Hari - 1
Saat Bagas membukakan pintu, Aku dapat melihat dua orang gadis sedang berdiri di depan kami. Satu memiliki wajah yang serius, sedangkan yang satunya sedang membuat wajah ketakutan sambil memegang ujung cardigan yang dipakai oleh gadis lainnya.
“Maaf tiba-tiba mengganggu kalian, tapi apakah kita bisa berbicara sebentar?”
Aku saling memandangan dengan Bagas untuk beberapa saat. Sejujurnya Aku tidak begitu yakin bagaimana harus menanggapinya.
“Apa kau tidak keberatan berbicara dengan mereka berdua?”
“Jujur saja, Aku menentangnya!”
“Kau benar-benar berterus terang.”
Aku kagum dengan temanku yang bisa mengatakan hal itu langsung di depan mereka berdua.
“Aku tahu bahwa kalian mungkin tidak bisa langsung mempercayai kami, apalagi setelah apa yang baru saja terjadi, tapi ada hal yang ingin kubicarakan dengan kalian.”
“Apakah hal itu penting bagi kami?”
“Bagaimana jika Aku mengatakan bahwa Aku mengenal salah satu dari kalian, sebelum kita berada di sini.”
Aku langsung berwajah serius. Aku melihat sekeliling untuk memastikan bahwa tidak ada orang di sekitar sini, setelah merasa aman, Aku kemudian membukakan ruang agar mereka berdua bisa masuk ke kamar kami.
“Cepat masuk!”
Mereka berdua segera masuk ke kamar kami. Aku dengan cepat menutup pintu kamar kami, sebelum ada yang melihat mereka berdua memasuki kamar kami.
“Kalian bisa duduk dimanapun kalian mau.”
Karena di kamar ini hanya terdapat dua buah futon tanpa ada bangku apapun, kami terpaksa duduk di lantai. Aku belum memeriksa seluruh ruangan, mungkin saja ada bangku atau meja yang tersimpan di lemari, tapi untuk saat ini tak masalah jika kita duduk di lantai.
Gadis yang memiliki wajah serius saat ini nampak menganalisa sekeliling kamar kami, sebelum akhirnya memutuskan duduk di dekat pintu.
Sedangkan gadis yang nampak ketakutan duduk di sampingnya. Dia masih tak melepaskan cardingan milik temannya itu.
“Apa kalian memutuskan untuk tinggal di satu kamar setelah melihat kejadian barusan atau kalian sudah merencanakan hal ini sebelumnya?”
“Itu tak ada urusannya denganmu! Cepat katakan urusanmu!”
“Kurasa kau benar, maaf.”
Kurasa dia menyadari bahwa kami telah berbagi kamar setelah melihat dua futon yang berada di kamar ini.
Aku yang duduk di depan si gadis berwajah serius, kemudian membuka suaraku.
“Kau tadi mengatakan bahwa kau sudah mengenal salah satu dari kami, sebelum kau datang ke sini... siapa yang kau bicarakan?”
“Aku sedang membicarakan tentang dirimu... kau adalah siswa peringkat pertama di ujian nasional tingkat SMP tahun lalu, kan?”
“Bagaimana kau bisa mengetahui hal tersebut?”
Aku cukup terkejut dia mengetahui hal tersebut. Temanku yang duduk di sebelahku langsung menatap gadis itu dengan tatapan membunuh. Sepertinya dia merasa sangat curiga pada gadis itu, karena ucapannya barusan.
“Aku hanya sedang iseng mencari tahu orang-orang terpintar di berbagai tingkatan, lalu Aku melihat wajahmu di salah satu foto yang kutemukan selama pencarianku.”
“Aku terkejut kau bisa mengingat wajahku, hanya karena kau pernah melihatku di sebuah foto.”
“Awalnya Aku juga tak begitu yakin, tapi melihat dirimu yang bisa menganalisa situasi dengan tenang dan kemampuan berpikirmu, Aku merasa bahwa kau benar-benar adalah orang itu.”
“Apa yang kulakukan bukanlah sesuatu yang luar biasa.”
“Tidak, biasanya orang akan merasa ketakutan, gelisah, panik dan berbagai emosi lainnya saat berhadapan dengan situasi kita saat ini.”
“Asal kau tahu saja, Aku juga merasa ketakutan saat ini... sejujurnya Aku merasa ingin segera melarikan diri dari tempat ini secepat mungkin.”
“Meski begitu, kemampuan membuat keputusanmu sangatlah luar biasa.”
“Jadi apa yang sebenarnya yang ingin kau katakan?”
“Aku merasa membutuhkan orang sepertimu untuk bisa bertahan hidup di situasi kita saat ini, jadi Aku ingin membuat aliansi denganmu!”
Temanku langsung mempertajam pandangannya, dia juga tak lupa untuk menatap ke arah gadis yang sedang ketakutan di depannya.
“Hiii!”
Gadis itu langsung beringsut ketakutan saat mendapat tatapan membunuh dari temanku. Sejujurnya Aku merasa bahwa teriakannya tadi itu terdengar sangat imut.
“Hei, kau! Kau tidak perlu menakutinya seperti itu!”
“Jujur saja, Aku tidak bisa mempercayai mereka!”
Temanku memang suka sekali dengan yang namanya berterus terang. Andai saja Aku bisa sepertinya.
“Anu, bisakah kau menjelaskan kenapa kau ingin membuat aliansi dengan kami?”
“Lupakan saja tentang aliansi! Kita bahkan tak mengetahui apapun tentang kalian berdua!”
“Oh, maafkan Aku! Aku belum memperkenalkan diriku!”
Setelah mengatakan itu, dia kemudian mengeluarkan tanda pengenalnya dari saku cardingannya dan memperlihatkannya pada kami.
“Namaku Sarah! Meskipun Kepala desa itu menyuruh kita untuk memakai tanda pengenal ini di dada, tapi Aku tak merasa ingin mengikuti perintahnya begitu saja.”
“Aku mengingat namamu saat kau memperkenalkan dirimu di bis, jadi bukan itu maksudku!”
“Eh! Kau dapat mengingat namanya! Luar biasa!”
Aku menatap takjub pada temanku. Meskipun dia sering bersikap tak peduli dengan sekitarnya, tapi sebetulnya dia benar-benar memperhatikan sekitarnya dengan baik.
“Kau saja yang terlalu ceroboh! Kau harus memperhatikan orang-orang di sekitarmu dengan lebih baik atau kau akan dimanfaatkan oleh mereka!”
Atau mungkin itu hanya karena dia terlalu curiga dengan orang-orang di sekitarnya. Sekarang Aku tidak tahu harus merasa takjub atau kasihan padanya.
“Aku juga memperhatikan sekelilingku dengan baik, tapi agak sulit bagiku untuk mengingat nama orang-orang, jika Aku hanya sekali mendengarnya.”
“Kurasa itu tak dapat dihindari.”
Melihat reaksinya tadi, sepertinya temanku juga tak dapat mengingat nama semua orang. Apa tadi itu adalah gertakan.
“Oi, Ria! Kau juga harus memperkenalkan dirimu!”
Saat Aku dan temanku sedang berbicara, Sarah mendesak temannya yang sedang ketakutan untuk memperkenalkan dirinya. Aku sebetulnya mengingat gadis itu, dia adalah gadis terakhir yang datang ke bis. Aku bertanya-tanya apakah dia masih mengingat diriku.
“Namaku Ria!”
Gadis itu, Ria, memperkenalkan dirinya sambil mencari tanda pengenalnya. Setelah menemukannya, dia memegang tanda pengenalnya dengan kedua tangannya, lalu memperlihatkannya pada kami.
Meskipun mereka berdua memperlihatkan tanda pengenal mereka, tapi hanya ada foto dan nama mereka di atas tanda pengenal itu, jadi Aku merasa satu-satunya alasan mereka melakukan itu hanya untuk menunjukan bahwa mereka tidak berbohong tentang nama mereka. Meski sebenarnya nama itu bukanlah nama kami yang sesungguhnya, melainkan nama yang kami putuskan untuk kami gunakan selama kami tinggal di sini. Nama itu menunjukkan bahwa kami telah meninggalkan diri kami yang sebelumnya.
“Apa Aku perlu menyebutkan namaku?”
“Tenang saja, Aku mengingat namamu... kau Asraf, kan?”
Aku menganggukkan kepalaku.
“Aku tidak ingin memperkenalkan diri pada orang yang tak bisa mengingat namaku!”
“Apa kau perlu mengatakannya seperti itu?”
Aku menatap heran pada temanku. Kenapa dia bersikap sangat tidak bersahabat seperti itu. Aku tahu bahwa mereka berdua memang mencurigakan, tapi kau tak perlu membuat tembok yang sangat tinggi seperti itu atau kau yang akan dicurigai oleh mereka.
“Kau tak perlu khawatir, Aku juga mengingat namamu... namamu Bagas, kan?”
“Aku berharap bahwa kau tak mengingat namaku!”
Sarah tak merubah ekspresi wajahnya yang serius, sedangkan ekspresi temanku terlihat bertambah kesal. Dia bahkan sampai mendecakkan lidahnya.
“Jadi apakah kita sekarang sudah resmi membentuk aliansi?”
“Sayang sekali tidak! Jika kalian tidak bisa membuktikan bahwa kalian berdua bukanlah pengkhianat, maka tidak akan ada aliansi di antara kita.”
Sepertinya kita tidak akan bisa membentuk aliansi, selama temanku terus menantangnya seperti ini. Sebetulnya Aku juga tak berniat membentuk aliansi dengan siapapun, jika temanku tidak ingin melakukan hal tersebut. Bagaimanapun Aku tidak ingin kehilangan orang yang paling kupercayai di tempat seperti ini.
“Sayangnya Aku tak memiliki bukti apapun bahwa Aku bukanlah pengkhianat, tapi Aku bisa membuktikan bahwa Aku bisa berguna untuk kalian.”
“Berguna bagi kami? Bagaimana caranya?”
“Kalian sepertinya tidak menyadarinya, tapi sebetulnya ada orang yang sedang menguping pembicaraan kita saat ini!”
Setelah dia mengatakan itu Aku dan temanku dengan refleks langsung melihat ke arah pintu masuk.
“Aku tidak menyangka bahwa Aku bisa ketahuan olehmu semudah itu.”
Setelah orang di balik pintu mengatakan hal tersebut, dia kemudian membuka pintu kamar kami tanpa meminta izin dari kami. Aku sengaja tak mengunci pintu agar kami bisa segera melarikan diri dari kamar ini, jika kami merasa bahwa kedua gadis itu berbahaya.
“Sepertinya Aku tak salah memilih kalian sebagai rekan untuk aliansiku!”
Berdiri di depan pintu saat ini adalah gadis lainnya. Dia memasang senyuman lebar sambil menghisap sebuah permen lolipop. Gadis itu mengenakan jaket dengan tudung yang memiliki telinga kucing yang lucu berwarna hitam.
“Perkenalkan namaku adalah Crona!”
pertama Author di GoodNovel. Butuh banyak petuangan untuk menyelesaikan Novel yang satu ini, terutama melawan rasa malas. Meskipun cerita utama dari Novel ini sudah berakhir, tapi Author berencana untuk menuliskan cerita pendek yang menceritakan masa lalu dari setiap karakter yang hanya diceritakan sekilas, keseharian Asraf dan yang lainnya di dalam menara yang tak bisa dimasukkan ke dalam cerita utama, lalu kehidupan sehari-hari mereka setelah tinggal di Desa Tanpa Nama. Kemungkinan besar ceritanya akan di Post di Blog pribadi Author dan bukan di platform ini. Jadi silahkan tunggu cerita Author yang selanjutnya. Author juga mau mengucapkan terima kasih kepada Editor yang telah membantu saya, juga pada GoodNovel yang sudah mau menayangkan Novel ini dan terutama pada para pembaca setia yang mau membaca cerita ini sampai habis. Sampai jumpa lagi di karya Saya yang selanjutnya. TTD Author, Ismail Fadillah.
Sebulan kemudian.Tak terasa waktu berjalan begitu saja, bahkan pengalaman kami di Menara Tanpa Nama itu mulai terasa seperti mimpi.Menara itu sekarang sudah terbakar dengan hanya menyisakan puing-puing bangunan. Sejujurnya Aku merasa seperti mengalami keajaiban, karena bisa selamat dari api yang dapat membakar semua bagian dari Menara besar itu.Keberuntungan mungkin sedang terjadi pada kami, karena dampak dari terbakarnya menara itu tak meluas sama sekali. Yah, sebetulnya Aku tak tahu itu hanya sekedar keberuntungan semata atau ada semacam kekuatan aneh yang melindungi Desa dari api tersebut.Aku akan berbohong jika mengatakan bahwa Aku tak merasakan apapun saat melihat puing-puing dari Menara itu. Karena meski sebentar, kami telah menghabiskan 10 hari di dalam sana. Dan tempat itu juga menyimpan tubuh teman-teman kami yang telah meninggal. Pada akhirnya sampai akhir kami tak pernah lagi melihat tubuh mereka. Bahkan saat api yang membakar Menara itu te
Hari – 10.Setelah berpisah dengan Asraf, kami semua berjalan menuju pintu keluar dari Menara ini. Kami semua berhenti tepat di depan pintu tersebut, lalu saling melihat ekspresi wajah satu sama lain.“Sebelumnya pintu itu tak bisa terbuka sama sekali, kan?”Tanya Cinta sambil melihat pintu yang ada di hadapannya.“Ya, itu benar... Aku dan Asraf sudah mencoba membukanya.”Jawabku sambil berjalan menuju pintu tersebut, Rock dan Michael juga segera mengikutiku. Kami bertiga kemudian mendorong pintu tersebut. Meskipun berat, tapi kami bisa membuka pintu tersebut, berbeda sekali dengan apa yang terjadi di hari pertama kami datang ke tempat ini.“Pintunya benar-benar terbuka...”Gumam Cinta tak percaya.Aku menutupi wajahku dari sinar matahari yang masuk melalui pintu tersebut. Setelah seminggu lebih tak melihat cahaya matahari, Aku jadi merasa silau dengan cahayanya.“Kita benar-benar sudah bebas.”Aku bisa mendengar gumaman Lisa saat gadis itu berjalan keluar dari Menara ini.“Horeee! Ki
Hari – 10.“Aku benar-benar tak menyangka bahwa Christ akan mengkhianatiku.”Kata Kepala desa sambil melihat kedua orang yang berbadan besar di lantai. Aku bisa melihat ada minuman yang tumpah di lantai, kemungkinan besar mereka diracuni olehnya.“Aku sendiri juga tak menyangka akan hal tersebut.”Balasku dengan jujur. Aku memang tak pernah berencana untuk melibatkannya.“Apakah dia memang menyimpan dendam padaku? Aku tak menyangka bahwa lelaki sepertinya akan menyimpan dendam.”“Itu mungkin salahmu sendiri bahwa kau membunuh salah satu anggota keluarganya.”“Hmm... kurasa kau memang benar.”“Tentu saja Aku benar.”Meskipun dia seharusnya tahu apa yang saat ini sedang kurencanakan, tapi dia tak terlihat panik sama sekali.“Nah, apa sudah kau mengetahui apa yang sedang kurencanakan saat ini?”“Ya, tentu saja.”“Lalu kenapa kau tak melarikan diri?”“Untuk apa? Aku ini sudah tua, bahkan jika kau tak melakukan ini, Aku pada akhirnya akan mati juga.”Kepala desa itu memberikan senyuman ten
Hari – 10.“Asraf, apa kau akan melakukan sesuatu yang berbahaya sendirian lagi?”Tanya Sarah yang nampak tak senang dengan apa yang ingin kulakukan.“Ya, kurasa begitu.”Jawabku dengan santai.“Apa kau tak berpikir untuk merubah sifatmu yang satu itu?”Sarah kembali bertanya, tapi dengan nada yang lebih kesal dari sebelumnya.“Untuk saat ini... tidak!”Jawabku tanpa ragu.“Kenapa?”Sarah menghilangkan nada kesalnya dan menggatinya dengan nada sedih.“Tidak ada alasan yang begitu spesial, kurasa Aku hanya bertindak egois.”Aku memberikan senyum lemah saat mengatakan itu.“Apa kau ingat saat Aku berkata ingin merubah tempat ini?”Tanyaku dengan suara lemah, tapi masih dapat terdengar oleh Sarah dan yang lain.“Ya, kau pernah mengatakan itu... kau serius tentang itu, kan?”“Ya, tentu saja... Aku benar-benar berniat untuk melakukannya, tapi untuk melakukan hal tersebut.”“Kau perlu menjadi Kepala desa... betul, kan?”Crona melanjutkan ucapanku dengan nada percaya diri. Aku mengangguk ke
Hari – 10.“Tidak ada yang benar-benar kusembunyikan dari kalian tentang sifatku yang asli... Aku memang selalu seperti ini.”Jawabku sambil tersenyum santai.“Apa itu memang benar?”Tapi nampaknya Maria tak percaya dengan perkataanku sedikitpun.“Itu memang yang sebenarnya, kau bisa tanyakan saja pada Bagas... dia sudah mengenalku luar dan dalam, jadi dia seharusnya tahu jika Aku sedang menyembunyikan sifat asliku atau tidak.”Aku melihat ke arah Bagas untuk meminta pendapatnya.“Ya, Aku sudah lama mengenalnya... jadi Aku tahu bahwa dia tidaklah banyak berubah dari sebelum dan sesudah dia datang ke tempat ini.”Jawab Bagas tanpa ragu sama sekali.“Benarkah itu?”Tapi sepertinya Maria meragukan hal tersebut.“Apa yang ingin kau katakan?”Bagas menajamkan pandangannya pada Maria.“Tidakkah kau berpikir bahwa dia sebelum dan sesudah Kakaknya meninggal adalah dua orang yang berbeda?”“Maksudmu?”“Oh, ayolah... Aku tahu bahwa kau sudah menyadarinya... bahwa Asraf yang sebelum dia menjadi