Home / Horor / Misteri Rumah Tua di Sudut Jalan / Bab 8: Mimpi Buruk di Tengah Malam

Share

Bab 8: Mimpi Buruk di Tengah Malam

Author: tedi sugiri
last update Last Updated: 2024-09-03 08:11:02

Malam itu, Rina merasa lelah luar biasa setelah kembali dari rumah tua. Mereka telah melakukan lebih dari yang dia bayangkan. Nyai Murni menutup pintu rumahnya, menyuruh Rina dan Bu Marni untuk beristirahat. “Kalian berdua butuh tidur. Besok kita akan merencanakan langkah berikutnya. Aku akan menjaga rumah ini untuk sementara,” kata Nyai Murni dengan lembut.

Rina mengangguk, matanya terasa berat. “Terima kasih, Nyai. Semoga kita tidak perlu menghadapi hal-hal menakutkan lagi.”

Namun, Rina tahu bahwa kata-katanya itu mungkin lebih merupakan harapan daripada kenyataan.

Malam itu, Rina tidur di kamar tamu rumah Nyai Murni. Meski tubuhnya lelah, pikirannya terus berkutat dengan kejadian-kejadian yang baru saja mereka lalui. Apakah bayangan besar itu benar-benar telah pergi? Apakah Ambar dan roh-roh lainnya kini benar-benar bebas?

Sekitar tengah malam, Rina mulai terjaga dari tidurnya yang tidak nyenyak. Dia merasa ada sesuatu yang salah, sebuah energi gelap yang merayap di seluruh tubuhnya. Dia membuka matanya perlahan dan melihat ke sekeliling kamar. Gelap, hanya ada cahaya remang dari bulan yang masuk melalui celah-celah jendela.

Dan kemudian, dia mendengar suara itu. Suara gemerisik yang samar, seperti seseorang sedang berbisik dari sudut kamar. Rina duduk, mencoba mencari asal suara itu. Dadanya berdebar kencang saat dia melihat bayangan bergerak di sudut ruangan. Sebuah sosok berdiri di sana, tak bergerak, hanya menatap ke arahnya.

Rina merasakan tenggorokannya kering. "Siapa di sana?" tanyanya, suaranya bergetar. Tapi tidak ada jawaban.

Sosok itu mulai bergerak maju, perlahan-lahan mendekat ke tempat tidur. Wajahnya masih tidak jelas, tapi matanya… mata itu berkilat merah, persis seperti bayangan besar yang mereka lihat di ruang bawah tanah rumah tua itu.

“Tidak… ini tidak mungkin,” bisik Rina, merasa ketakutan merayap naik di tulang punggungnya.

Sosok itu terus mendekat, dan sekarang Rina bisa mendengar napasnya yang berat, seperti hembusan angin dingin di telinganya. Suara itu semakin dekat, semakin keras, sampai Rina bisa merasakan napas dingin itu di lehernya.

Rina melompat dari tempat tidur dan mencoba menyalakan lampu, tapi saklar lampu tidak berfungsi. Kegelapan masih menyelimuti ruangan itu, membuat sosok itu tampak semakin menyeramkan. Dia berlari ke pintu, mencoba membukanya, tapi pintu itu terkunci.

“Nyai! Bu! Tolong!” teriak Rina, berharap seseorang akan mendengar dan datang menolongnya. Namun, suara itu seolah-olah tertahan di tenggorokannya, terdengar begitu kecil di tengah kegelapan yang menakutkan.

Sosok itu semakin dekat, matanya yang merah menyala menatap lurus ke arahnya. “Kau tidak bisa lari,” bisik sosok itu dengan suara yang dalam dan menakutkan. “Kami tidak akan membiarkanmu pergi…”

Rina merasa seperti terjebak dalam mimpi buruk. Dia terus mencoba membuka pintu, tetapi tidak ada yang berhasil. Kemudian, tiba-tiba, sosok itu menghilang, seolah-olah tersedot ke dalam kegelapan yang lebih pekat. Namun, sebelum Rina bisa merasa lega, dia merasakan sebuah tangan dingin menyentuh bahunya dari belakang.

Dia berbalik dengan cepat, dan di sanalah dia, sosok yang lebih kecil, tampak seperti Ambar. Tetapi kali ini, wajah Ambar tidak lagi damai. Wajahnya terlihat penuh rasa takut dan kesakitan. “Mereka tidak membiarkanku pergi,” bisik Ambar dengan suara yang putus asa. “Mereka masih di sini… mereka masih menginginkanku.”

Rina merasakan air matanya mengalir. “Ambar… kami sudah mencoba membantumu. Apa yang bisa kami lakukan lagi?”

Sebelum Ambar bisa menjawab, sosok itu ditarik mundur dengan keras, seolah-olah ada sesuatu yang menariknya ke dalam kegelapan. Jeritannya bergema di ruangan itu, membuat Rina tertegun ketakutan. Suara pintu berderit keras diikuti oleh suara langkah kaki yang terburu-buru.

Pintu kamar terbuka dengan keras, dan Nyai Murni serta Bu Marni masuk ke dalam ruangan dengan panik. “Rina! Apa yang terjadi?” seru Bu Marni sambil menyalakan senter yang dibawanya.

Nyai Murni segera melihat ke sekeliling, mencoba mencari tahu apa yang terjadi. “Kau melihatnya, bukan?” tanyanya dengan suara tegas namun penuh perhatian. “Bayangan itu kembali?”

Rina hanya bisa mengangguk, masih terlalu terguncang untuk berbicara. “Dia… dia ada di sini. Dia datang untukku… dan untuk Ambar.”

Nyai Murni memejamkan matanya sejenak, menghela napas panjang. “Aku takut ini akan terjadi. Kekuatan itu… bayangan itu… dia belum sepenuhnya lenyap. Dan kini dia menginginkan lebih dari sekadar roh-roh yang terperangkap. Dia menginginkan kita.”

Bu Marni menatap Nyai Murni dengan takut. “Apa yang harus kita lakukan, Nyai? Apakah kita harus meninggalkan desa ini?”

Nyai Murni menggelengkan kepalanya. “Tidak, meninggalkan desa ini tidak akan menyelesaikan apa pun. Kekuatan gelap itu terikat dengan rumah tua itu dan segala yang pernah terjadi di sana. Kita harus menghadapinya, dan kali ini kita harus lebih siap.”

Rina akhirnya menemukan suaranya kembali. “Tapi bagaimana? Kita sudah melakukan ritual pembatalan, dan itu masih belum cukup. Apa lagi yang bisa kita lakukan?”

Nyai Murni melihat mereka dengan tatapan serius. “Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang bayangan itu, tentang kekuatan yang dimilikinya. Kita perlu lebih banyak informasi, lebih banyak pengetahuan. Aku tahu seseorang di desa ini yang mungkin bisa membantu kita. Dia seorang dukun tua, lebih tua dariku, dan dia memiliki pengetahuan tentang ilmu hitam yang sangat mendalam.”

Rina dan Bu Marni saling bertukar pandang. Meskipun rasa takut masih menghantui, mereka tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara. Mereka harus menemukan dukun tua itu dan mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan untuk menghadapi bayangan tersebut.

“Kita akan pergi menemuinya besok pagi,” kata Nyai Murni. “Untuk sekarang, kita harus tetap bersama. Jangan pernah sendirian. Bayangan itu akan mencoba untuk memisahkan kita, dan kita tidak boleh membiarkan hal itu terjadi.”

Mereka bertiga memutuskan untuk tinggal di ruang tengah rumah Nyai Murni malam itu, duduk saling berdekatan dengan lampu senter dan benda-benda suci di sekeliling mereka. Mata mereka tetap terbuka, berjaga-jaga terhadap kegelapan yang mungkin kembali.

Dan saat malam semakin larut, mereka tahu bahwa ini adalah awal dari sesuatu yang lebih menakutkan dan lebih berbahaya. Perjalanan mereka untuk mengungkap kebenaran dan melawan kekuatan gelap baru saja dimulai, dan bayangan yang menghantui mereka masih berkeliaran, menunggu saat yang tepat untuk menyerang lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Misteri Rumah Tua di Sudut Jalan   Bab 80: Akhir dari Misteri

    Setelah Rina, Siska, Ardi, dan Lisa berhasil menyelesaikan ritual pemutusan perjanjian roh bangsawan dengan iblis, mereka semua merasakan beban yang terangkat dari hati mereka. Ketenangan yang jarang mereka rasakan kini menyelimuti hati masing-masing. Pa Kiai mengucapkan selamat kepada mereka, memuji kekuatan dan kesabaran mereka dalam menghadapi ujian berat ini. "Kalian telah berhasil melawan kegelapan dengan cahaya iman. Semoga hidup kalian setelah ini penuh dengan keberkahan," ucap Pa Kiai dengan bijaksana. Mereka meninggalkan rumah Pa Kiai dan kembali ke penginapan untuk beristirahat. Rina dan ketiga temannya tidur dengan nyenyak malam itu, tanpa diganggu oleh mimpi buruk atau kehadiran roh-roh jahat. Setelah perjuangan yang panjang dan penuh tantangan, mereka akhirnya bisa merasa aman. Keesokan paginya, sinar matahari pagi yang hangat membangunkan mereka dari tidur. Setelah bersiap-siap, Rina, Siska, Ardi, dan Lisa memutuskan untuk pergi ke desa lama, tempat mereka pernah meng

  • Misteri Rumah Tua di Sudut Jalan   Bab 79 Putusnya perjanjian

    Setelah berhasil keluar dari goa yang telah runtuh, Rina, Siska, Ardi, dan Lisa merasa kelegaan yang luar biasa. Meskipun mereka telah menghadapi berbagai rintangan dan gangguan roh bangsawan, mereka berhasil menyelesaikan tugas mengubur jengglot seperti yang diperintahkan oleh Pa Kiai. Namun, perjalanan mereka belum selesai. Mereka masih harus kembali ke rumah Pa Kiai untuk memastikan bahwa roh bangsawan tersebut benar-benar dihentikan. Dengan langkah yang mantap, meskipun rasa lelah mulai terasa, mereka berjalan kembali menuju rumah Pa Kiai. Jalan yang mereka lalui terasa lebih ringan dibanding sebelumnya, meskipun masih ada bayangan ketakutan akan apa yang mungkin terjadi selanjutnya. Namun, dengan keyakinan bahwa mereka telah menjalankan perintah Pa Kiai dengan benar, mereka merasa optimis bahwa langkah-langkah terakhir ini akan berhasil. Setelah beberapa jam berjalan, akhirnya mereka sampai di rumah Pa Kiai. Rumah itu tampak tenang, dengan cahaya remang-remang di teras depan.

  • Misteri Rumah Tua di Sudut Jalan   Bab 78 Serangan di Goa Terlarang

    Di tengah perjalanan menuju mulut goa, Rina, Ardi, Siska, dan Lisa merasakan perubahan yang tidak biasa. Udara yang tadinya dingin berubah menjadi semakin pekat, seolah-olah ada kekuatan tak terlihat yang menekan mereka dari segala arah. Kemudian, tanpa peringatan, asap tebal mulai menyelimuti mereka. Asap itu berwarna kelabu gelap, menyelimuti lingkungan sekitar sehingga mereka tak bisa melihat apa-apa. "Asap ini... dari mana datangnya?" bisik Siska dengan panik, matanya bergerak liar mencari tanda-tanda bahaya. "Ayo, kita tetap fokus! Jangan berhenti berdzikir!" ujar Rina, memperingatkan teman-temannya. Dia bisa merasakan bahwa asap ini bukanlah sesuatu yang alami—ini adalah bentuk serangan gaib dari roh bangsawan yang ingin menghentikan mereka. Namun, sebelum Rina bisa mengatakan lebih banyak, mereka semua merasakan sesuatu yang aneh. Perlahan-lahan, asap itu tampak mengubah pemandangan di sekitar mereka. Hutan yang tadinya gelap dan menakutkan menghilang, digantikan oleh bayan

  • Misteri Rumah Tua di Sudut Jalan   Bab 77: Persiapan Menuju Goa Terlarang

    Rina, Siska, Ardi, dan Lisa akhirnya tiba di rumah Pak Kiai setelah perjalanan yang panjang dan penuh ketegangan. Napas mereka masih terengah-engah, tapi mereka tahu ini bukan saatnya untuk beristirahat. Mereka berdiri di depan pintu rumah Pak Kiai, sebuah bangunan sederhana namun terasa penuh energi spiritual. Rina mengetuk pintu dengan gemetar, perasaan was-was masih menyelimuti hatinya. "Assalamualaikum," ucap Rina dengan suara yang bergetar. Tak lama setelah itu, pintu terbuka. Pak Kiai berdiri di sana, menatap mereka dengan tajam, seakan bisa melihat langsung ke dalam jiwa mereka. Matanya yang berkilau menunjukkan kebijaksanaan dan kewaspadaan. "Awas, jangan sampai putus dzikir kalian," ucapnya serius. "Jika kalian berhenti berdzikir, itu akan sangat berbahaya. Roh bangsawan itu terus memperhatikan kalian, siap menyerang kapan saja. Jangan pernah lengah." Mendengar itu, mereka semua langsung memperkuat dzikir dalam hati masing-masing. Tahu bahwa sedikit saja kelengahan bisa me

  • Misteri Rumah Tua di Sudut Jalan   Bab 76: Teror Roh Bangsawan

    Rina, Siska, Ardi, dan Lisa bergegas meninggalkan desa lama, berusaha membawa jengglot yang baru saja mereka temukan di bawah tengkorak gadis yang dikorbankan. Tujuan mereka adalah kembali ke desa baru tempat Pak Kiai berada, untuk meminta petunjuk selanjutnya sebelum membawa jengglot ke gua terlarang. Namun, ketegangan semakin memuncak ketika mereka mendekati gerbang desa. "Semakin cepat kita keluar dari desa ini, semakin baik," kata Rina sambil mempercepat langkahnya. Di tangan kirinya, ia memegang tasbih pemberian Pak Kiai erat-erat, dzikir tidak lepas dari bibirnya. Udara di sekitar mereka semakin dingin, dan suasana desa yang hening membuat jantung mereka berdebar lebih keras. Tiba-tiba, suara angin kencang terdengar, membuat langkah mereka terhenti. Dari arah rumah tua di sudut jalan, sosok roh bangsawan melesat keluar dengan kecepatan mengerikan. Tubuhnya melayang, mengelilingi mereka dalam lingkaran besar, seperti badai yang terus-menerus mengelilingi mereka. "Ini buruk...

  • Misteri Rumah Tua di Sudut Jalan   Bab 75: Pertarungan dengan Kekuatan Gaib

    Di tempat lain, di rumah Nyai Murni, suasana tegang menyelimuti. Nyai Murni sedang melakukan ritual penyerangan terhadap Rina dan ketiga temannya. Ruangan dipenuhi asap kemenyan, lilin-lilin menyala redup di sekitar meja ritual yang dipenuhi peralatan persembahan. Nyai Murni memejamkan matanya, merapal mantra-mantra kuno yang ia yakini akan menyerang Rina dan teman-temannya di dunia gaib. Ia menggenggam boneka kecil yang disimbolkan sebagai sosok Rina, menusukkan jarum dengan gerakan tajam, namun tiba-tiba, terjadi ledakan kecil. "Boom!" Peralatan yang ada di atas meja ritual meledak tanpa peringatan. Asap tebal mengepul memenuhi ruangan, lilin-lilin padam seketika. Bu Marni, yang duduk di dekatnya, terkejut dan melompat dari kursinya. "Apa yang terjadi lagi, Nyai?" tanya Bu Marni panik, suaranya gemetar ketakutan. Nyai Murni, yang masih berdiri terpaku di tempatnya, tampak goyah. Dari sudut bibirnya, sedikit darah kental mengalir perlahan. Ia menyeka darah itu dengan lengan b

  • Misteri Rumah Tua di Sudut Jalan   Bab 74: "Di Tengah Kuburan Tua

    Malam semakin larut, angin dingin bertiup kencang, menciptakan suasana yang semakin mencekam di sekitar kuburan tua desa itu. Di bawah cahaya bulan yang samar, Rina, Lisa, Ardi, dan Siska terus melangkah, mencari kuburan gadis yang dikorbankan dengan tekad kuat. Namun, pencarian mereka tidak mudah. Setiap sudut penuh dengan kuburan tua yang usianya tampak ratusan tahun. Batu-batu nisan yang retak dan tertutup lumut membuat segalanya tampak sama, tak memberikan petunjuk apapun. "Kita sudah mengelilingi tempat ini berkali-kali," gumam Ardi dengan nada frustrasi. "Bagaimana kita bisa tahu yang mana kuburan gadis itu?" Lisa mengusap dahinya yang berkeringat meskipun udara begitu dingin. "Kita harus terus mencari. Aku yakin, ada tanda yang bisa kita temukan." Namun, saat mereka melangkah lebih jauh, suasana menjadi semakin aneh. Rina mulai merasakan kehadiran sesuatu yang tidak kasat mata. Hawa dingin yang aneh tiba-tiba menyelimuti mereka. Seketika, mereka melihat sosok-sosok samar mun

  • Misteri Rumah Tua di Sudut Jalan   Bab 73: Perlawanan Nyai Murni

    Di tempat lain, jauh dari makam tua yang sedang didatangi Rina dan teman-temannya, suasana di rumah Nyai Murni mendadak mencekam. Nyai Murni dan Bu Marni sedang sibuk dengan ritual rutin mereka—menyiapkan sesajen dan alat-alat persembahan untuk roh bangsawan yang telah lama mereka sembah. Sesajen itu tersusun rapi di atas meja kayu tua yang penuh ukiran mistis, sementara asap dupa memenuhi ruangan, menebarkan aroma mistis yang kental. Namun tiba-tiba, tanpa peringatan, alat-alat ritual dan sesajen yang disusun Nyai Murni meledak dengan keras. Gelas-gelas berisi air suci pecah, dupa beterbangan ke udara, dan makanan persembahan hancur seketika. Ledakan itu menggema di seluruh ruangan, membuat Bu Marni menjerit kaget dan mundur beberapa langkah. Nyai Murni, yang awalnya berdiri dengan tenang, terhuyung ke belakang karena ledakan itu, wajahnya berubah muram. "Apa yang terjadi, Nyai?" tanya Bu Marni panik, suaranya bergetar. Nyai Murni terdiam sesaat, wajahnya mengeras dan matanya meny

  • Misteri Rumah Tua di Sudut Jalan   Bab 72: Menyusuri Rumah Tua dan Kekuatan Roh Bangsawan

    Rina berdiri di depan gerbang rumah tua itu, menghadap bangunan yang tampak lebih mencekam dari sebelumnya. Angin malam berembus dingin, membawa suara berdesir seolah ada sesuatu yang bersembunyi di kegelapan. Di belakangnya, ketiga temannya menggigil ketakutan, wajah mereka pucat. Mereka enggan melangkah lebih jauh, tetapi Rina tidak bisa membiarkan rasa takut menghentikannya. "Aku harus masuk sendiri," kata Rina dengan nada tegas, meski di dalam hatinya juga ada sedikit keraguan. "Kalian tunggu di sini." Ketiga temannya tidak membantah. Mereka terlalu takut untuk berdebat, dan hanya bisa menonton ketika Rina melangkah lebih dekat ke pintu rumah tua itu. Tasbih pemberian Pak Kiai tergenggam erat di tangannya, dan alunan dzikir terus bergema dalam hatinya, memberikan kekuatan dan ketenangan yang sangat dibutuhkannya di saat seperti ini. Saat pintu rumah tua itu terbuka dengan derit yang memekakkan telinga, Rina merasakan hawa dingin yang jauh lebih menusuk tulang. Ruangan di dal

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status