Share

Mencari petunjuk

Penulis: Ismail Fadillah
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-26 22:09:48

Hari - 1

Aku dan temanku, Bagas, kembali ke kamar kami, setelah menyelidiki kamar Kira. Rasa syok masih kurasakan saat Aku membaringkan tubuhku di atas lantai. Pemandangan itu jelas bukan sesuatu yang bisa kau lihat setiap hari.

Setiap kali mengingat adegan itu, Aku selalu menggelengkan kepalaku, lalu mengacak-ngacak rambutku agar Aku bisa melupakan adegan tersebut.

“Nah, Asraf... sebetulnya apa yang ingin kau cari di kamarnya?”

Aku melirik sejenak ke arah Bagas yang sedang menyenderkan tubuhnya di dinding, sebelum kembali menatap langit-langit, lalu menjawab pertanyaannya.

“Tentu saja petunjuk... Aku sudah mengatakan itu sebelumnya, kan?”

“Itu memang benar, tapi petunjuk macam apa yang kau bicarakan?”

“Pertama Aku ingin tahu petunjuk untuk bisa menghindar dari terbunuh, tapi dilihat dari kondisi tubuh lelaki itu, sepertinya sulit untuk menghindar dari hal tersebut, setelah kau menjadi target dari pembunuhan.”

“Kondisi lelaki itu... itu bukan cara biasa orang terbunuh.”

“Ya, kau benar... dia seakan-akan dijadikan contoh seperti apa kondisi tubuh kita, jika kita sampai terbunuh.”

“Apa kau pikir dia dijadikan sebagai peringatan oleh mereka?”

“Bisa saja, Aku sendiri tak yakin kenapa mereka melakukan hal yang kejam seperti itu, tapi yang jelas mereka adalah orang-orang yang tak akan segan-segan membunuh, jadi berbicara dengan mereka untuk tidak membunuh kita adalah hal yang percuma.”

Aku kemudian bangun dari posisi tiduranku, lalu merogoh sakuku untuk mengambil tanda pengenal milikku.

Meskipun si Kepala desa telah menyuruh kami untuk memasang tanda pengenal ini, tapi tak ada orang yang benar-benar mendengarkannya dan memasangnya. Itu wajar saja, jika nama kita sampai diketahui oleh orang yang membenci kita, maka kita bisa dengan mudah dibunuh olehnya hanya dengan memasukkan nama kita ke dalam kotak itu.

“Petunjuk lainnya yang ingin kucari adalah alasan kenapa dirinya yang terpilih sebagai korban pertama.”

Pada akhirnya kami hanya bisa menemukan tanda pengenal dan barang bawaannya sebagai petunjuk. Kurang lebih Aku bisa menebak alasan kenapa dia adalah orang yang pertama kali dibunuh.

“Orang itu membawa majalah dewasa dan berbagai benda mesum lainnya... sebetulnya apa yang dia pikirkan?”

“Bukankah itu wajar bagi seorang lelaki?”

“Jika kau berpikir bahwa lelaki memang seperti itu, lebih baik kau berhenti menjadi lelaki!”

Temanku memandangku dengan pandangan yang tak percaya. Aku memang jarang mengakses hal-hal mesum, tapi bukan berarti Aku tak tertarik dengan hal-hal mesum, jadi Aku bisa mengerti perasaan dari lelaki itu. Sepertinya temanku yang satu ini tak tertarik sedikitpun dengan hal-hal seperti itu.

“Kurasa orang yang mesum memang sering dianggap sebagai orang yang sangat menggangu, jadi wajar jika dia yang pertama kali disingkirkan... si tua bangka itu mengatakan bahwa dia sedang mencari orang yang pantas untuk tinggal di desanya, kan?”

“Kurasa kau sebaiknya memperbaiki cara bicaramu... jika dia sampai mendengarmu mengatakan itu, kau bisa saja yang terpilih menjadi korban selanjutnya.”

“Jika apa yang dikatakannya memang benar, maka itu tak mungkin... orang yang memilih korban selanjutnya bukanlah dirinya, melainkan seorang pengkhianat yang menyamar di antara kita.”

Suasana di ruangan ini menjadi semakin tegang dan serius saat dia mengatakan hal tersebut sambil menajamkan pandangannya.

“Kau memang benar, tapi lebih baik jangan menganggap bahwa segala yang dia katakan adalah kebenaran.”

Aku juga sudah menyadari bahwa si Kepala desa tak akan mengeksekusi siapapun yang menjelekkannya, bahkan jika itu dilakukan langsung di depannya, selama si pengkhianat tak mengetahui hal tersebut atau tidak menganggap bahwa hal itu membuat orang itu tak layak hidup di Desa tanpa nama. Tapi itu jika apa yang dia katakan itu memang benar apa adanya.

“Kau pastinya sadar bahwa bisa saja ada kebohongan yang bercampur di dalam perkataannya, bahkan meski apa yang dia katakan semuanya benar apa adanya, tapi ada kemungkinan bahwa dia masih menyimpan sesuatu yang tak dia katakan pada kita.”

“Lalu apa yang paling kau curigai?”

Aku menatap Bagas dengan tatapan yang sangat serius.

“Aku curiga dengan perkataannya yang bisa menambahkan peraturan lainnya selama ‘permainan’ ini berlangsung.”

“Kau benar... hal itu memang sangat mencurigakan.”

Aku sama sekali tak bisa menebak peraturan tambahan apa yang akan ditambahkan oleh si Kepala desa. Bisa saja dia menambahkan sesuatu yang membuat kita mengkhianati satu sama lain atau lebih buruk dia bisa saja memaksa kami membunuh salah seorang di antara kami. Selama Aku tak tahu peraturan lengkapnya, Aku tidak bisa mengambil keputusan dengan benar.

“Ada hal membuatku benar-benar meragukan apa yang dikatakan oleh si Kepala desa.”

“Apa itu?”

“Dia tidak pernah menjelaskan secara rinci tentang 7 peraturan yang dia berikan pada kita, jika kita tak menanyakan apapun, maka dia tak akan mengatakan apapun yang lebih dari seperlunya.”

Hal itulah yang membuat perkataannya benar-benar berbau busuk.

“Kau benar... kurasa dia sengaja melakukan hal itu untuk membuat kita ceroboh dan secara tak sengaja melanggar peraturan yang tak dia jelaskan dengan benar.”

“Ya, begitulah... tapi itu hanyalah sebatas asumsi, kita tak tahu apa niatnya yang sebenarnya... dia saja dia hanya ingin membuat kita kebingungan dengan membiarkan hal-hal tetap seambigu mungkin.”

Petunjuk yang kita miliki sangatlah sedikit. Itu memang wajar saja, karena ini baru hari pertama kami di sini. Satu-satunya yang bisa menjadi petunjuk bagi kami adalah perkataan dari si Kepala desa dan barang-barang milik si Kira itu. Jika ada hal lainnya yang bisa kami jadikan petunjuk, maka itu adalah interaksi antara para perserta yang terjadi selama perjalanan kemarin.

“Petunjuk lainnya yang ingin kucari selanjutnya adalah siapakah si pengkhianat.”

“Apa kau menemukan petunjuk mengenai hal itu?”

Sepertinya topik ini sangat menarik perhatian temanku, karena dia mencondongkan tubuhnya ke arahku.

“Sayang sekali tak ada... cara lelaki itu meninggal membuktikan bahwa yang melakukannya bukanlah si pengkhianat... tidak mungkin si pengkhianat itu bisa melakukan hal tersebut dengan waktu singkat, apalagi seorang diri.”

Perkerjaan seperti itu jelas bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan oleh orang-orang yang berada di antara kami. Tak banyak waktu yang berlalu sejak kami pertama kali menentukan kamar kami sampai semua orang berkumpul di aula. Dalam jeda waktu itu, si pengkhianat entah bagaimana caranya dapat memberikan nama Kira pada pihak staf menara. Karena kami berpencar setelah kami menentukan kamar kami, hal tersebut bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan.

“Orang itu meninggal tanpa ada yang mengetahuinya sama sekali, bahkan orang yang kamarnya berada di satu lantai yang sama tak menyadari hal tersebut.”

“Hal itu bukanlah hal yang mustahil terjadi, bagaimanapun kita baru saja kemarin bertemu dengan yang lain... berbeda dengan kita berdua yang sudah mengenal satu sama lain sejak kecil, mereka semua sama sekali tak mengenal yang lain dengan baik, jadi wajar bagi mereka tak menyadari jika ada yang aneh dengannya.”

“Itu benar, bahkan tidak ada satupun orang yang menyadari bahwa dirinya hilang sampai kau mengatakan hal tersebut.”

“Aku juga tak menyadari siapa yang hilang di antara kami, Aku hanya menyadari bahwa jumlah kami berkurang satu orang.”

Aku benar-benar merasa kasihan dengan orang itu. Dia tak memiliki satu orangpun yang peduli dengannya. Mungkin itu juga adalah salah satu alasan kenapa dia sampai dipilih sebagai korban pertama.

“Pokoknya, prioritas pertama kita adalah mencari siapakah si pengkhianat itu sebenarnya, jika kita ingin keluar dari menara ini secepatnya.”

“Tapi bagaimana kita melakukan hal tersebut dengan petunjuk yang sangat sedikit.”

“Kita memiliki sangat sedikit petunjuk itu karena kau tak mau berinteraksi dengan yang lain, selain diriku, selama perjalanan kita kemarin.”

Aku memandang wajah temanku dengan ekspresi cemberut. Temanku yang satu ini sangat tidak suka berinteraksi dengan orang asing yang tidak dia kenal, jadi sulit baginya berbicara dengan perserta lain yang berada di sini, selain diriku yang sudah dia kenal sejak kecil.

Jadi satu-satunya petunjuk yang kita miliki saat ini adalah apa yang kuketahui tentang perserta lainnya selama perjalanan kami kemarin. Jujur saja, apa yang kuketahui tentang perserta lainnya juga sangat sedikit, bahkan apa yang kuketahui hampir tak berguna sama sekali di situasi seperti ini. Andai Aku tahu hal ini akan terjadi, mungkin Aku akan lebih aktif berinteraksi dengan yang lainnya.

“Sepertinya kita harus mencari sekutu yang lainnya, jika kita benar-benar ingin menemukan petunjuk tentang siapakah sebenarnya si pengkhianat itu.”

Saat mendengar apa yang kugumamkan, temanku langsung menatapku dengan pandangan yang sangat tajam.

“Apa kau serius?! Apa kau pikir hal itu tak berbahaya? Kita tidak mengenal mereka semua dengan baik, bisa saja mereka mengkhianati kita!”

“Aku tahu tentang hal tersebut, tapi jika hanya kita berdua, maka akan sangat sulit untuk bertahan hidup di sini!”

Salah satu cara yang paling efektif untuk bertahan hidup di situasi ini adalah membentuk satu kelompok yang sangat besar dan kuat. Jika kita bisa membentuk kelompok itu dan mempertahankannya sampai akhir, maka semua anggota kelompok itu kemungkinan besar bisa bertahan sampai akhir, tapi membuat kelompok seperti itu di situasi dimana siapa saja bisa mengkhianati kita adalah hal yang sangat sulit dilakukan.

Saat Aku sedang sibuk dengan isi kepalaku, tiba-tiba saja kami mendengar suara ketukan di pintu kamar kami.

Aku dan temanku saling berpandangan sebentar, sebelum kami memfokuskan pandangan kami pada pintu kamar kami. Siapa yang datang ke kamar kami di saat seperti ini? Itulah isi pertanyaan yang ada di kepala kami saat ini.

Aku dan temanku kemudian bergerak dengan perlahan menuju pintu tanpa mengatakan apapun.

Temanku kemudian memegang gagang pintu. Dia melihat ke arahku sebentar, sebelum akhirnya menekan gagang pintu itu, setelah menerima anggukkan dariku sebagai tanda bahwa Aku sudah siap.

Setelah temanku membukakan pintu, Aku dapat melihat wajah yang cukup mengejutkan di depan pintu kamar kami.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Misteri Menara Tanpa Nama   Kata Penutup

    pertama Author di GoodNovel. Butuh banyak petuangan untuk menyelesaikan Novel yang satu ini, terutama melawan rasa malas. Meskipun cerita utama dari Novel ini sudah berakhir, tapi Author berencana untuk menuliskan cerita pendek yang menceritakan masa lalu dari setiap karakter yang hanya diceritakan sekilas, keseharian Asraf dan yang lainnya di dalam menara yang tak bisa dimasukkan ke dalam cerita utama, lalu kehidupan sehari-hari mereka setelah tinggal di Desa Tanpa Nama. Kemungkinan besar ceritanya akan di Post di Blog pribadi Author dan bukan di platform ini. Jadi silahkan tunggu cerita Author yang selanjutnya. Author juga mau mengucapkan terima kasih kepada Editor yang telah membantu saya, juga pada GoodNovel yang sudah mau menayangkan Novel ini dan terutama pada para pembaca setia yang mau membaca cerita ini sampai habis. Sampai jumpa lagi di karya Saya yang selanjutnya. TTD Author, Ismail Fadillah.

  • Misteri Menara Tanpa Nama   Epilog : Desa Tanpa Nama

    Sebulan kemudian.Tak terasa waktu berjalan begitu saja, bahkan pengalaman kami di Menara Tanpa Nama itu mulai terasa seperti mimpi.Menara itu sekarang sudah terbakar dengan hanya menyisakan puing-puing bangunan. Sejujurnya Aku merasa seperti mengalami keajaiban, karena bisa selamat dari api yang dapat membakar semua bagian dari Menara besar itu.Keberuntungan mungkin sedang terjadi pada kami, karena dampak dari terbakarnya menara itu tak meluas sama sekali. Yah, sebetulnya Aku tak tahu itu hanya sekedar keberuntungan semata atau ada semacam kekuatan aneh yang melindungi Desa dari api tersebut.Aku akan berbohong jika mengatakan bahwa Aku tak merasakan apapun saat melihat puing-puing dari Menara itu. Karena meski sebentar, kami telah menghabiskan 10 hari di dalam sana. Dan tempat itu juga menyimpan tubuh teman-teman kami yang telah meninggal. Pada akhirnya sampai akhir kami tak pernah lagi melihat tubuh mereka. Bahkan saat api yang membakar Menara itu te

  • Misteri Menara Tanpa Nama   Akhir Menara Tanpa Nama (Bagas)

    Hari – 10.Setelah berpisah dengan Asraf, kami semua berjalan menuju pintu keluar dari Menara ini. Kami semua berhenti tepat di depan pintu tersebut, lalu saling melihat ekspresi wajah satu sama lain.“Sebelumnya pintu itu tak bisa terbuka sama sekali, kan?”Tanya Cinta sambil melihat pintu yang ada di hadapannya.“Ya, itu benar... Aku dan Asraf sudah mencoba membukanya.”Jawabku sambil berjalan menuju pintu tersebut, Rock dan Michael juga segera mengikutiku. Kami bertiga kemudian mendorong pintu tersebut. Meskipun berat, tapi kami bisa membuka pintu tersebut, berbeda sekali dengan apa yang terjadi di hari pertama kami datang ke tempat ini.“Pintunya benar-benar terbuka...”Gumam Cinta tak percaya.Aku menutupi wajahku dari sinar matahari yang masuk melalui pintu tersebut. Setelah seminggu lebih tak melihat cahaya matahari, Aku jadi merasa silau dengan cahayanya.“Kita benar-benar sudah bebas.”Aku bisa mendengar gumaman Lisa saat gadis itu berjalan keluar dari Menara ini.“Horeee! Ki

  • Misteri Menara Tanpa Nama   Percakapan terakhir

    Hari – 10.“Aku benar-benar tak menyangka bahwa Christ akan mengkhianatiku.”Kata Kepala desa sambil melihat kedua orang yang berbadan besar di lantai. Aku bisa melihat ada minuman yang tumpah di lantai, kemungkinan besar mereka diracuni olehnya.“Aku sendiri juga tak menyangka akan hal tersebut.”Balasku dengan jujur. Aku memang tak pernah berencana untuk melibatkannya.“Apakah dia memang menyimpan dendam padaku? Aku tak menyangka bahwa lelaki sepertinya akan menyimpan dendam.”“Itu mungkin salahmu sendiri bahwa kau membunuh salah satu anggota keluarganya.”“Hmm... kurasa kau memang benar.”“Tentu saja Aku benar.”Meskipun dia seharusnya tahu apa yang saat ini sedang kurencanakan, tapi dia tak terlihat panik sama sekali.“Nah, apa sudah kau mengetahui apa yang sedang kurencanakan saat ini?”“Ya, tentu saja.”“Lalu kenapa kau tak melarikan diri?”“Untuk apa? Aku ini sudah tua, bahkan jika kau tak melakukan ini, Aku pada akhirnya akan mati juga.”Kepala desa itu memberikan senyuman ten

  • Misteri Menara Tanpa Nama   Rencana terakhir

    Hari – 10.“Asraf, apa kau akan melakukan sesuatu yang berbahaya sendirian lagi?”Tanya Sarah yang nampak tak senang dengan apa yang ingin kulakukan.“Ya, kurasa begitu.”Jawabku dengan santai.“Apa kau tak berpikir untuk merubah sifatmu yang satu itu?”Sarah kembali bertanya, tapi dengan nada yang lebih kesal dari sebelumnya.“Untuk saat ini... tidak!”Jawabku tanpa ragu.“Kenapa?”Sarah menghilangkan nada kesalnya dan menggatinya dengan nada sedih.“Tidak ada alasan yang begitu spesial, kurasa Aku hanya bertindak egois.”Aku memberikan senyum lemah saat mengatakan itu.“Apa kau ingat saat Aku berkata ingin merubah tempat ini?”Tanyaku dengan suara lemah, tapi masih dapat terdengar oleh Sarah dan yang lain.“Ya, kau pernah mengatakan itu... kau serius tentang itu, kan?”“Ya, tentu saja... Aku benar-benar berniat untuk melakukannya, tapi untuk melakukan hal tersebut.”“Kau perlu menjadi Kepala desa... betul, kan?”Crona melanjutkan ucapanku dengan nada percaya diri. Aku mengangguk ke

  • Misteri Menara Tanpa Nama   Berbicara tentang masa depan bagian 3

    Hari – 10.“Tidak ada yang benar-benar kusembunyikan dari kalian tentang sifatku yang asli... Aku memang selalu seperti ini.”Jawabku sambil tersenyum santai.“Apa itu memang benar?”Tapi nampaknya Maria tak percaya dengan perkataanku sedikitpun.“Itu memang yang sebenarnya, kau bisa tanyakan saja pada Bagas... dia sudah mengenalku luar dan dalam, jadi dia seharusnya tahu jika Aku sedang menyembunyikan sifat asliku atau tidak.”Aku melihat ke arah Bagas untuk meminta pendapatnya.“Ya, Aku sudah lama mengenalnya... jadi Aku tahu bahwa dia tidaklah banyak berubah dari sebelum dan sesudah dia datang ke tempat ini.”Jawab Bagas tanpa ragu sama sekali.“Benarkah itu?”Tapi sepertinya Maria meragukan hal tersebut.“Apa yang ingin kau katakan?”Bagas menajamkan pandangannya pada Maria.“Tidakkah kau berpikir bahwa dia sebelum dan sesudah Kakaknya meninggal adalah dua orang yang berbeda?”“Maksudmu?”“Oh, ayolah... Aku tahu bahwa kau sudah menyadarinya... bahwa Asraf yang sebelum dia menjadi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status