Share

Chapter 2

"Begini saja, saya akan mengantarkan anda pulang, tetapi anda harus menjawab beberapa pertanyaan saya lagi selama diperjalanan. Deal or no deal?"

Badai tahu bukan perkara mudah ditinggalkan calon suami ditengah-tengah meriahnya pernikahan. Bahkan menurutnya Ochi termasuk cukup hebat dengan tidak mengalami hysteria yang berlebihan. Kalau wanita yang lain pasti sudah mengamuk dan mengacak-acak gedung pernikahan. Wanita itu ternyata cukup kuat walau wajahnya selalu terlihat ingin menangis.

"Ok deal."

"Mari ikut saya. Mobil saya diparkir disana." Badai berjalan cepat melintasi jalan setapak menuju ke arah gerbang gedung.

Katanya saja polisi, abdi negara yang taat. Tetapi memarkir mobil saja sembarangan. Ochi yang seumur hidupnya menyukai keteraturan tidak tahan untuk tidak menyuarakan pendapatnya.

"Maaf pak polisi. Bukannya seharusnya anda parkir ditempat yang sudah disediakan, yaitu di dalam basement sana. Ini mengapa Anda malah parkir melintang di depan gedung seperti ini? Bukannya saya bermaksud untuk menggurui, tetapi sebagai seorang abdi negara sikap arogansi itu tidak baik terlalu diumbar-umbar dimuka umum. Jangan karena nila setitik, rusak susu sebelanga."

Ochi adalah seorang guru TK. Dia tidak tahan kalau melihat ada sesuatu yang menyimpang dari jalurnya, tetapi malah dia masa bodohkan. Ochi bukanlah orang yang membudayakan sikap pembiaran. Dia ini adalah seorang guru. Kalau bukan orang-orang dengan professi seperti dirinya yang mencoba meluruskan atau minimal menasehati orang yang berbuat kesalahan, mau jadi apa negara ini kelak bukan?

Badai yang baru saja masuk kedalam mobil, memandang penuh spekulasi pada wajah sendu tapi ternyata cukup cerewet dihadapannya ini. Dia berpikir seharus nya dia mengabaikan saja kata-kata celaan pengantin yang ditinggal ini. Tetapi dia adalah seorang polisi. Pantang baginya meninggalkan kesan membiarkan orang berfikir yang salah tentangnya.

"Saya ini seorang polisi, Bu. Efisiensi kerja dan faktor keselamatan tentu juga menjadi salah satu bahan pertimbangan saya. Begini, gedung yang baru saja di ledakkan itu mempunyai kemungkinan bisa runtuh sewaktu-waktu akibat dahsyatnya ledakan dan daya getar nya. Mungkin saja gedung di dalam basement terlihat baik-baik saja, tetapi komponen bagian dalamnya hancur. Hanya saja itu tidak terlihat jelas dari luar. Dan untuk mencegah terjadinya kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi, seperti kemungkinan mobil saya tertimbun teruntuhan gedung misalnya, makanya saya sengaja parkir didepan gedung. Tidak ada sedikit pun maksud saya untuk mempertontonkan sikap arogansi saya. Semua itu saya lakukan hanya demi untuk kepraktisan bergerak saja. Tidak lebih, tidak kurang. Sudah jelas, Bu?"

"Jelas dan masuk akal. Hanya saja, saya kan tidak mengatakan kalau anda harus parkir di basement gedung yang sudah di bom tadi, akan tetapi digedung yang sebelahnya lagi. Biasakan untuk mendengar sampai selesai kalimat seseorang dalam setiap pembicaraan. Baru anda menjawabnya."

Ochi membuka mobil setelah Badai menekan remote dan kunci mobil yang di lock otomatis terbuka. Setelah Ochi duduk dengan tenang dan memasang sabuk pengaman, barulah Badai menyusul masuk dan duduk di kursi pengemudi. Ochi melihat Badai memanjangkan lengannya dan meraih tas ransel yang tergeletak di kursi belakang. Setelah merogoh-rogoh sejenak ia pun mengambil sebuah ponsel lagi. Sepertinya ponselnya yang pertama tadi telah kehabisan daya. Ochi mendengar Badai membicarakan masalah angka-angka yang tidak di mengertinya dengan seseorang. Sekitar tiga menit kemudian ia menutup telepon dan kembali menelepon seseorang. Sepertinya ia mengatakan pada anak buahnya yang ada di dalam gedung bahwa ia akan mengantarkannya pulang dengan mobil pribadinya. Ochi ingat, polisi yang satu ini memang tidak keluar dari mobil khusus tadi. Tetapi dia memang mengendarai mobil sendiri. Mereka baru berkendara sekitar lima menit saat Badai sepertinya sudah tidak sabar untuk menginterogasinya lagi.

"Bu Oceania. Apakah saat--"

"Tolong jangan menanyai saya dulu. Saya ingin beristirahat sejenak selama anda menyetir. Oh ya, jangan melanggar rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan. Jadilah polisi yang baik." Ochi langsung menyenderkan kepalanya pada jok mobil dan memejamkan matanya.

Badai mendengus, kenapa rasanya jadi sipengantin yang ditinggal ini yang mendadak polisi? Katanya capek mau istirahat, tetapi dari tadi cuma dia saja yang sibuk berbicara. Unfaedah lagi topiknya!

" Selain anda dan calon suami anda, siapa saja yang seharusnya ada didekat-dekat anda saat akad akan berlangsung? Kalau calon suami anda hadir dan pernikahan anda tadi terlaksana, maksud saya. Karena menurut anak buah saya, pusat ledakannya itu tepat ditempat ijab kabul." Polisi ini kembali bersuara. Sepertinya ia belum puas untuk menginterogasinya.

"Bapak penghulu, saya, calon suami tidak tahu diri itu, dan kedua orang tua Saya." Ochi menjawab masih dalam posisi tiduran dan mata terpejam.

"Kedua orang tua anda. Lalu kedua orang tua mempelai pria. Apakah mereka tidak datang?" Ochi menghela nafas panjang. Topik yang sensitif untuk saat ini.

"Mereka tidak datang. Saya bukanlah menantu yang mereka harapkan." Sahut Ochi lirih.

"Oke, tolong sebutkan nama dan alamat calon suami tidak tahu diri anda itu."

"Banyu Biru Siliwangi, Pondok Indah Blok A7."

"Jadi kamu adalah laut biru nya si Banyu?" Badai seperti menggumam sendiri. Tidak menyangka kalau calon suami tidak tahu diri nya wanita ini adalah Banyu, sahabat nya waktu SMP dulu. Hanya saja setelah lulus SMP mereka pun lost contact.

"Kalau ingin bertanya, usahakan dengan nada dan intonasi yang benar. Bisik-bisik itu tidak sopan dan sama sekali tidak beretika. Selain itu, saya juga tidak dengar!" Ochi menjawab datar. Badai menghela nafas kesal. Perempuan ini taktis sekali. Setiap kata-kata yang dikeluarkannya selalu saja membuat Badai dongkol. Semakin cepat tugas ini selesai, maka semakin baik untuk menjadi ke stabilan emosinya.

"Apakah anda mempunyai mantan kekasih, Bu? Atau siapa saja yang kira-kira tidak senang dengan pernikahan anda?"

"Saya tidak punya mantan kekasih sama sekali. Pacar pertama saya ya calon suami tidak tahu diri itu saja."

"Apa alasan dia membatalkan pernikahan kalian?"

"Sudah saya katakan, saya tidak tahu. Anda harus menanyakan nya sediri pada Mas Banyu. Laki-laki dan pemikirannya merupakan suatu misteri dalam hidup saya."

"Mungkinkah dia membatalkannya karena dia ada hubungannya dengan peristiwa peledakan gedung itu?" Tanya Badai lagi.

"Tidak. Mas Banyu bukan type orang yang seperti itu. Dia baik, setidaknya sebelum dia meninggalkan saya sendirian begitu saja digedung pernikahan hari ini."

"Saya selalu terbuka terhadap segala kemungkinan, Bu. Didunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Anda juga tidak menyangka akan ditinggalkan sendirian pada saat akad nikah bukan?" Badai menjawab datar. Wajah Ochi langsung memerah.

"Anda mengejek atau menyukuri keadaan saya pak polisi?" Ochi langsung membuka matanya dan duduk tegak.

"Tidak keduanya. Tidak ada untung nya bagi saya untuk mengejek ataupun mensyukuri keadaan anda. Tetapi musuh anda pasti mengatakan YA. Musuh anda pasti ingin sekali melihat kehancuran anda." Ochi mendengus. Polisi ini tidak ada sedikit pun menunjukkan rasa simpati sama sekali. Dasar batu!

"Mas Banyu orang yang sopan dan baik. Dia tidak mungkin ingin mencelakai saya."

"Alright. Kalau begitu kita lepaskan saja kemungkinan itu untuk satu hari ini.

"Pekerjaan anda adalah sebagai seorang guru TK bukan? Apakah ada konflik dengan rekan kerja, guru-guru dan staff lain atau orang-orang yang sering bersinggungan dengan anda misalnya?"

"Tidak ada pak polisi. Orang-orang yang sering bersinggungan dengan saya itu adalah murid-murid saya yang semuanya masih berusia balita."

"Ada ancaman? Dari wali atau orang tua murid misalnya." Ochi mendesah kesal. Makin lama dia merasa pembicaraan makin melebar kemana-mana.

"Tidak ada pak polisi. Anda pikir saya tidak menyadari kalau saya punya musuh? Huh?"

"Belum tentu."

"Anda sedang berusah membuat saya ketakutan atau bagaimana ini?"

"Saya cuma meminta anda untuk melihat diri anda sebagai orang luar. Coba periksa kembali kehidupan pribadi anda. Pikirkan orang-orang yang mungkin tidak menyukai anda. Lepaskan saya dalam hal ini. Karena walaupun saya juga tidak menyukai anda, tetapi saya baru mengenal Anda setelah bom itu meledak. Tolong maksimal kan kinerja otak anda."

Kali ini Ochi tidak tahan lagi. Dia langsung saja memukuli dada sang polisi sekuat tenaga. Saat ini sebenarnya dia butuh pelampiasan dan sedikit rasa simpati. Tetapi mengapa polisi berhati batu ini tidak menyadari. Mobil tiba-tiba berhenti. Dan tanpa mengatakan apa-apa polisi itu menahan pukulan Ochi dengan satu tangan dan memborgol kedua tangannya sekaligus!

"Anda sudah gila atau bagaimana? Mengapa anda memborgol saya? Saya kan bukan seorang penjahat?!"

"Ini adalah tindakan preventif yang harus saya lakukan sebelum anda menjadi lebih brutal lagi." Sahut Badai kalem. Ochi merasa darahnya mendidih tiba-tiba. Polisi ini belum tahu seberapa mengerikannya kalau seorang wanita marah!

Ochi dengan geram langsung saja menggigit lengan Badai sekuat-kuatnya. Dia pikir setelah memborgol kedua tangannya Ochi tidak bisa berbuat apa-apa? Huh yang benar saja!

"Jangan coba-coba memancing emosi saya, karena apa bila saya membalas, maka saya akan memilih bagian yang lain dari tubuh anda untuk saya gigit. Mengerti?!" Badai menekan rahang Ochi dengan kesal. Gadis ini sikapnya tidak terduga sama sekali.

"Apa anda sebagai seorang polisi tidak pernah memakai perasaan dalam menginterogasi seseorang sehingga terlihat lebih manusiawi?"

"Kalau kami para penegak hukum lebih mengutamakan perasaan dibanding dengan logika dan alat bukti, bisa hancur negara ini!"

Brakkk!!! Brakkk!!

Ochi kaget saat ada sebuah mobil secara sengaja menabrak mobil mereka dan terus berusaha mendorong mobil mereka sampai ke ujung jalan. Badai dengan sigap berusaha mengendalikan kemudi dan bertahan agar mobil nya tidak keluar jalaur dan menabrak warung penjual nasi disamping mobil mereka. Setelah menabrak mobil mereka, mobil itu pun meluncur cepat meninggalkan mereka disertai dengan kepulan asap dari knalpot mobilnya.

"Anda masih berani bilang kalau anda tidak punya musuh sama sekali setelah mobil itu nyaris menabrak kita? Demi Tuhan! Gedung diledakkan, mobil ditabrak. Sebetulnya apa yang sudah anda lakukan sehingga orang ini ingin sekali melenyapkan anda?"

Belum lagi Ochi sempat menjawab, ponsel polisi disamping nya ini berdering. Sang polisi kaku ini mulai melakukan pembicaraan sambil berulang kali melirik kepadanya. Ochi mulai mengerutkan dahi saat mendengar polisi itu mulai

menyebut-nyebut lokasi apartemennya berkali-kali sebelum akhirnya menutup pembicaraannya.

"Anda tidak bisa kembali keapartemen anda saat ini, Bu Guru."

"Kenapa? Anda ada keperluan mendadak sehingga anda tidak bisa mengantarkan saya kesana? Ya sudah tidak apa-apa. Saya pulang sendiri saja. Tetapi tentu saja anda harus terlebih dahulu membuka borgol Saya."

"Bukan. Apartemen anda sedang kebakaran hebat saat ini. Dan untuk tindakan pengamanan sementara, anda akan pulang kerumah saya. Sepertinya kasus anda ini cukup serius. Orang ini benar-benar menginginkan kematian anda."

"APAAAA?!!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
dwi nurhayati
awal cinta
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status