Misteri di Rumah Mertua

Misteri di Rumah Mertua

Oleh:  Pena_yuni  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Peringkat
138Bab
26.0KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Larangan suaminya untuk tidak pernah datang ke rumah ibu mertua, membuat Tsania curiga hingga akhirnya melakukan penyelidikan. Diam-diam Tsania mendatangi rumah ibu mertua, dan menemukan sesuatu yang amat mengagetkan. Keterkejutan Tsania tidak sampai di sana. Rahasia yang ada di rumah mertuanya juga membuka tabir kelam mengenai keluarganya sendiri. Terutama ayahnya.

Lihat lebih banyak
Misteri di Rumah Mertua Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
default avatar
mira
baca cerita ini sngt lah seronok
2023-09-24 17:41:32
1
138 Bab
Bab 1 Mengikuti suami
"Mas, aku ikut ke rumah Ibu, ya?" "Jangan, Tsa! Sudah, kamu diam di rumah, biar aku yang pergi ke sana.""Tapi, aku juga mau tahu keadaan Ibu," cetusku lagi. Pasalnya, tadi Mas Rendra mendapatkan kabar jika Ibu sedang sakit, dan sekarang suamiku akan pergi ke Jakarta. Namun, seperti biasa dia melarangku ikut. Dia akan pergi seorang diri, tanpa membawaku ke rumah ibunya.Mas Rendra berdiri dengan tegak seraya melihatku lekat. Dia menghentikan aktivitasnya yang tengah mengemasi dompet dan ponsel ke dalam tas kecil miliknya. "Ikut ke rumah Ibu, ya?" pintaku lagi membalas tatapan matanya. "Ibu juga pasti seneng, kok kalau aku datang menjenguknya."Mas Rendra mengembuskan napas kasar. Dia memegang kedua pundakku dengan tidak mengalihkan pandangan. "Tsa, aku bukan tidak ingin membawamu. Tapi—""Keadaan rumah Ibu yang kumuh, kotor dan bau?" Aku memotong ucapan Mas Rendra yang kuhafal di luar kepala. "Aku tidak masalah dengan itu, Mas. Justru dengan adanya aku, aku bisa bantu beresin ruma
Baca selengkapnya
Bab 2 kebusukan yang ditutupi
"Katamu rumahnya jelek, kumuh. Kok, ini bagus banget?" Sabrina kembali bicara saat aku memindai bangunan rumah yang ada di depan sana. Meskipun Sabrina berhenti sedikit jauh dari mobil Mas Rendra, tapi bangunan di depan sana terlihat begitu jelas. Dan benar kata temanku. Tidak jelek, tidak kumuh dan kotor seperti yang selalu Mas Rendra katakan padaku. Lagi, pikiranku semakin buruk pada Mas Rendra, yang ternyata telah membohongiku. Dia berdusta mengenai rumah orang tuanya. Yang dia katakan buruk, ternyata tidak benar adanya. Justru rumah Ibu sangat bagus dan bersih. Meskipun bukan di perumahan, tapi cukup bagus untuk ukuran hunian yang berada di dalam gang. Bahkan rumah itu menjadi bangunan paling besar di antara rumah-rumah yang ada di sekitarnya. "Tsa, lihat si Rendra. Dia membawa belanjaannya ke rumah," ujar Sabrina mencolek pahaku. Aku memajukan tubuh semakin ke depan, memperhatikan gerak-gerik Mas Rendra dan ibu mertua. Sangat santai. Tidak ada keterkejutan dari Ibu, saat
Baca selengkapnya
Bab 3 kontraksi?
"Apa, sih, Mas?" Aku memprotes tindakan Mas Rendra yang kembali mencekal lenganku. "Jangan ke sana, tidak sopan. Ini rumah Ibu, bukan rumah kita!" kilahnya. "Aku mau lihat ke sana!" Aku mencoba melepaskan diri dari Mas Rendra. Namun, semakin aku berusaha melepaskan tangannya, semakin erat pula cengkraman dia hingga akhirnya Ibu keluar dari ruangan yang ada di belakang kami seraya menggendong seekor kucing berbulu lebat. "Dia menjatuhkan piring dari meja makan," tutur Ibu seraya menurunkan hewan itu. "Tuh, kamu lihat sendiri. Hanya kucing." Mas Rendra menimpali. Aku diam dengan memperhatikan wajah Mas Rendra dan ibu mertua bergantian. Senyum yang disuguhkan wanita paruh baya itu tidak sama sekali membuat rasa ingin tahuku hilang. Justru semakin menggebu dan curiga jika Ibu hanya bersandiwara dengan membawa kucing sebagai alat kebohongannya. Melihat kediamanku, Mas Rendra pun mengendurkan pegangannya di tanganku. Dan tentu saja itu membuatku dengan mudah lepas dari dia, dan langs
Baca selengkapnya
Bab 4 gambar yang dikirimkan Sabrina
"Kontraksi?" Aku mengulang kata yang baru saja disebutkan suamiku itu. Aku langsung memundurkan tubuh saat pandangan Mas Rendra menoleh ke arahku. Dengan cepat dan tanpa suara, aku pergi ke kamar sebelum dia mengetahui aku telah menguping pembicaraannya. Sepertinya aku tidak bisa mendesak Mas Rendra untuk bicara yang sejujurnya. Aku juga tidak yakin, jika dia akan mengatakan yang sebenarnya. Aku harus punya cara lain untuk bisa mengetahui rahasia yang ada di rumah ibu mertua. "Tsania." Aku terperanjat saat Mas Rendra tiba-tiba masuk ke dalam kamar. Namun, buru-buru kusembunyikan rasa terkejutku dengan menghindari tatapan darinya. "Tsania, aku ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di rumah Ibu. Oke, jujur aku emang sudah berbohong padamu," ujarnya lagi membuatku menatap dia. Mas Rendra maju beberapa langkah hingga akhirnya dia berada di depanku yang duduk di ujung ranjang. Dia pun ikut duduk, lalu menggenggam tanganku ini. Aku menariknya, tapi tidak berhasil melepaskan
Baca selengkapnya
Bab 5 banyak alasan
[Wanita itu berjalan ke luar lewat pintu belakang, terus masuk ke bangunan kecil di belakang rumah mertuamu.]Sabrina kembali mengirimkan pesan beserta gambar sebuah bangunan yang lebih mirip seperti kandang. Entahlah itu gubuk atau apa, aku belum pernah melihatnya. Datang ke rumah Ibu pun, baru tadi dengan cara memaksa pula. [Oke, makasih, Sabrina,] balasku padanya. [Sama-sama. Kalau butuh bantuan apa pun, tinggal hubungi aku, ya? Selamat tidur, Tsania.]Pandanganku tak lepas dari foto yang diberikan Sabrina. Ternyata benar saja kecurigaanku, jika wanita itu kabur lewat pintu belakang. Sialnya, aku tidak menyadari itu saat di rumah ibu mertua. Pikiranku buntu karena amarah yang terlalu menggebu. "Sepertinya aku harus ke sana lagi," ucapku pelan, nyaris tanpa suara. Kupandangi wajah Mas Rendra yang sudah terlelap sejak tadi. Demi Tuhan aku tidak percaya jika laki-laki itu telah berkhianat. Dia bahkan tidak sendirian. Ibu mertua pun ikut andil dalam menutupi kebohongan putranya.
Baca selengkapnya
Bab 6 Menu yang Sama
Aku terperanjat, mulutku menganga dengan mata mengarah pada wajah Sabrina yang kebingungan. "Ada apa, sih, Tsa?" tanya temanku itu. "Apa yang dilakukan Mas Rendra hingga aku bisa tidur selama itu?" "Rendra? Kenapa lagi dengan dia?" Sabrina kembali bertanya. Aku pun mengatakan semua yang sempat aku rencanakan. Niatku untuk ikut ke pabrik teh, harus gagal karena dibuat tidur oleh suamiku sendiri. Iya, aku sangat yakin jika Mas Rendra lah yang sudah membuatku tidur dari pagi hingga malam hari. Kalau bukan dia, siapa lagi? Tidak ada orang lain di sini."Jangan-jangan ... dia emang sengaja memasukkan obat tidur ke minumanmu pagi tadi, Tsa. Gak mungkin, kan kamu tidur kayak orang koma kayak tadi?" Aku diam, membenarkan ucapan Sabrina. Benar-benar keterlaluan Mas Rendra. Dia nekad membuatku tidak sadar demi bisa pergi ke rumah Ibu tanpa ketahuan olehku. Tanganku terkepal kuat meremas seprai. Dada pun naik turun menahan amarah yang tidak terlampiaskan. "Sabar, Tsa. Aku tahu kamu ke
Baca selengkapnya
Bab 7 Undangan Ibu Mertua
"Makan ... makan di warung nasi dekat pabrik lah, di mana lagi?" Mas Rendra menjawab pertanyaanku dengan wajah yang sedikit memerah. Aku langsung membuang pandangan, merasa jijik dengan jawaban bohongnya. "Aku sedang tidak enak badan. Cuma bisa masak ini buat makan. Kalau Mas mau menu yang lain, silahkan masak sendiri," tuturku, lalu mulai mengambil nasi untuk disantap. Mas Rendra tidak lagi bicara. Dia membiarkanku menikmati makanan seperti orang lapar. Bayangkan saja, seharian penuh perutku tidak diisi apa pun. Dan itu karena perbuatan Mas Rendra. Aku yakin betul, jika dia yang membuatku tidur seperti orang mati. Dari ekor mata, aku melihat Mas Rendra mengambil sedikit nasi dan lauk ayam goreng yang tadi aku masak. Terlihat sekali dia tidak berselera dengan masakanku. Yang biasanya selalu makan banyak, kini hanya sedikit, bahkan tidak ada setengah dari porsi dia makan. "Kalau sudah kenyang, gak usah maksain makan, Mas," celetukku. Mas Rendra menoleh dengan kedua alis yang t
Baca selengkapnya
Bab 8 Berangkat ke Rumah Ibu Mertua
"Oke, Bu. Tsania akan datang."Suara Ibu terdengar senang saat aku menjawab ajakannya. Aku akan datang memenuhi undangan ibu mertua, bukan karena rindu masakannya. Tapi untuk mencari tahu wanita hamil di sana. Namun ... beberapa kali aku mendengar Mas Rendra mengatakan kontraksi saat bertelepon dengan Ibu. Apa jangan-jangan wanita itu sudah melahirkan?Sepertinya tidak. Kalaupun ada anak bayi, tidak mungkin Ibu mengundangku datang ke rumahnya, karena pasti akan ketahuan.Ah, sudahlah. Akan aku pikirkan nanti tentang itu. Yang jelas, aku harus memanfaatkan kesempatan yang tidak akan datang dua kali. Pergi ke rumah ibu mertua dengan tidak secara diam-diam. "Ekhem!" Mas Rendra berdehem, membuatku mengalihkan pandangan ke arahnya. "Kenapa?" tanyaku, memicingkan mata. Ah, dasar lelaki. Mana paham kalau hati ini sedang tidak ingin berbagi rasa dengannya. Mas Rendra melakukan apa yang tadi dia lakukan di luar. Namun, sayangnya aku tidak bisa menolaknya kali ini. Apa alasanku untuk itu?
Baca selengkapnya
Bab 9 Sikap Aneh Ibu
"Alhamdulillah ... akhirnya kalian datang juga. Ibu pikir, Tsania enggak akan mau lagi datang ke sini."Ibu mertua menyambut dengan hangat saat kami tiba di tempat tujuan. Sebelum masuk ke rumah, mataku menelisik mencari orang yang tadi aku kirimi pesan. Namun, aku tidak menemukannya. Di mana dia berada? "Tsa, kamu cari apa?" tanya Ibu, menyadari gerak tubuhku. "Oh, tidak mencari siapa-siapa, Bu. Hanya ... sedikit beda dari pertama datang ke sini." Aku menjawab mencari alasan. "Oh ...." Ibu membulatkan mulut seraya menggiring tubuhku ke dalam rumah. "Itu karena Ibu, baru saja memotong rumput dan menebang beberapa pohon srikaya di halaman, Tsa," lanjutnya. Aku manggut-manggut. Sekarang, mata kuedarkan ke seluruh ruangan, dan berhenti pada foto pernikahanku dengan Mas Rendra yang terpampang cukup besar di ruang tamu. Perasaan ... waktu pertama ke sini aku tidak melihat itu, deh. Mungkin karena masuk dengan buru-buru, jadinya tidak memperhatikan hiasan dinding tersebut. "Tsa, ka
Baca selengkapnya
Bab 10 Cucu Sah?
Orang yang aku pertanyakan keberadaannya datang, lalu duduk dengan wajah penuh tanda tanya. "Ini, loh, Dra. Barusan Tsania nanyain kamu," ujar Ibu pada putranya. "Aku dari rumah tetangga, Sayang .... Pasti gak mau makan, ya karena gak ada aku? Aduh, kebiasaan banget istriku ini. Mana piringnya, biar aku yang ambilkan nasi untukmu."Mas Rendra terus bicara seraya tangan menyedok nasi dan beberapa lauk yang terhidang. Aku hanya diam memperhatikan gesture tubuh dan wajahnya yang terlihat lebih ceria dari sebelumnya. Aku jadi curiga dengan tetangga yang baru saja ditemui Mas Rendra. Punya apa tetangga itu hingga membuat wajah suamiku berseri seperti itu? Oh, aku mengerti sekarang. Pasti tetangga yang dimaksud Ibu dan Mas Rendra, ialah wanita itu. Astaga ... sempat-sempatnya dia menemui wanita selingkuhannya di saat aku berada di sini. Kurang ajar! Brukk!"Astagfirullah!""Tsania?!" Mas Rendra dan Ibu berseru bersamaan saat dengan tidak sadar aku menggebrak meja karena merasa kesa
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status