Share

Meninjau kembali

Penulis: Ismail Fadillah
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-29 12:58:54

Hari - 1

Setelah kami sepakat membentuk aliansi, kami berlima duduk melingkar di lantai kamarku dan Bagas. Posisi kami dari searah jarum jam adalah Aku, Crona, Ria, Sarah dan Bagas.

“Apakah kamar ini tak memiliki tempat duduk apapun yang bisa digunakan?”

Crona mengeluh sambil menepuk-nepuk lantai dengan wajah kesal.

“Entahlah, Aku belum memeriksa lemari dan berbagai tempat lainnya... lagi pula, kita memiliki hal lainnya yang lebih penting untuk dibahas saat ini.”

“Ya, itu benar... apa yang harus kita lakukan setelah ini?”

Sarah memegang dagunya saat mengatakan hal tersebut. Dia nampak berpikir cukup keras.

“Meskipun kita sudah membentuk aliansi, tanpa adanya rencana, maka aliansi ini tidak akan berarti banyak.”

Lanjut Sarah.

“Kalau tak salah kaulah yang pertama kali mengajukan permintaan untuk membuat aliansi, kan? Apa ada yang kau pikirkan saat kau mengajukan hal tersebut?”

Crona mengajukan pertanyaan.

“Aku hanya berpikir untuk mencari rekan yang bisa diajak berkerja sama... Aku tidak benar-benar memikirkan rencana yang matang.”

“Kalau begitu, Aku punya ide!”

“Apa itu?”

“Bagaimana kalau sekarang kita membahas nama dari aliansi kita? Tidak enak rasanya jika memanggil aliansi kita hanya dengan aliansi.”

“Tak berguna!”

“Apa katamu?!”

Crona dan Bagas menatap satu sama sekali dengan tatapan membunuh.

“Kalian berdua, berhentilah bertengkar! Kita harus membahas masalah yang penting!”

“Kau dengar itu! Masalah nama aliansi kita itu penting.”

“Bukan itu yang kumaksud! Tapi pembahasan awal kita, apa yang harus kita lakukan selanjutanya?”

Bagas memasang senyuman menghina saat mendengar perkataan Sarah. Crona kembali menatap Bagas dengan geram.

“Kurasa kita bisa meninjau kembali apa saja yang terjadi dan apa saja yang kita ketahui.”

Aku menjawab dengan tenang.

“Aku setuju denganmu, tapi sebelum itu... Kau! Kenapa kau sedari tadi diam saja?!”

Crona menanggapi ideku, tapi setelah itu dia menunjuk ke arah Ria dengan lolipopnya dan mengajukkan pertanyaan yang tak ada hubungannya dengan ideku tadi. Apakah dia sebenarnya sangat suka menunjuk orang lain dengan lolipop dan mengalihkan pembicaraan ke arah yang tak penting? Atau dia melakukan hal itu tanpa sadar?

“Anu, maaf... Aku... tidak terbiasa... berinteraksi dengan.... orang asing.”

Ria menjawab dengan suara yang gemetaran. Matanya mengawasi Aku dan Bagas secara bergantian. Sepertinya dia tak nyaman dengan keberadaanku dan Bagas di ruangan ini. Jadi sepertinya dia lebih tak nyaman dengan keberadaan laki-laki dari pada orang asing.

“Jadi kau memiliki bertipe sama dengan Bagas, ya... kalian sama-sama tak pandai berurusan dengan orang asing.”

“Oi! Apa yang maksud ucapanmu tadi!?”

“Meskipun cara kalian memperlakukan orang asing berbeda, tapi kurasa kalian memang sama-sama tak pandai berinteraksi dengan orang lain.”

Sarah memberikan senyuman berarti ke arah Ria saat mengatakan itu. Di lihat dari reaksinya itu, Aku rasa Sarah mengetahui keadaan Ria sebelum dia datang ke sini.

“Aku tidak tahu apa yang telah kau lalui sebelum datang ke tempat ini, tapi saat ini kita telah membuat aliansi, jadi lebih baik kau mencoba berkerja sama dengan yang lain.”

“Ya, Aku... akan mencobanya.”

Ria menjawab dengan suara pelan sambil mengepalkan kedua tangannya. Entah kenapa gerakannya itu terlihat sangat imut di mataku.

“Kembali ke pembahasanku yang awal tadi, kita akan meninjau ulang apa saja yang telah terjadi sampai detik ini.”

“Apa kau ingin membahas apa yang terjadi sebelum lelaki itu meninggal? Siapa ya namanya?”

“Kira... tidak, Aku ingin membicarakan hal yang jauh lebih awal dari itu.”

“Misalnya?”

“Dimana kita saat ini berada?”

“Huh!? Bukankah nama tempat ini adalah Menara Tanpa Nama? Si kakek itu menyebut menara ini begitu, kan?”

Crona bertanya, sebelum dia kembali menghisap lolipopnya.

“Tidak, kurasa yang dimaksud Asraf adalah lokasi dimana menara ini berada.”

“Menara ini dapat ditempuh hanya dalam satu hari perjalanan menggunakan bis, jadi kurasa lokasi ini tak begitu jauh dari pemukimam penduduk... benar, kan?”

“Tidak, itu salah... sebenarnya selama berada di dalam bis, Aku telah melacak lokasi kita menggunakan GPS, tapi tiba-tiba sinyalku hilang dan Aku kehilangan lokasi dimana tempat ini berada.”

“Kau benar... kupikir karena ini berada di pedasaan, jadi wajar jika kita kehilangan sinyal secara tiba-tiba.”

“Bagaimana dengan kalian berdua?”

Pandangan Sarah, Crona dan Ria saat ini mengarah padaku dan Bagas.

“Sejujurnya Aku belum mengecek smartphone-ku setelah naik ke dalam bis.”

“Aku juga sama.”

Sarah dan Crona memandang kami dengan pandangan yang tak percaya, sementara Ria hanya menyembunyikan ekspresi wajahnya dengan menunduk.

“Aku tak percaya ada orang yang hidup di era ini yang bisa tak mengecek HP-nya lebih dari seharian penuh.”

“Yah, kurasa setiap orang memang berbeda-beda.”

Mengabaikan komentar mereka berdua, Aku kemudian berjalan ke tasku untuk mengambil smartphone-ku, begitu juga dengan Bagas. Kami berdua memiliki alasan kami sendiri, kenapa kami tidak ingin memeriksa smartphone kami.

Aku kemudian menghidupkan smartphone-ku untuk melihat apakah smartphone-ku dapat menangkap sinyal atau tidak.

“Sepertinya smartphone-ku memiliki nasib yang sama dengan milik kalian.”

Aku melaporkan hasil temuanku sambil menunjukan layar smartphone-ku pada mereka. Sayang sekali, tapi keadaan smartphone-ku saat ini berada di luar layanan.

“Aku juga mengalami hal yang sama.”

Bagas juga menunjukkan smartphone miliknya pada kami. Sama sepertiku, smartphone-nya tidak bisa menangkap sinyal apapun.

“Bagaimana denganmu?”

Crona bertanya pada Ria yang sedari tadi hanya menundukkan kepalanya.

“Hn... Aku juga sama..”

Dia merogoh tas kecil miliknya, lalu menunjukkan smartphone miliknya. Kami tak bisa melihat adanya batangan sinyal di layar smartphone miliknya.

“Itu berarti saat ini kita berada di wilayah tanpa sinyal sama sekali.”

“Ya, tapi itu aneh sekali... karena bagaimanapun Aku mencoba mencari sinyal, Aku tak pernah bisa menemukannya... ini seperti ada penangkal sinyal yang terpasang hingga kita tak bisa menghubungi dunia luar.”

Sarah kembali memegang dagunya dan nampak berpikir keras.

“Nah, Sarah... kau mengatakan bahwa kau memeriksa lokasi kita sepanjang jalan, kan?”

“Ya, memangnya ada apa?”

“Apa kau mengetahui dimana kau terakhir kali mendapatkan sinyal?”

“Sayangnya Aku tidak begitu yakin... sebelum Aku kehilangan sinyal, tiba-tiba saja GPS milik smartphone-ku mengalami error yang tak bisa kumengerti dan saat Aku bisa menggunakan GPS-ku kembali, Aku sudah kehilangan sinyal.”

“Yang benar saja...”

Sarah nampak berpikir lagi. Dia seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi ragu untuk melakukannya.

“Nah, Asraf... sebetulnya ada hal yang ingin kukatakan padamu, tapi Aku akan menyimpannya untuk nanti, jadi bisakah kita membahas hal lainnya.”

Aku sebetulnya penasaran dengan apa yang ingin dia bicarakan, tapi karena nampaknya dia tidak ingin membahas hal itu untuk saat ini, lebih baik Aku tidak mengejar masalah itu untuk sementara waktu, jadi Aku menganggukkan kepalaku.

“Aku mengerti... kita lanjutkan pembicaraan kita.”

“Tapi apa yang ingin kau bicarakan?”

Aku menatap Crona yang mengajukan pertanyaan itu.

“Aku ingin mengingat kembali apa saja yang terjadi saat bis kita berangkat sampai kita tiba di menara ini, jadi Aku akan bercerita tentang apa saja yang kulakukan pada saat itu.”

“Baiklah, Aku tidak tahu apakah Aku akan menceritakan bagianku atau tidak, tapi Aku akan mendengarkan ceritamu.”

“Crona, Aku tidak akan memaksamu untuk menceritakan semua kisah perjalananmu, tapi Aku ingin kau menceritakan kesanmu tentang orang-orang yang berinteraksi denganmu selama perjalanan, siapa tahu kita bisa mendapatkan petunjuk dari sana.... karena sebetulnya Aku juga memiliki hal yang ingin kuceritakan pada kalian, jadi Aku setuju dengan ide Asraf.”

“Ceritaku dan Asraf kurang lebih akan sama, jadi kurasa Aku tak perlu mengatakan itu.”

“Maaf... Aku tidak bisa menceritakan banyak hal.”

“Itu tak masalah... untuk saat ini, kau hanya perlu mendengarkan ceritaku.”

Aku kemudian memandang wajah satu persatu rekanku dimulai dari Crona sampai Bagas. Setelah menerima anggukkan dari mereka, Aku memulai ceritaku.

“Aku mulai ceritaku!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Misteri Menara Tanpa Nama   Kata Penutup

    pertama Author di GoodNovel. Butuh banyak petuangan untuk menyelesaikan Novel yang satu ini, terutama melawan rasa malas. Meskipun cerita utama dari Novel ini sudah berakhir, tapi Author berencana untuk menuliskan cerita pendek yang menceritakan masa lalu dari setiap karakter yang hanya diceritakan sekilas, keseharian Asraf dan yang lainnya di dalam menara yang tak bisa dimasukkan ke dalam cerita utama, lalu kehidupan sehari-hari mereka setelah tinggal di Desa Tanpa Nama. Kemungkinan besar ceritanya akan di Post di Blog pribadi Author dan bukan di platform ini. Jadi silahkan tunggu cerita Author yang selanjutnya. Author juga mau mengucapkan terima kasih kepada Editor yang telah membantu saya, juga pada GoodNovel yang sudah mau menayangkan Novel ini dan terutama pada para pembaca setia yang mau membaca cerita ini sampai habis. Sampai jumpa lagi di karya Saya yang selanjutnya. TTD Author, Ismail Fadillah.

  • Misteri Menara Tanpa Nama   Epilog : Desa Tanpa Nama

    Sebulan kemudian.Tak terasa waktu berjalan begitu saja, bahkan pengalaman kami di Menara Tanpa Nama itu mulai terasa seperti mimpi.Menara itu sekarang sudah terbakar dengan hanya menyisakan puing-puing bangunan. Sejujurnya Aku merasa seperti mengalami keajaiban, karena bisa selamat dari api yang dapat membakar semua bagian dari Menara besar itu.Keberuntungan mungkin sedang terjadi pada kami, karena dampak dari terbakarnya menara itu tak meluas sama sekali. Yah, sebetulnya Aku tak tahu itu hanya sekedar keberuntungan semata atau ada semacam kekuatan aneh yang melindungi Desa dari api tersebut.Aku akan berbohong jika mengatakan bahwa Aku tak merasakan apapun saat melihat puing-puing dari Menara itu. Karena meski sebentar, kami telah menghabiskan 10 hari di dalam sana. Dan tempat itu juga menyimpan tubuh teman-teman kami yang telah meninggal. Pada akhirnya sampai akhir kami tak pernah lagi melihat tubuh mereka. Bahkan saat api yang membakar Menara itu te

  • Misteri Menara Tanpa Nama   Akhir Menara Tanpa Nama (Bagas)

    Hari – 10.Setelah berpisah dengan Asraf, kami semua berjalan menuju pintu keluar dari Menara ini. Kami semua berhenti tepat di depan pintu tersebut, lalu saling melihat ekspresi wajah satu sama lain.“Sebelumnya pintu itu tak bisa terbuka sama sekali, kan?”Tanya Cinta sambil melihat pintu yang ada di hadapannya.“Ya, itu benar... Aku dan Asraf sudah mencoba membukanya.”Jawabku sambil berjalan menuju pintu tersebut, Rock dan Michael juga segera mengikutiku. Kami bertiga kemudian mendorong pintu tersebut. Meskipun berat, tapi kami bisa membuka pintu tersebut, berbeda sekali dengan apa yang terjadi di hari pertama kami datang ke tempat ini.“Pintunya benar-benar terbuka...”Gumam Cinta tak percaya.Aku menutupi wajahku dari sinar matahari yang masuk melalui pintu tersebut. Setelah seminggu lebih tak melihat cahaya matahari, Aku jadi merasa silau dengan cahayanya.“Kita benar-benar sudah bebas.”Aku bisa mendengar gumaman Lisa saat gadis itu berjalan keluar dari Menara ini.“Horeee! Ki

  • Misteri Menara Tanpa Nama   Percakapan terakhir

    Hari – 10.“Aku benar-benar tak menyangka bahwa Christ akan mengkhianatiku.”Kata Kepala desa sambil melihat kedua orang yang berbadan besar di lantai. Aku bisa melihat ada minuman yang tumpah di lantai, kemungkinan besar mereka diracuni olehnya.“Aku sendiri juga tak menyangka akan hal tersebut.”Balasku dengan jujur. Aku memang tak pernah berencana untuk melibatkannya.“Apakah dia memang menyimpan dendam padaku? Aku tak menyangka bahwa lelaki sepertinya akan menyimpan dendam.”“Itu mungkin salahmu sendiri bahwa kau membunuh salah satu anggota keluarganya.”“Hmm... kurasa kau memang benar.”“Tentu saja Aku benar.”Meskipun dia seharusnya tahu apa yang saat ini sedang kurencanakan, tapi dia tak terlihat panik sama sekali.“Nah, apa sudah kau mengetahui apa yang sedang kurencanakan saat ini?”“Ya, tentu saja.”“Lalu kenapa kau tak melarikan diri?”“Untuk apa? Aku ini sudah tua, bahkan jika kau tak melakukan ini, Aku pada akhirnya akan mati juga.”Kepala desa itu memberikan senyuman ten

  • Misteri Menara Tanpa Nama   Rencana terakhir

    Hari – 10.“Asraf, apa kau akan melakukan sesuatu yang berbahaya sendirian lagi?”Tanya Sarah yang nampak tak senang dengan apa yang ingin kulakukan.“Ya, kurasa begitu.”Jawabku dengan santai.“Apa kau tak berpikir untuk merubah sifatmu yang satu itu?”Sarah kembali bertanya, tapi dengan nada yang lebih kesal dari sebelumnya.“Untuk saat ini... tidak!”Jawabku tanpa ragu.“Kenapa?”Sarah menghilangkan nada kesalnya dan menggatinya dengan nada sedih.“Tidak ada alasan yang begitu spesial, kurasa Aku hanya bertindak egois.”Aku memberikan senyum lemah saat mengatakan itu.“Apa kau ingat saat Aku berkata ingin merubah tempat ini?”Tanyaku dengan suara lemah, tapi masih dapat terdengar oleh Sarah dan yang lain.“Ya, kau pernah mengatakan itu... kau serius tentang itu, kan?”“Ya, tentu saja... Aku benar-benar berniat untuk melakukannya, tapi untuk melakukan hal tersebut.”“Kau perlu menjadi Kepala desa... betul, kan?”Crona melanjutkan ucapanku dengan nada percaya diri. Aku mengangguk ke

  • Misteri Menara Tanpa Nama   Berbicara tentang masa depan bagian 3

    Hari – 10.“Tidak ada yang benar-benar kusembunyikan dari kalian tentang sifatku yang asli... Aku memang selalu seperti ini.”Jawabku sambil tersenyum santai.“Apa itu memang benar?”Tapi nampaknya Maria tak percaya dengan perkataanku sedikitpun.“Itu memang yang sebenarnya, kau bisa tanyakan saja pada Bagas... dia sudah mengenalku luar dan dalam, jadi dia seharusnya tahu jika Aku sedang menyembunyikan sifat asliku atau tidak.”Aku melihat ke arah Bagas untuk meminta pendapatnya.“Ya, Aku sudah lama mengenalnya... jadi Aku tahu bahwa dia tidaklah banyak berubah dari sebelum dan sesudah dia datang ke tempat ini.”Jawab Bagas tanpa ragu sama sekali.“Benarkah itu?”Tapi sepertinya Maria meragukan hal tersebut.“Apa yang ingin kau katakan?”Bagas menajamkan pandangannya pada Maria.“Tidakkah kau berpikir bahwa dia sebelum dan sesudah Kakaknya meninggal adalah dua orang yang berbeda?”“Maksudmu?”“Oh, ayolah... Aku tahu bahwa kau sudah menyadarinya... bahwa Asraf yang sebelum dia menjadi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status