Kaisar mengumpat kesal. Lagi-lagi dia baru saja bertengkar dengan istrinya. Dan coba tebak, ini semua gara-gara dia menolak ide bulan madu ramai-ramai.
Yeah. Ramai-ramai. Rupanya bukan cuma Erika saja yang diajak, tapi juga beberapa orang teman dan keluarga. Tentu saja ini terasa menyebalkan bagi Kaisar. Mana ada bulan madu rombongan seperti itu? “Kenapa pintunya lama sekali baru dibuka sih?” Kaisar bergumam kesal, sembari terus menekan bel. Lelaki itu menatap pintu unit penthouse mewah di depannya dengan tatapan bimbang. Haruskah dia pergi saja atau haruskah dia menerobos masuk saja? “Masa bodoh. Aku sedang tidak ingin tidur di rumah.” Akhirnya Kaisar memutuskan masuk menggunakan pin yang sudah dia tahu sebelumnya. Dan ya, itu adalah rumah Erika. Sesungguhnya Kaisar punya apartemen sendiri, tapi letaknya lebih jauh. Dia pun pernah dua kali datang ke unit Erika ini. Sekali datang bersama sang adik, sekali ketika akhirnya dia menerima ajakan perempuan itu. Dan ya, dia diberitahu pin untuk bisa masuk ke unit mewah itu. “Ke mana sih dia?” geram Kaisar ketika tidak menemukan yang empunya rumah. Kaisar sudah masuk ke kamar yang pernah mereka tempati bersama, tapi tidak ada orang. Begitu pun kamar lain, sampai dia melihat ada sesuatu yang janggal. Dinding di dekat dapur terlihat seperti memiliki celah. Penasaran, Kaisar mendekati tempat itu. Dia mendorong bagian dinding tepat di sebelah celah tipis itu dan dindingnya mengayun terbuka. Rupanya itu bukan dinding, tapi pintu. “Untuk apa juga dia menyembunyikan tangga?” Kening Kaisar berkerut melihat ada tangga di balik dinding itu. Sebenarnya sih, memang ada orang yang tidak ingin memperlihatkan tangga di rumahnya secara terang-terangan. Karena itu Kaisar juga tidak terlalu ambil pusing dan menuruni tangga itu. Kening Kaisar makin berkerut karena menemukan tangga itu berakhir di ruang tamu, tanpa ada sekat tambahan. Seolah keberadaan tangga itu tidak disembunyikan. Mana unit yang di lantai bawah terasa lebih luas. “Mungkin karena di atas ada kolam renangnya kali ya,” Kaisar mengambil kesimpulan sendiri. “Erika?” Kaisar langsung berseru lantang ketika mendengar suara lenguhan tertahan. Malam yang sepi membuat suara sekecil apa pun jadi mudah terdengar. “Sialan. Jangan bilang dia tidur dengan pria lain. Dasar murahan.” Dengan langkah cepat, Kaisar mengikuti arah datangnya suara. Dia sudah siap untuk menggrebek dan menemukan kegiatan asusila, tapi gumaman Erika berikutnya membuat Kaisar batal mendobrak pintu. Namun karena rasa penasarannya yang tinggi, pria itu tetap membuka pintu yang memang tidak dikunci. Suara minta tolong Erika terdengar jelas dan menyayat hati, tapi itu tidak membuat Kaisar bergerak. “Apa dia mimpi buruk?” gumamnya sangat pelan. Kaisar agak tersentak ketika tiba-tiba saja Erika menarik napas panjang. Rasa kaget itu segera berubah menjadi panik ketika dia melihat sekretarisnya terlihat seperti sesak napas. Dia bisa melihat karena lampu tidur di kamar itu masih menyala. Remang, tapi masih bisa terlihat. Lelaki itu terdiam beberapa saat. Menimbang haruskah dia menolong atau tidak. Dan akhirnya dia memilih melangkah pergi. Kaisar merasa Erika tidak pantas ditolong. “Sialan,” geramnya kesal setelah sampai di depan tangga. Tiba-tiba saja Kaisar menjadi bimbang. “Kalau dia mati karena sesak napas gimana?” tanyanya pada diri sendiri. “Bukan urusanmu Kai,” dia menjawab sendiri. Kaisar kembali melangkah, menaiki tangga. Tapi baru juga satu undakan dia menggeram. Dia ingin pergi saja. Tidak perlu membantu perempuan yang sebenarnya tidak dia sukai, tapi hati nuraninya juga tidak tega. “Sialan.” Kaisar akhirnya berbalik melangkah ke kamar lagi, setelah beberapa menit berpikir. Itu pun dia masih bimbang di depan pintu. “Ah, sial.” Kaisar kembali mengintip dari celah pintu. Dia melihat Erika yang sementara berjuang membuka botol obat dan menenggaknya, membuat pria itu mengernyit. Untuk apa minum obat? *** “Ugh...” Kening Erika berkerut dengan matanya yang masih terpejam. Titik-titik keringat bermunculan di keningnya yang sekarang ini makin berkerut dalam. Mata yang sudah terpejam itu juga makin terpejam rapat. Kepala perempuan itu menoleh ke kiri dan kanan. Tidurnya terlihat sangat gelisah dan tak tenang. Saking tidak tenangnya dia sampai menendang-nendang selimut dengan gelisah. “Tidak. Jangan. Aku mohon jangan,” racau perempuan yang sedang tertidur itu berulang kali. Suara desahan napas tertahan makin terdengar. Detik demi detik yang dilalui Erika dalam tidurnya, terasa tahunan. Sebelum akhirnya dia terbangun dengan satu helaan napas panjang. Mata Erika terbuka lebar. Kedua tangannya refleks memegang batang lehernya, tanpa ada satu kali pun tarikan napas. Dia tidak bisa bernapas. Saluran napasnya seolah tersumbat dengan batu besar. Inginnya Erika menggapai botol obat yang telah lama menjadi temannya, tapi anggota tubuhnya menolak bekerja sama. Butuh waktu sekitar lima belas menit, sebelum akhirnya dia bisa meraih botol itu. “Bisa-bisanya,” gumam Erika pelan ketika napasnya mulai stabil setelah beberapa belas menit kemudian. “Bisanya aku tidak melihatnya di hari pernikahan. Bisanya mereka berkumpul di satu tempat,” ulang Erika dengan napas terengah. Perempuan dengan rambut cokelat gelap itu menatap nanar ke arah jendela kamarnya yang memperlihatkan langit malam, dari celah kain gorden yang tidak tertutup rapat. Dia meringis pelan. Senyum meringis itu, perlahan-lahan berubah jadi tawa. Siapa yang menyangka kalau dia begitu beruntung dan takdir seolah membantunya. Kali ini Erika yakin bisa langsung menangani dua orang. Tidak... Dua keluarga sekaligus. “Ck. Airnya habis.” Erika berdecak kesal melihat botol air minum jumbonya telah kosong. Dengan langkah yang masih sedikit lemas, Erika terpaksa turun dari ranjangnya. Masih pukul satu dini hari dan dia masih memerlukan asupan air minum sampai jam lima nanti “Astaga,” Erika refleks memekik ketika melihat ada seseorang duduk di sofa ruang tamu. “Pak Kaisar? Apa yang anda lakukan di sini?” tanya Erika ketika pria yang dimaksud menoleh menatapnya. “Bagaimana bisa?” “Kau tidak menutup rapat pintu rahasiamu ketika aku datang. Aku barusan datang sebenarnya,” jawab pria itu setengah berbohong. Erika hanya bisa menggeram dengan ketololan yang dia lakukan. Dia tak bisa menyalahkan siapa pun untuk hal ini karena memang dia yang teledor. “Biarkan aku menginap malam ini.” “Maaf, Pak. Tapi saya sedang dalam kondisi yang tidak baik, jadi saya tidak bisa melayani anda.” Erika menolak dengan cepat. “Aku hanya minta untuk menginap karena apartemenku jauh dari rumah. Bukan hal lain,” hardik Kaisar kesal karena bisa menebak maksud sekretarisnya itu. “Ah, anda bertengkar dan kabur dari rumah? Oke anda boleh pakai kamar tamu.” Kaisar tidak menjawab lagi. Dia baru saja mendengar ponselnya berdenting pelan dan wajahnya langsung menjadi pucat membaca pesan yang ada di sana. “Oh, tidak. Dia ada di sini.” “Maksudnya?” tanya Erika bingung. “Flora akan datang ke sini. Dia bahkan sudah sampai di parkiran.” ***To Be Continued***“Aku bertengkar dengan Kai.” Erika meringis mendengar penuturan Flora. Perempuan blasteran yang menjadi istri dari bosnya di kantor, sekaligus juga bisa dikatakan sebagai sahabatnya. “Dia pergi meninggalkan rumah dan aku tak tahu apa dia sudah baca chatku atau tidak, tapi dia tidak membalas.” Ringisan Erika makin menjadi mendengar hal itu. Dia tahu kalau Kaisar sudah membaca pesan Flora. Hanya saja pria itu menonaktifkan fitur laporan dibaca, sehingga tanda centang dua yang ada pada chat tak akan berubah biru walau sudah dibaca. “Mungkin Pak Kaisar menginap di apartemennya. Dan mungkin saja sekarang dia sudah tidur,” jawab Erika mencoba menenangkan. “Tapi gimana kalau dia malah pergi cari perempuan di klub?” “Ehm... aku rasa tidak. Hari ini kami lembur, jadi beliau pasti lelah dan tak punya tenaga lagi pergi ke tempat seperti itu.” Tentu saja sebagian besar dari kalimat Erika itu bohong. Buktinya Kaisr tadi sempat ada di rumahnya, walau pria itu segera diusir setelah Flora men
“Ngapain sih si Kai pakai acara kabur dari rumah segala?” Erika meringis mendengar pria tinggi di sebelahnya. Dia adalah adik kandung dari Kaisar. Radja Bima Jayantaka. Pria yang berprofesi sebagai model itu, katanya ada yang ingin dia bicarakan dengan kakaknya. Dan di sini lah mereka berada. Di lobi hotel yang tiba-tiba saja dijadikan sebagai tempat menginap Kaisar. Erika tadi sempat menghubungi Kaisar, agar pria itu segera berpindah ke hotel yang tak jauh dari rumahnya dengan sang istri. Ini tentu saja agar Bima tidak curiga. “Saya juga kurang tahu, tapi Nyonya ada di rumah saya,” jawab Erika setengah berbohong. “Oh ya? Kok bisa?” Bima terlihat cukup terkejut. “Sepertinya ini soal bulan madu yang tertunda itu. Mereka sepertinya tidak sejalan soal itu,” jawab Erika kali ini jujur. “Ah, pasti karena Flora mau mengajak banyak orang kan ya? Dia mengajakku juga.” Erika mengangkat kedua alisnya. Mengajak satu orang saja Kaisar sudah menolak, apalagi mengajak lebih dari satu orang.
Suara ketukan jari terdengar sangat jelas karena Kaisar melakukannya dengan sengaja. Pria itu mengetukkan jemarinya di atas meja rapat untuk memperlihatkan benda yang terpasang di sana pada lawan bicaranya. Perempuan yang menjadi klien hari ini, terus-terusan menatapnya dengan intens. Dan itu jelas saja membuat Kaisar risih. Dia tak pernah suka dengan perempuan jenis seperti ini. Teman perempuan itu saja mengernyit sebal, apalagi Kaisar yang diperlakukan seperti ini sejak kemarin. Klien yang ditemui Kaisar setelah bertemu sang adik kemarin pun sama ganjennya. Dan itu menyebalkan. “Maaf, Bu. Apa penjelasannya sudah bisa dimengerti?” Erika bertanya dengan nada kesal. Erika sangat pantas merasa kesal karena penjelasannya sedari tadi tidak didengar. Perempuan yang mewakili salah satu distributor obat terbesar itu, hanya memandang Kaisar dan hanya mendengar ketika pria itu bicara. Terlalu menyebalkan. “Oh, apa kau baru saja mengatakan sesuatu?” tanya perempuan itu menoleh sebentar pa
“Astaga Flora. Apa kau pikir ini ring tinju?” Kaisar memekik keras diikuti bantingan pintu ruangannya. Pria itu baru saja melerai pertengkaran istrinya dengan wakil dari distributor. Tak tanggung-tanggung, Flofa tidak hanya menampar, tapi juga menjambak rambut perempuan itu. “Salahkan saja dia yang menggodamu duluan.” Kening Kaisar berkerut mendengar pernyataan istrinya itu. Dia kemudian langsung memandang ke arah pintu yang baru saja menutup karena Erika baru saja masuk. Dan dengan mudah Kaisar mengetahui kalau ini adalah ulah sekretarisnya. Ya. Pasti seperti itu. Erika pasti mengerjainya lagii, seperti kala itu. Ketika dia dengan sengaja memberi cap lipstik pada cangkir yang dipakainya. Kaisar sampai harus menghadapi kemarahan semua orang karena Flora menemukannya dan ngambek. “Maaf, Pak. Nyonya sepertinya tidak sengaja mendengar percakapan saya tadi ketika turund ari lift,” Erika menjelaskan tanpa meminta. “Dan untuk apa juga kau mengantar perempuan itu sampai di lobi,” hard
“Melelahkan.” Erika menghempaskan dirinya ke atas tempat tidur. Dia tak peduli lagi dengan tubuhnya yang terasa lengket dan kotor. Pekerjaan beberapa hari ini sangat melelahkan. Apa lagi ditambah dengan mempersiapkan perjalan bulan madu yang bahkan belum sempat dia lakukan. Sebenarnya bukan hanya beberapa hari belakangan dia sibuk. Sejak pertama masuk pun Erika sebenarnya sudah cukup sibuk. Hanya saja kala itu dia masih ditemani oleh senior yang dia gantikan kedudukannya, jadi kala itu masih tak terlalu sibuk. Tapi saat itu Erika juga tidak bisa berbuat banyak. Tidak mungkin anak baru tiba-tiba meminta data perusahaan tiga tahun lalu kan? Itu terlalu mencurigakan. “Aku tidak melakukan kesalahan kan? Ini sudah benar kan?” gumam Erika yang menjadikan lengannya untuk menutupi mata. “Kamu sudah melakukan hal yang benar Erika.” Dia yang bertanya dan dia yang pula menjawab. Inginnya sih Erika langsung tidur saja, tapi dering ponselnya malah membuat dirinya kembali duduk. Apa lagi it
“Anda sudah menghela napas lebih dari 5 kali pagi ini, Pak,” Erika tak segan menegur atsannya itu. “Itu bukan urusanmu,” hardik Kaisar ketus sekali. “Anda akan berangkat bulan madu sore ini, seharusnya anda merasa senang. Anda dan Nyonya akan menghabiskan waktu berdua.” “Apa kau sedang menghina?” “Tentu saja tidak. Saya hanya...” “Kalau begitu diam.” Erika langsung menutup mulutnya. Tapi bukan Erika namanya kalau tidak mengerjai Kaisar dengan tatapan mata mengejeknya. Mata yang berkedip sok polos itu, jelas saja itu membuat Kaisar merasa kesal setengah mati. “Lebih baik kau pergi kerja saja.” Kaisar menunjuk pintu ruangannya yang tertutup. Tidak ada hal yang bisa dilakukan Erika selain menurut. Dia pamit dengan membawa setumpuk kertas dan senyum merekah, masih mengejek atasannya itu. Kaisar hanya bisa mendesah melihat kelakuan sekretarisnya itu. Dia rasanya ingin sekali memecat perempuan itu, tapi tidak mungkin. Flora yang meminta agar Erika diterima sebagai sekretaris utaman
Bulan madu berjemaah kali ini bisa dibilang cukup sukses. Erika memang sangat piawai mengatur segala sesuatunya, kecuali satu hal. Dia tak bisa mengatur jadwal datang bulan Flora.Yes, Flora datang bulan. Lebih tepatnya tidak lama setelah rombongan mereka berangkat naik kapal dari Sorong. Dan coba tebak apa yang terjadi. Flora ngambek karena dia tidak bisa menyelam bersama hiu. Dan karena itu pula, dia ngambek dan merusak suasana liburan ini. Bahkan Queenie saja merasa sedikit kesal dengan sahabatnya itu. Apalagi yang lain, terutama Kaisar. “Berhentilah merengek seperti anak kecil hanya karena hal sepele,” hardik Kaisar terlihat marah. Wajar sih pria itu terlihat marah karena sang istri memaksa suaminya ikut tinggal di atas kapal saja. Flora melarang Kaisar terjun ke dalam laut, padahal hobi pria itu adalah menyelam alias snokling. “Aku kan gak suka sendirian.” Flora jadi ikutan kesal. “Bukannya Erika dan Queenie tadi bersedia menemanimu?” “Tapi aku pengennya ditemani sama ka
“Apa yang dilakukan pengantin baru di sini?” Suara sapaan dengan suara lembut yang sudah dia hapal, membuat Kaisar mendengkus kesal. Dengan gerakan kasar, pria itu membuang puntung rokoknya ke atas rumput dalam keadaan masih menyala. “Astaga, Pak. Kenapa anda selalu buang puntung rokok di atas rumput sih?” Erika buru-buru menginjak puntung rokok itu dengan sandal hotelnya yang tipis. Tak lupa dia juga memungut benda yang baru habis setengahnya itu dan membuangnya ke tempat sampah terdekat. Kaisar mendengkus melihat itu. Dia jadi teringat kala pertama kali Erika menawarkannya hubungan di bawah tangan alias selingkuh. Kejadiannya sama persis seperti saat ini dan di momen yang bisa dikatakan penting bagi pasangan pengantin baru. Kali lalu di malam saat dia harusnya menghabiiskan malam pertama dengan Flora. Kali ini saat bulan madu. Kebetulan yang luar biasa. “Kenapa pengantin baru bisa duduk santai di taman? Ini acara bulan madu Pak Kaisar loh,” seru Erika setelah kembali dari mem