“Dibayar berapa lo sama bokap gue, hah?” Rayyan menyudutkan posisi Mita ke tembok. Satu tangannya mencengkeram erat kerah kemeja gadis itu sehingga membuatnya seperti tercekik. Mita kesulitan bicara. Tenggorokannya tercekat karena tekanan tangan Rayyan yang begitu kuat. Tangan kirinya berusaha melepaskan cengkeraman Rayyan sedang tangan kanannya menepuk-nepuk punggung tangan laki-laki itu. “Jawab!” sentak Rayyan. Matanya semakin berkilat merah. Memancarkan gurat amarah sekaligus sedih yang bercampur menjadi satu. “Lep—lepas, Ray. Denger penjelasan aku dulu,” pinta Mita dengan suara terbata. Gadis itu memejam seiring dengan luruhnya butiran kristal dari kedua sudut matanya. “Apa lagi? Udah jelas kalo lo cewek simpenan bokap gue! Lo udah ngerusak keluarga gue!” Rayyan semakin berapi-api. Mita mengangguk perlahan, dia pasrah. “Oke. Oke kalo menurut kamu kayak gitu. Bunuh aku kalo emang itu mau kamu,” lirihnya. Air mata semakin deras membanjiri wajah cantik Swastamita. Apakah Mita akan terus pasrah mendapat perlakuan kasar Rayyan? Akankah Mita benar-benar menyerah untuk tidak menjelaskan masalah sebenarnya pada laki-laki itu? Akankah Rayyan tega menghabisi Mita seperti yang diinginkan gadis itu?
View More“Way to go, alphas!”. Lyna laughed, watching as the triplet struggled to catch their breath after running a thousand miles.
Lyna is the daughter of the beta of Dark moon pack, also the next in line beta of the future alphas. She has been training with Silas, Ezra and zayn for years now. Lyna has been living with them right from birth, since her mother passed away when giving birth to her, causing her father to go into depression. “H-how are you so energetic?”. Ezra asked, still breathing heavily. “She is alway making us feel like a woman”. Zayn added. “You three should be thankful I will be your beta!”. She laughed, as she stuck her tongue out at them. “Don’t be so proud, we are just letting you win cause you’re a lady, we don’t want you crying to mother when we have you under us begging for mercy!”. Silas smirks, folding his arm against his chest. Of course, only he knew his words had different meanings than what he was implying. “Me begging for mercy? Oh look who’s talking now!”. Lyra responded, tilting her head to the side. “It’s not like I won’t beat you on the training field, just because you run faster doesn’t make you stronger!”. Silas said, refusing to accept defeat even though he knew he was no match for her unless the three of them join hands to fight her. "You know you'll never beat us," Silas said, his eyes twinkling. "No matter how hard you try." "Is that a challenge?" Lyna asked, her eyes narrowing. “Yes!”. Silas responded, his voice low and challenging. “Say no more!”. Lyra said, getting into the training field, packing her hair up in a ponytail. His eyes darkened slightly as he watch her pack her hair up. “Show me what you got, al-pha!”. She smirks, calling his title mockingly. Silas winked at his brother, getting into the field. "You're going down, Lyra ," Silas said, a competitive glint in his eye. He cracked his knuckles and assumed a fighting stance. Lyra laughed and did the same. "You're dreaming, Silas ," she said. "I'm going to wipe the floor with you." With a cry of "Hah!" Silas lunged forward, swinging a punch at Lyra's head. She ducked and countered with a swift kick to his leg. Silas stumbled but quickly regained his balance and charged at her again. Lyra dodged his next punch and darted in close, striking him in the stomach with her elbow. Silas grunted and staggered back, but recovered quickly and came at her again. “Is that the best you got?”. She mocked, charging at him again. “Come on Silas, you’ve got this!”. Ezra uttered, cheering him on. “Nice of you to say while sitting there!”. Silas yelled back, dodging a punch. Lyra's eyebrows shot up in amusement, and she redoubled her efforts, throwing a series of punches and kicks at Silas. He blocked some, but others landed. Lyra was faster and more agile than he was, and he was starting to realise that he was in over his head. Just then, Lyra feinted with a kick, and when Silas dodged it, she slipped behind him and swept his legs out from under him. He fell hard, landing on his back. Before he could get up, Lyra was on him, pinning him down. “You were saying?”. She mocked, pinning his hand behind him as she sat on him. “Beginners luck!”. He chuckled, relaxing on the floor. "Beginner's luck, my ass," Lyra said, a smirk playing on her lips. “Fine, you won!”. "Giving up already?" Lyra asked, a smile playing on her lips. Silas glared up at her from behind, refusing to give in. "Never," he growled. “Really?”. Lyra smirks, applying pressure on his arm. “I was just playing with you, shall we get into the real deal?”. He smirked, his tone changed as he suddenly turned around, hitting her on the floor lightly. He quickly pinned her hands above her head before she could retaliate. Lyra let out a yelp of surprise, but quickly recovered. She grinned up at Silas, unperturbed by her new position. "I like the way you think," she said. "What's your next move?". She smirks, patiently waiting for him to slack off. Silas returned her grin. "That's for me to know and you to find out," he said. He leaned down, his face inches from hers, and whispered, "You're going to have to work for it." He whispered, still pinning her hands up. Lyra gushed down nervously, she wasn’t supposed to be feeling this way but…. The way his face was close to hers, that she could feel his hot breath on her, making her think of things that weren't possible. Silas licked his lips and his gaze shifted from her hazel eyes to her full rosy lips before returning to her. “Silas,” she whispered softly. “I told you that you would beg for mercy,” he murmured, lowering his face to her neck and growling as he tried to restrain himself. A quiet moan slipped from Lyra’s lips, causing Silas to stiffen and pull back slightly, his eyes filled with lust. Lyra was frozen in terror. “Lyra!”. Silas called, staring at her. Unable to say a word, Lyra pushed him off, and…. Ran off. She could hear the others scolding Silas as she ran back to the pack house.“Demi Demian Adit yang gantengnya selangit, belakangan ini gue jadi kepikiran, sahabat macam apa, sih, gue, sampai enggak pernah tahu gimana beratnya lo ngadepin masa sulit sendiri. Dan demi Tuhan Yang Maha Esa, gue ngerasa bersalah banget sama lo, Ara.” Erick menyampaikan penyesalan terdalamnya sambil menatap kecantikan Ara melalui pantulan cermin yang terletak dalam kamar di sebuah kediaman mewah milik keluarga Saga.Karaisa Naraya yang baru genap menginjak usia delapan belas tahun, tampil cantik dengan balutan kebaya putih yang terlihat simpel, tetapi elegan. Beberapa menit lalu, Ara baru saja melangsungkan pernikahan dengan Saga secara tertutup yang hanya dihadiri anggota keluarga inti. Atas bujukan dari Rey dan Anggun, akhirnya Ara menyetujui permintaan Saga untuk mempertanggungjawabkan apa yang sudah diperbuat akibat kesalahpahaman.“Kamu tetep sahabat terbaik aku, Erick. Jadi, kamu harus selalu ada buat aku. Kayak biasa. Awas kalau enggak,” ancam Ara.“Ya gimana bisa? Lo kan ud
“Mau apa lagi kamu ke sini? Kurang puas, udah diusir sama Papa kamu sendiri?”Matahari baru keluar dari persembunyian, tetapi Ara sudah harus menerima omelan dari wanita yang sudah mengambil papanya.“Tante, maaf ... tapi tolong sekali ini aja, aku mau ketemu Papa,” pinta Ara dengan sungguh-sungguh.Wanita yang tidak lain adalah sahabat lama mama Ara, mendekat dan berbisik. “Papa kamu itu, udah punya kehidupan sendiri di sini. Lagian kamu juga sama Bion udah bisa mandiri, kan? Jadi buat apa kamu ganggu-ganggu Papa kamu lagi?”Seketika, air mata Ara merebak. Dia yang harus menguatkan diri karena baru saja mengetahui kehamilannya, harus menerima perlakuan buruk dari Widya, wanita yang sudah merebut papanya dari sang Mama. Padahal, kedatangannya di tempat itu hanyalah untuk bisa menemui papanya supaya Ara bisa lebih ikhlas dalam menjalani hari-hari yang berat tanpa sang Papa. Ara ingin bisa memeluk papanya seperti dulu sebelum Widya mengusik kebahagiaan keluarganya.“Aku tahu Papa udah p
Sudah satu bulan Ara menjalani home schooling. Dia sengaja menghindari Saga, karena masih tidak terima atas apa yang dilakukan laki-laki itu terhadapnya. Meski sudah mengatakan kepada Saga bahwa kesalahannya sudah dimaafkan, tetapi kenyataannya, kata-kata itu hanya berasal dari bibir saja dan bukan dari hati.Demi bisa menghindar dari Saga, bahkan Ara menyewa tempat kos di mana tidak ada siapa pun mengetahui keberadaannya termasuk Rey dan Bion sekalipun. Ara juga tidak memberi tahu Bion di mana dia berada, karena tidak ingin sang adik memberitahukan keberadaannya kepada siapa pun.Ara melakukan berbagai cara supaya keberadaannya tetap menjadi rahasia meski dia masih harus bekerja sama dengan Rey dalam membantu papa Saga editing sebuah desain, demi kelangsungan hidupnya dengan sang adik, Bion.Hari masih pagi dan matahari belum keluar dari peraduan. Ara merasakan lapar yang teramat sangat, sampai gadis itu tidak tahan dan terpaksa harus keluar mencari makanan. Beruntung, Ara menemukan
“Kamu yakin, mau ambil home schooling? Saya cuma khawatir, ini akan mempengaruhi beasiswa kamu, Karaisa. Sayang sekali, loh. Sebentar lagi kan ujian kelulusan.”Nana, wali kelas Ara menyayangkan ketika gadis itu meminta untuk home schooling. Meski dengan alasan yang cukup logis, guru itu tetap menyarankan supaya Ara memikirkan ulang keinginannya.“Kalaupun beasiswa saya harus jadi taruhan, enggak apa-apa, Bu. Yang penting saya bisa tenang belajar dari rumah.”“Apa ada yang bully kamu? Sampai kamu memutuskan untuk home schooling?” Nana bertanya dengan sungguh-sungguh, tetapi hanya gelengan kepala yang didapat. “Ya sudah, kalau memang seperti itu yang buat kamu nyaman, enggak apa-apa. Nanti saya akan bicarakan ini dengan kepala sekolah, ya?”Ara lega dan mengangguk begitu saja. “Terima kasih banyak, Bu.”“Tetap rajin belajarnya, ya? Karena saya punya rencana bagus untuk bahan pertimbangan kamu nanti. Ada beberapa beasiswa kuliah di luar negeri yang menurut saya bisa kamu coba ikuti. Sia
“Kak, Kakak enggak sekolah?” Bion mengetuk pintu kamar Ara saat mengetahui sepatu yang biasa dikenakan sang kakak masih tertata rapi di tempatnya.“Kakak enggak enak badan, Bi.” Ara menjawab pertanyaan sang adik dengan lirih. Dia sengaja mengunci diri dalam kamar sejak kejadian semalam.“Aku telepon Om Rey apa gimana? Kakak harus periksa, kan?”Ara menahan isak tangis. Dia tahu akan kekhawatiran adiknya, tetapi dia tidak mungkin bisa menemui dan bertatap muka dengan Rey dalam kondisi seperti sekarang. Gadis itu merasa dunianya hancur. Belum lama dia merasakan indahnya jatuh cinta saat pertama melihat kedatangan Saga di sekolah, tetapi ternyata, laki-laki itu mengambil satu-satunya mahkota paling berharga dalam hidup Ara tanpa diduga.“Jangan, Bi. Kita enggak bisa terus-terusan repotin Om Rey. Nanti kakak periksa sendiri aja naik taksi.”“Kak, apa aku enggak usah sekolah? Aku anter Kakak aja buat periksa.”“Enggak, Bi. Kakak bisa sendiri.”Berbagai alasan Ara katakan sampai Bion menyera
Tidak terasa, sudah satu bulan Ara menempati apartemen yang kata Rey, adalah apartemen yang pernah dihuni mamanya. Rey memberi kemudahan bagi Ara dan Bion dalam belajar juga bekerja. Kepada Bion, Rey bahkan memfasilitasi adik Ara tersebut dengan berbagai les privat untuk menunjang soft skill-nya.Ara merasa sangat beruntung setelah bertemu dengan Rey, atau yang dikenal Lia dengan nama Reza. Sempat terlintas dalam benak Ara, haruskah dia menemui Sita dan berterima kasih kepada adik papanya tersebut? Karena pasalnya, Rey memperlakukan dirinya dan sang adik jauh lebih baik jika dibanding dengan Papa kandung mereka sendiri.“Om berterima kasih banyak, ya, atas bantuan kamu. Desain kamu menarik. Penjualan dari perusahaan Om meningkat pesat. Ini, gaji pertama kamu, semua Om simpan di sini. Untuk memudahkan transaksi, kamu bisa mengurus mobile banking-nya nanti.” Rey mengangsurkan sebuah amplop cokelat yang setelah dibuka, Ara menemukan cek berisi nominal yang membuat kedua bola matanya memb
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments