnya sudah grade super premium, rumah ini sangat sederhana. Jauh dibawah ekspektasi nya. Jangan-jangan alamat ini salah. Badai melirik pada sipengantin yang ditinggal dengan tatapan miris. Dia masih tertidur dengan pulasnya. Badai perlahan melepaskan borgol dikedua tangan Ochi. Mengelus-elus sebentar pergelangan tangan yang tampak agak memerah itu agar aliran darahnya kembali lancar.

Elusan tangan Badai membuat Ochi langsung terjaga dan mendelikkan matanya.

"Apa yang anda lakukan, Pak Polisi? Anda mau melecehkan saya didepan rumah orang tua saya sendiri?"

Ochi segera menepiskan tangan Badai dengan kasar. Ochi paling membenci laki-laki yang mesum. Mas Banyu nya saja tidak pernah diizinkan oleh Ochi untuk memesrainya secara berlebihan. Walau pun terkadang Mas Banyu nya sampai sakit kepala karena menahankan hasratnya yang tidak terlampiaskan. Tetapi Ochi telah berjanji kepada diri sendiri bahwa hal-hal seperti itu tidak boleh dilakukan sebelum mereka sah sebagai pasangan suami istri. Dan polisi buluan yang cuma dikenalnya dalam waktu kurang lebih setengah jam ini sudah seenak udelnya saja mengelus-elus pergelangan tangannya.

"Maaf ? Anda bilang apa tadi? Melecehkan Anda? Sekarang lihat baik-baik pergelangan tangan anda. Lihat saya bilang!"

Ochi pun mulai memperhatikan kedua pergelangan tangannya yang memerah dan tampak tertekan besi borgol hingga berbekas seperti gelang dikedua tangannya.

"Saya hanya mencoba membantu melancarkan peredaran darah dipergelangan tangan anda agar menjadi lancar kembali. Bukan melecehkan anda. Anda ini sangat suka sekali mengambil kesimpulan sendiri dan cenderung negative thinking terus menerus. Tidak capek apa mengarang bebas terus?"

"Maaf."

Ochi hanya mengucapkan satu patah kata. Dia adalah type orang yang tidak malu untuk meminta maaf duluan kalau memang dia salah. Itu adalah hal wajib yang selalu dia ajarkan pada murid-muridnya. Dan sebagai seorang guru, dia pun selalu mempraktekkan  kapan saat harus ia harus meminta maaf.

Badai terdiam. Luar biasa. Kamus wanita tidak pernah salah dan selalu tidak pernah mengaku salah ternyata tidak berlaku pada ibu guru yang lurus ini. Banyu memang bodoh!

"Assalamualaikum."

Dengan bahu yang mulai ditegak-tegakkan Ochi mengucapkan salam. Dia tidak ingin ayahnya yang sedang sakit menjadi bertambah terpuruk keadaannya. Cukup dia saja yang hancur lebur, jangan kedua orang tuanya.

"Walaikumsalam."

"Astaga Ochi, kamu kenapa lama sekali baru menghubungi ibu sih? Apa Banyu sudah menghubungi kamu, Nak? Dia ada dimana sekarang?"

"Astaga ibu, mengapa ibu malah menanyakan keadaan Mas Banyu duluan sih? Mengapa ibu tidak bertanya tentang keadaan Ochi? Apakah Ochi sedih, malu atau kece—"

"Ibu lihat kamu kan keadaannya baik-baik saja. Makanya ibu merasa tidak perlu menanyakannya lagi. Ochi, Ibu tahu kamu marah, Nak. Tapi—"

Ochi menaikkan sebelah tangannya kepada Ibunya. Memohon agar ibunya berhenti berbicara. Ochi sangat tidak percaya kalau ibunya jauh lebih mengkhawatirkan keadaan calon suami sialannya itu dibanding dengan dirinya sendiri. Anak kandungnya.

"Marah? Bu seharusnya ibu juga marah pada Mas Banyu karena dia sudah mempermalukan Ochi

Bu, anak kandung Ibu. Tidak bisakah ibu marah padanya demi Ochi, Bu?"

Ochi mengguncang-guncang kedua tangan ibunya meminta perhatian . Begitu inginnya ia dibela oleh ibunyw sendiri, alih-alih malah membela calon menantu keparatnya itu.

"Tentu saja ibu marah, Ochi. Tetapi marah nya ibu itu marah yang memakai akal sehat. Kamu harus memaafkan Banyu ya, Nak? Mungkin Banyu hanya masih bingung dengan keputusan yang dia ambil. Karena bagi laki-laki keputusan untuk menikah itu bukan hal yang main-main."

"Jadi bagi perempuan menikah itu adalah hal yang main-main? Begitu maksud ibu? Kenapa sih ibu tidak pernah membela Ochi sekaliiii saja, Bu?"

"Karena kalau ibu tidak membela Banyu, kita semua akan jadi gelandangan. Paham kamu, Ochi?"

"Maksud ibu a—apa?" Otak Ochi mulai berfikir keras. Pemikiran tentang sesuatu mulai menciutkan perasaannya. Jangan bilang kalau—

" Semua yang ada di dalam pikiran kamu itu benar Ochi. Banyu lah yang selama ini menopang hidup kita. Dia lah yang membeli apartemen itu untuk kamu, alih-alih menyewanya. Dia juga yang sudah membeli rumah ini. Membiayai pengobatan dan terapi kaki ayahmu. Bahkan biaya hidup ayah dan ibu sehari-hari semua dia yang menanggungnya, Nak. Maafkan ibu kalau selama ini membohongimu. Tapi kita kan memang butuh uang untuk hidup. Apalagi sejak ayahmu lumpuh dan tidak bisa menyopiri ayahnya lagi. Banyu lah yang mengurus hidup kita selama hampir tiga tahun ini, Ochi."

Ochi langsung jatuh terduduk. Berarti benar! Kedua orang tua Mas Banyu tidak pernah menyetujui hubungan mereka berdua karena mengganggap Ochi hanya akan memanfaatkan harta benda Banyu saja. Dan itu ternyata benar adanya!

" Tapi Ochi tidak bisa, Bu. Ochi bahkan tidak ingin melihat muka Mas Banyu lagi. Ochi benar-benar merasa ditelanjangi didepan orang banyak, Bu. Mas Banyu bahkan sudah membuat Ochi viral didunia maya dengan caption mempelai yang tertinggal. Ochi tidak sanggup untuk melanjutkan hubungan ini, Bu. Tidak sanggup!!"

"Kalau begitu kamu tidak ingin ayah kamu sembuh hah? Jangan egois Ochi?!" Ibu nya mulai marah. Kehilangan sumber pundi-pundi emasnya membuat Ibunya gelap mata.

"Ayah tidak perlu di terapi dirumah sakit lagi. Toh ayah disana cuma di tatah tatah berjalan seperti anak belajar jalan saja, koq. Dirumah ayah juga bisa melakukannya sendiri. Jadi kita tidak perlu uang Banyu lagi untuk kerumah sakit. Ayah setuju denganmu, Nak. Kamu tidak perlu lagi berhubungan dengan laki-laki pengecut itu selamanya. Seorang laki-laki itu yang dipegang kan kata-katanya. Kalau bibir baru berucap dan masih basah, namun langsung dilanggar apa itu namanya? Ayah tidak rela kalau kamu menghabiskan waktu mu dengan laki-laki seperti itu."

EHEMMM!!

Badai berdeham. Saling serunya mereka bertiga beradu pendapat, mereka bahkan sampai tidak sadar telah menganggurinya.

"Selamat siang Bapak dan Ibu. Saya Badai Putra Alam, petugas dari DENSUS 88. Saya ingin mengabarkan bahwa gedung pernikahan putri bapak dan ibu baru saja diledakkan oleh orang yang tidak dikenal. Dan diduga sepertinya ada orang yang ingin mencelakai putri bapak karena apartemen putri bapak juga terbakar tiba-tiba. Kami menduga itu juga ada kaitannya dengan peledakan gedung pernikahan anak bapak sebelumnya.

Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, maka kami akan mengamankan putri bapak dalam pengawasan divisi kami. Jadi untuk sementara waktu putri bapak akan tinggal tinggal ditempat yang kami sediakan. Setelah situasi dan kondisi aman terkendali atau minimal kondusif, putri bapak akan kami kembalikan dalam pengawasan bapak dan ibu sebagai orang tua nya."

Badai menjelaskan maksud dan tujuan kedatangannya dengan singkat, padat dan jelas. Sepertinya efisiensi adalah nama tengahnya. Kedua orang tua Ochi tampak shock. Mereka sama sekali tidak menduga akan terjadi hal yang luar biasa seperti ini.

"Tetapi apakah pantas kalau anak saya tinggal di tempat yang akan anda sediakan? Anak saya ini kan perempuan. Belum lagi kalau calon suaminya nanti marah." Bu Ranti tampak keberatan kalau anak gadisnya nya akan ikut ketempat perlindungan Badai. Bagaimana pun anaknya kan seorang perempuan.

"Putri ibu bukan akan tinggal bersama dengan saya. Tetapi dia akan tinggal di rumah kakak ipar saya yang hanya berjarak beberapa blok saja dari rumah saya. Ibu tidak usah khawatir. Team kami sedang menyelidiki mata rantai semua kejadian ini. Mudah-mudahan dalam waktu beberapa hari lagi, putri Ibu sudah bisa kami pulang kan kembali." Kedua orang tua Ochi terdiam. Keadaannya memang sedang berbahaya.

"Kalau begitu saya akan mengganti pakaian saja dulu sebentar, Pak Badai. Bu, baju-baju lama Ochi masih ada di lemari yang biasa tidak, Bu?" Ibunya mengangguk. Tanpa membuang waktu lagi Ochi segera masuk kedalam kamar lamanya dan berganti pakaian.

Sepuluh menit kemudianOchi telah mengganti pakaian pengantinnya dengan gaun rumah sederhana. Wajahnya polos tanpa sentuhan make up sedikitpun. Bahkan rambutnya hanya di kuncir buntut kuda. Terkadang Badai heran sendiri, untuk apa para wanita sampai membayar mahal para make up artist, kalau ternyata wanita terlihat jauh lebih cantik manusiawi dengan riasan sederhana. Buang-buang uang saja bukan?

"Saya titip anak saya ya, Pak Polisi. Tolong dijaga dan dilindungi keselamatannya." Pak Darmawan mendorong pelan kursi rodanya dan menepuk pelan bahu Badai.

"Siap, Pak!" Badai menjawab dalam sikap militer seorang polisi.

"Ochi, bagaimana kalau nanti Mas Banyu mu menelepon dan mencarimu, Nak. Ibu harus bilang apa coba?" Ibunya masih saja terlihat tidak rela melihat Ochi dibawa pergi oleh Badai.

"Katakan saja bahwa Ochi sudah kawin lari dengan seorang perwira polisi!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status