Share

Bab 2 kebusukan yang ditutupi

"Katamu rumahnya jelek, kumuh. Kok, ini bagus banget?"

Sabrina kembali bicara saat aku memindai bangunan rumah yang ada di depan sana.

Meskipun Sabrina berhenti sedikit jauh dari mobil Mas Rendra, tapi bangunan di depan sana terlihat begitu jelas. Dan benar kata temanku. Tidak jelek, tidak kumuh dan kotor seperti yang selalu Mas Rendra katakan padaku.

Lagi, pikiranku semakin buruk pada Mas Rendra, yang ternyata telah membohongiku.

Dia berdusta mengenai rumah orang tuanya. Yang dia katakan buruk, ternyata tidak benar adanya. Justru rumah Ibu sangat bagus dan bersih.

Meskipun bukan di perumahan, tapi cukup bagus untuk ukuran hunian yang berada di dalam gang. Bahkan rumah itu menjadi bangunan paling besar di antara rumah-rumah yang ada di sekitarnya.

"Tsa, lihat si Rendra. Dia membawa belanjaannya ke rumah," ujar Sabrina mencolek pahaku.

Aku memajukan tubuh semakin ke depan, memperhatikan gerak-gerik Mas Rendra dan ibu mertua.

Sangat santai. Tidak ada keterkejutan dari Ibu, saat anaknya membawa perlengkapan bayi. Itu artinya, Ibu memang tahu tentang Mas Rendra dan selingkuhannya. Dan satu lagi. Ibu terlihat segar bugar, tidak sakit seperti dikatakan suamiku.

Sungguh sandiwara yang luar biasa. Mas Rendra berhasil mengelabuiku.

"Mau ke mana?" tanya Sabrina seraya mencekal tanganku yang hendak keluar dari mobil.

"Aku mau masuk ke sana, Na. Aku harus melabrak Mas Rendra dengan wanita itu. Berani-beraninya mereka membohongi keluargaku, dan mengkhianatiku seperti ini. Aku tidak akan tinggal diam!" geramku seraya mengeratkan gigi.

"Tunggu dulu, jangan gegabah, Tsania. Aku tahu kamu marah, tapi jangan bertindak bodoh. Kita cari tahu dulu, untuk siapa kiranya pakaian bayi itu? Kalau kamu langsung turun dan nanya Rendra, bisa saja dia bohong lagi."

"Maksudmu, kita harus nunggu sampai wanita hamil keluar dari rumah itu?" tanyaku dengan tidak sabar.

Sabrina menganggukkan kepala, membuatku membuang napas dengan terpaksa. Rasanya kaki dan tanganku sudah gatal, tak sabar ingin melampiaskan kemarahan akibat dibohongi oleh Mas Rendra.

Dari kejauhan aku melihat Mas Rendra masuk ke rumah bersama Ibu. Aku pun keluar dari mobil, dan berjalan pelan menghampiri rumah yang pintunya sudah tertutup rapat.

Aku tidak sabar jika harus menunggu dan diam saja. Maka dari itu, aku memutuskan untuk mencari tahu dengan segera, tanpa menunggu nanti. Dan kali ini aku akan menjadi detektif, mencari tahu siapa selingkuhan suamiku yang mungkin sedang berada di dalam sana.

"Jangan gegabah, Tsa," ujar Sabrina yang mengekor di belakangku.

Aku menempelkan jari telunjuk di bibir sebagai isyarat untuk dia tidak bicara lagi.

Pelan tapi pasti, kini kakiku sudah berada tepat di samping rumah Ibu, dengan tangan menempel di dinding.

Mata ini mengintip ke dalam, mencari celah dari kaca yang tertutup gorden.

Nihil. Aku tidak dapat melihat apa pun. Jangankan wanita asing, Ibu dan suamiku pun tidak nampak oleh mataku. Semuanya tertutup oleh gorden warna hitam yang tebal.

"Tsa."

"Apa?" tanyaku pada Sabrina yang menepuk pundak.

"Kaca dekat pintu nggak ditutup gorden, tuh."

Aku mengangkat kepala, melihat pada kaca yang dimaksud Sabrina. Benar, ada sebagian kaca tersebut tidak ditutupi gorden, dan sepertinya aku bisa melihat apa yang ada di dalam.

Kaki ini kugeser pelan hingga akhirnya berada tepat di depan kaca, di samping pintu utama.

Sebenarnya tangan ini gatal, ingin mendorong pintu itu lebar-lebar dan memergoki Mas Rendra bersama wanita selingkuhannya. Namun ....

"Tsania!"

Aku terperanjat saat pintu dibuka dari dalam, dan suamiku muncul menatapku terkejut.

Seperti halnya dengan dia, aku pun kaget karena akhirnya ketahuan mengikutinya hingga sampai ke sini.

"Ma–mas."

"Loh, ternyata Tsania juga ke sini?" tanya Ibu, yang baru saja keluar.

Kadung ketahuan. Aku pun merangsek masuk ke dalam rumah, menubruk pundak Ibu yang menghalangi jalan.

"Tsania! Apa-apaan kamu?" ujar Mas Rendra seraya mengejarku yang sudah berada di dalam.

"Mana, Mas? Mana wanita itu? Mana wanita hamil selingkuhanmu?!" Aku berjalan ke sana kemari mencari sosok yang membuat suamiku berdusta.

"Wanita? Wanita apa? Tidak ada siapa-siapa di sini!"

"Bohong!" sergahku. Aku membalikkan, menatap suamiku dengan nyalang. "Aku tahu kamu selingkuh, Mas. Kamu punya simpanan yang sekarang wanita itu sedang mengandung anakmu, kan? Itu buktinya!"

Aku menunjuk perlengkapan bayi yang masih berada di sofa ruang tengah. Mereka lupa menyembunyikan, atau tidak keburu karena aku sudah terlebih dahulu datang.

"Itu tidak benar, Tsania. Rendra tidak selingkuh, Rendra setia sama kamu, Nak."

"Ibu jangan menutupi kebusukan Mas Rendra!" Kini mataku menatap ibu mertua. "Oh, sepertinya Ibu juga ikut andil dalam perselingkuhan suamiku? Ibu kerja sama dengan Mas Rendra dalam menyembunyikan wanita itu? Iya, Bu?!"

"Tsania!!" teriak Mas Rendra seraya menarik tanganku kasar hingga tubuh ini membentur dadanya. "Jangan berteriak pada ibuku!" imbuhnya lagi dengan tatapan nyalang.

Mas Rendra tidak terima saat aku mencecar Ibu dengan banyak pertanyaan. Pria yang kusebut suami itu mengeratkan gigi dengan dada naik turun karena emosi.

Tidak kulihat ada cinta dari tatapan suamiku sekarang. Yang ada hanya kemarahan, dan ketakutan akan terbongkarnya rahasia yang dia sembunyikannya.

"Kamu selingkuh, Mas?" Satu pertanyaan terlontar dengan tidak mengalihkan pandangan.

"Tidak."

"Bohong!" kataku tidak percaya. "Kalau bukan untuk selingkuhanmu, lalu untuk siapa pakaian bayi itu?"

Mas Rendra meneguk ludah dengan kasar. Bibirnya terkatup rapat, enggan menjawab.

"Kamu selingkuh, Mas! Kamu seling—"

Prang!!

Suara benda jatuh dari belakang membuatku dan Mas Rendra menoleh bersamaan.

"Suara apa itu?" tanyaku seraya menjauhkan diri dari Mas Rendra, kemudian pergi ke arah suara mengikuti ibu mertua yang sudah terlebih dahulu ke sana.

"Tsania jangan!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status