Share

Chapter 5

Author: Setya Ai Widi
last update Last Updated: 2021-09-11 21:03:52

Ara tersentak. Kenapa Saga menanyakan hal itu? Dari mana dia tahu kalau Ara bolos sekolah kemarin? Apa Erick yang memberitahunya? Tapi untuk apa? Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam benak Ara. Haruskah dia menjawab pertanyaan Saga?

"Enggak usah kepedean. Gue cuma denger selentingan kalau katanya, Si Kutu Buku lari dari sekolah." Saga memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.

"Dan kamu penasaran, gitu?" tuduh Ara. Kalau dipikir-pikir, kenapa Saga membahasnya jika bukan karena penasaran?

Saga terkekeh. "Gue? Penasaran sama cewek cupu macam lo? You wish," gumamnya sembari melanjutkan langkah.

‘Sombong banget kamu ngatain aku cupu. Kamu belum tahu aja siapa aku, Saga.’ Ara kesal. Gadis itu pun membalikkan badan sembari mengentakkan kaki menuju kelas.

"Demi Demian Adit yang gantengnya selangit, balik dari ruang kepsek, kenapa lo jadi manyun gitu, Ra? Dan demi Tuhan Yang Maha Esa, gue jadi risi lihatnya," seloroh Erick begitu Ara sampai di kelas dan duduk si bangkunya.

Belum sempat gadis itu menjawab, bel sekolah berbunyi nyaring. "Udah, diem. Udah bel tuh," tegur Ara yang merasa lolos, karena tidak perlu menceritakan hal yang tidak penting kepada Erick.

"Oh, My God ...," seru Erick seraya menepuk dahinya.

❤❤❤

"Ra, sorry banget. Di tempat temen-temenku tuh posisi kosong udah keisi semua. Jadi aku enggak bisa bantu cariin kerja tambahan buat kamu. Maaf banget, ya?" bisik Hana ketika kafe tidak begitu ramai.

Di dalam ruangan hanya terdengar alunan musik klasik yang diputar melalui pengeras suara, juga sesekali suara tawa pelanggan yang saling bercanda sembari menikmati hidangan mereka.

Ara sedikit kecewa, tetapi mau bagaimana lagi jika memang Hana tidak bisa membantunya? Setidaknya Hana sudah mencoba mengulurkan tangan, menurutnya itu sudah lebih dari cukup.

"It's okay, Kak. Aku bisa cari info sendiri nanti. Minta doanya aja, semoga dapet kerjaan yang pas buat aku," ujar Ara dengan senyum terkembang.

"Emangnya kalau boleh tahu, kenapa sih, kamu segetol itu buat cari tambahan kerja part time, Ra? Kamu kan masih sekolah. Apa enggak menyita waktu belajar kamu?" tanya Hana yang menatap Ara dengan penuh selidik.

Ara merasa tidak enak ditanya seperti itu. "Mmm ... gimana, ya, jelasinnya? Ya ... intinya, aku butuh uang buat biaya sekolah adik juga, Kak. Jadi aku cari kerja part time tambahan. Aku harus mandiri, gitu, Kak," jelas Ara yang hanya menceritakan sebagian kisahnya. Dia tidak ingin terlalu banyak bercerita tentang masalah hidupnya dan mendramatisasi keadaan, karena tidak ingin dikasihani.

Hana terlihat manggut-manggut. "Oh, gitu. Semangat aja, Ra. Kamu pasti bisa! Oh, ya, tapi ... kalau boleh tahu, nilai kamu paling unggul dalam mata pelajaran apa? Aku bakal bantu cari-cari kerjaan yang sesuai sama skill kamu. Siapa tahu bisa," ujarnya.

"Kalau untuk nilai, yang paling bagus matematika, Kak. Bulan depan nanti, aku ada lomba Olimpiade matematika tingkat provinsi. Kepala sekolah bilang sih di Yogyakarta, jadi nanti aku bakal izin enggak kerja beberapa hari, Kak."

"Serius, kamu mau ikut lomba Olimpiade matematika? Keren banget, Ra. Aku aja waktu sekolah suka tidur kalau pelajaran matematika." Hana bercerita diikuti dengan tawa.

Ara mengangguk. "Iya, Kak. Lagian itu kepala sekolah yang mutusin. Aku enggak bisa nolak, soalnya takut beasiswaku dicabut."

"Eh, jadi kamu dapet beasiswa di sekolah kamu?" tanya Hana dengan antusias saat mendengar cerita Ara yang notabenenya adalah pegawai baru di kafenya.

Lagi-lagi Ara mengangguk. "Iya, Kak. Kalau enggak dapet beasiswa, mana mungkin aku bisa sekolah di sana?"

"Bener juga, Ra. Di sekolah kamu itu emang terkenal mahal biayanya. Hebat banget, dong, kalau kamu bisa dapet beasiswa di sana. Pertahankan kalau gitu, belajar yang rajin dan jangan kasih kendor. Aku yakin kamu bisa jadi orang sukses nanti," seru Hana memberi motivasi supaya Ara lebih semangat dalam menuntut ilmu.

"Pasti, Kak. Makasih banyak motivasinya. By the way kenapa Kak Hana enggak jadi motivator? Kan cocok tuh, karena Kakak suka memotivasi aku," canda Ara. Hana menyambutnya dengan tawa.

Tanpa sadar, ada sosok yang sedang mengamati bahkan mendengarkan pembicaraan Hana dengan Ara.

Sepulang kerja, Ara mempercepat langkah supaya lekas sampai di tempat kos karena langit malam ini mendadak mendung. Jika tidak, bisa-bisa dirinya akan basah kuyup seandainya awan hitam tiba-tiba memuntahkan isi perut.

Namun, bukan dirinya sendiri yang lebih dikhawatirkan Ara, melainkan isi tasnya yang penuh dengan buku pelajaran. Jika sampai basah, Ara akan kesusahan untuk mengeringkan satu per satu yang tentu membutuhkan waktu lama. Sementara, dia juga harus bekerja terlebih dahulu sepulang sekolah, sehingga tidak akan sempat melakukan hal tersebut.

Rintik gerimis mulai terasa ketika Ara berjalan berbelok melewati sebuah gang menuju tempat kos. Spontan gadis itu berlari kecil menerobos tetesan air yang kian menderas. Beruntung Ara bisa tiba di tempat kos sebelum semuanya basah kuyup. Gadis itu merasa terselamatkan.

"Kenapa ditelepon enggak diangkat-angkat?"

Suara perempuan membuat Ara tersentak saat memasuki ruang tamu kos. Di sana, terlihat Lia sedang berdiri sambil berkacak pinggang. Sepertinya perempuan itu sudah cukup lama menunggu kedatangan Ara. Di samping Lia, Ara melihat seorang laki-laki yang sepertinya berusia tiga puluhan tahun, belum terlalu tua karena wajahnya terlihat seusia dengan Lia. Laki-laki itu duduk di kursi tamu sambil memainkan gadget, menggulirkan layar ke atas-bawah.

"Ta—tante ngapain ke sini?" tanya Ara dengan bibir bergetar.

Lia melipat kedua tangan di depan dada sembari melangkah mendekati Ara. "Kamu pikir buat apa?" ucapnya terdengar seperti bisikan. "Kamu bilang butuh kerjaan tambahan, kan?"

"Iya, aku lagi cari kerjaan tambahan, tapi belum dapet, Tante," jawab Ara seadanya.

Ara melihat senyum miring di bibir Lia. Entah apa arti senyum itu, dia tidak tahu.

"Ikut Tante sekarang!" seru Lia.

"Apa?" Ara terbelalak. "Ikut ke mana? Aku enggak mau," sambung Ara saat Lia mencengkeram lengannya dengan kasar.

Lia menggertak dengan sorot mata setajam elang. "Ayo, ikut!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Misunderstanding   Chapter 23

    “Demi Demian Adit yang gantengnya selangit, belakangan ini gue jadi kepikiran, sahabat macam apa, sih, gue, sampai enggak pernah tahu gimana beratnya lo ngadepin masa sulit sendiri. Dan demi Tuhan Yang Maha Esa, gue ngerasa bersalah banget sama lo, Ara.” Erick menyampaikan penyesalan terdalamnya sambil menatap kecantikan Ara melalui pantulan cermin yang terletak dalam kamar di sebuah kediaman mewah milik keluarga Saga.Karaisa Naraya yang baru genap menginjak usia delapan belas tahun, tampil cantik dengan balutan kebaya putih yang terlihat simpel, tetapi elegan. Beberapa menit lalu, Ara baru saja melangsungkan pernikahan dengan Saga secara tertutup yang hanya dihadiri anggota keluarga inti. Atas bujukan dari Rey dan Anggun, akhirnya Ara menyetujui permintaan Saga untuk mempertanggungjawabkan apa yang sudah diperbuat akibat kesalahpahaman.“Kamu tetep sahabat terbaik aku, Erick. Jadi, kamu harus selalu ada buat aku. Kayak biasa. Awas kalau enggak,” ancam Ara.“Ya gimana bisa? Lo kan ud

  • Misunderstanding   Chapter 22

    “Mau apa lagi kamu ke sini? Kurang puas, udah diusir sama Papa kamu sendiri?”Matahari baru keluar dari persembunyian, tetapi Ara sudah harus menerima omelan dari wanita yang sudah mengambil papanya.“Tante, maaf ... tapi tolong sekali ini aja, aku mau ketemu Papa,” pinta Ara dengan sungguh-sungguh.Wanita yang tidak lain adalah sahabat lama mama Ara, mendekat dan berbisik. “Papa kamu itu, udah punya kehidupan sendiri di sini. Lagian kamu juga sama Bion udah bisa mandiri, kan? Jadi buat apa kamu ganggu-ganggu Papa kamu lagi?”Seketika, air mata Ara merebak. Dia yang harus menguatkan diri karena baru saja mengetahui kehamilannya, harus menerima perlakuan buruk dari Widya, wanita yang sudah merebut papanya dari sang Mama. Padahal, kedatangannya di tempat itu hanyalah untuk bisa menemui papanya supaya Ara bisa lebih ikhlas dalam menjalani hari-hari yang berat tanpa sang Papa. Ara ingin bisa memeluk papanya seperti dulu sebelum Widya mengusik kebahagiaan keluarganya.“Aku tahu Papa udah p

  • Misunderstanding   Chapter 21

    Sudah satu bulan Ara menjalani home schooling. Dia sengaja menghindari Saga, karena masih tidak terima atas apa yang dilakukan laki-laki itu terhadapnya. Meski sudah mengatakan kepada Saga bahwa kesalahannya sudah dimaafkan, tetapi kenyataannya, kata-kata itu hanya berasal dari bibir saja dan bukan dari hati.Demi bisa menghindar dari Saga, bahkan Ara menyewa tempat kos di mana tidak ada siapa pun mengetahui keberadaannya termasuk Rey dan Bion sekalipun. Ara juga tidak memberi tahu Bion di mana dia berada, karena tidak ingin sang adik memberitahukan keberadaannya kepada siapa pun.Ara melakukan berbagai cara supaya keberadaannya tetap menjadi rahasia meski dia masih harus bekerja sama dengan Rey dalam membantu papa Saga editing sebuah desain, demi kelangsungan hidupnya dengan sang adik, Bion.Hari masih pagi dan matahari belum keluar dari peraduan. Ara merasakan lapar yang teramat sangat, sampai gadis itu tidak tahan dan terpaksa harus keluar mencari makanan. Beruntung, Ara menemukan

  • Misunderstanding   Chapter 20

    “Kamu yakin, mau ambil home schooling? Saya cuma khawatir, ini akan mempengaruhi beasiswa kamu, Karaisa. Sayang sekali, loh. Sebentar lagi kan ujian kelulusan.”Nana, wali kelas Ara menyayangkan ketika gadis itu meminta untuk home schooling. Meski dengan alasan yang cukup logis, guru itu tetap menyarankan supaya Ara memikirkan ulang keinginannya.“Kalaupun beasiswa saya harus jadi taruhan, enggak apa-apa, Bu. Yang penting saya bisa tenang belajar dari rumah.”“Apa ada yang bully kamu? Sampai kamu memutuskan untuk home schooling?” Nana bertanya dengan sungguh-sungguh, tetapi hanya gelengan kepala yang didapat. “Ya sudah, kalau memang seperti itu yang buat kamu nyaman, enggak apa-apa. Nanti saya akan bicarakan ini dengan kepala sekolah, ya?”Ara lega dan mengangguk begitu saja. “Terima kasih banyak, Bu.”“Tetap rajin belajarnya, ya? Karena saya punya rencana bagus untuk bahan pertimbangan kamu nanti. Ada beberapa beasiswa kuliah di luar negeri yang menurut saya bisa kamu coba ikuti. Sia

  • Misunderstanding   Chapter 19

    “Kak, Kakak enggak sekolah?” Bion mengetuk pintu kamar Ara saat mengetahui sepatu yang biasa dikenakan sang kakak masih tertata rapi di tempatnya.“Kakak enggak enak badan, Bi.” Ara menjawab pertanyaan sang adik dengan lirih. Dia sengaja mengunci diri dalam kamar sejak kejadian semalam.“Aku telepon Om Rey apa gimana? Kakak harus periksa, kan?”Ara menahan isak tangis. Dia tahu akan kekhawatiran adiknya, tetapi dia tidak mungkin bisa menemui dan bertatap muka dengan Rey dalam kondisi seperti sekarang. Gadis itu merasa dunianya hancur. Belum lama dia merasakan indahnya jatuh cinta saat pertama melihat kedatangan Saga di sekolah, tetapi ternyata, laki-laki itu mengambil satu-satunya mahkota paling berharga dalam hidup Ara tanpa diduga.“Jangan, Bi. Kita enggak bisa terus-terusan repotin Om Rey. Nanti kakak periksa sendiri aja naik taksi.”“Kak, apa aku enggak usah sekolah? Aku anter Kakak aja buat periksa.”“Enggak, Bi. Kakak bisa sendiri.”Berbagai alasan Ara katakan sampai Bion menyera

  • Misunderstanding   Chapter 18

    Tidak terasa, sudah satu bulan Ara menempati apartemen yang kata Rey, adalah apartemen yang pernah dihuni mamanya. Rey memberi kemudahan bagi Ara dan Bion dalam belajar juga bekerja. Kepada Bion, Rey bahkan memfasilitasi adik Ara tersebut dengan berbagai les privat untuk menunjang soft skill-nya.Ara merasa sangat beruntung setelah bertemu dengan Rey, atau yang dikenal Lia dengan nama Reza. Sempat terlintas dalam benak Ara, haruskah dia menemui Sita dan berterima kasih kepada adik papanya tersebut? Karena pasalnya, Rey memperlakukan dirinya dan sang adik jauh lebih baik jika dibanding dengan Papa kandung mereka sendiri.“Om berterima kasih banyak, ya, atas bantuan kamu. Desain kamu menarik. Penjualan dari perusahaan Om meningkat pesat. Ini, gaji pertama kamu, semua Om simpan di sini. Untuk memudahkan transaksi, kamu bisa mengurus mobile banking-nya nanti.” Rey mengangsurkan sebuah amplop cokelat yang setelah dibuka, Ara menemukan cek berisi nominal yang membuat kedua bola matanya memb

  • Misunderstanding   Chapter 17

    “Beneran, kamu mau resign, Ra?” Hana, pemilik kafe tempat Ara bekerja paruh waktu, sedikit terkejut saat mendengar pernyataan Ara yang hendak berhenti bekerja di sana.Gadis yang ditanya segera mengangguk. “Iya, Kak. Ada kerabat yang kasih aku kerjaan online dan bisa dikerjain dari rumah.”“Oh, syukurlah kalau gitu, Ra. Malah bagus kalau bisa dikerjain dari rumah aja, kan? Jadi kamu bisa lebih fokus, kerjaan cepet selesai dan bisa belajar juga supaya tetap bisa mengimbangi antara kerjaan paruh waktu dan kerjain tugas sekolah.”Ara mengangguk membenarkan. “Iya, Kak. Aku berterima kasih banget karena Kakak udah kasih kerjaan selama ini dan mohon maaf kalau banyak salah.”“Formal banget kamu, Ra.” Hana terkekeh. “Aku juga makasih banyak karena kamu udah bantu-bantu di sini. Bukan cuma kamu, tapi kemungkinan aku juga ada salah, maafin, ya?”“Enggak. Kakak selalu baik, kok.” Bibir Ara terkembang.“Oh, ya, ini hadiah buat kamu yang udah aku janjiin. Selamat, ya. Jangan lupa selalu semangat

  • Misunderstanding   Chapter 16

    “HP kamu mana?”Sebuah pertanyaan Saga mengejutkan Ara yang baru saja tiba di sekolah. Dia tidak tahu sudah berapa menit Saga menunggunya di dekat gerbang. Gadis itu mendongak dan memperhatikan raut Saga yang tidak seperti biasa.Melihat Ara yang hanya diam, Saga mengambil benda pipih dari saku celana, menggulirkan layar ke atas bawah, kemudian menempelkan benda tersebut di telinga.Ara merasakan getar gawainya. Dia segera mengambil benda tersebut dari dalam tas dan melihat nama Saga tertera pada layar. Gadis itu baru sadar, ada 26 panggilan tidak terjawab dari nama yang sama. “Ayang, maaf, aku enggak tahu. Semalem aku mode getar waktu ngerjain tugas. Aku ketiduran dan bangun kesiangan sampai enggak sempat cek HP,” sesal Ara.“Ngerjain tugas atau sengaja menghindar?”Ara mati kutu. Dia pikir Saga tidak akan mengungkit alasan-alasannya yang mengusahakan supaya Saga tidak lagi mendatangi tempat kos, ataupun mempertanyakan tentang masalah pribadi yang belum diceritakan kepada laki-laki i

  • Misunderstanding   Chapter 15

    “Om Rey?” Ara terkejut saat melihat kedatangan Rey secara tiba-tiba. Belum juga dia memberi alasan yang tepat supaya Saga tidak lagi mendatangi tempat kos, tetapi kedatangan Rey seakan menjadi harapan baru bagi Ara untuk tahu apa yang terjadi sebenarnya. “Masuk, Om,” lanjutnya mempersilakan.“Maaf, tadi Om enggak ada rencana ke sini dan kebetulan lewat, jadi Om pikir, sekalian aja mampir tanpa kabari kamu lebih dulu,” jelas Rey.“Enggak apa-apa, Om. Kebetulan banget saya masih libur kerja, jadi bisa ketemu Om. Silakan duduk, Om.” Ara buru-buru merapikan buku-buku yang memenuhi meja ruang tamu, kemudian meletakkannya di meja kecil yang terletak di sisi sofa.“Terima kasih.”“Maaf, Om mau minum kopi atau teh?” Ara menawarkan.“Enggak usah repot-repot, air putih aja. Om sudah terlalu banyak minum minuman manis hari ini,” balas Rey.Ara mengangguk dan segera mengambilkan segelas air putih untuk Rey. Tidak lama, dia pun mendengar cerita Rey dengan saksama tentang apa hubungan lelaki itu da

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status