Share

Mr. Walter Pangeran Api Biru
Mr. Walter Pangeran Api Biru
Penulis: Mahessa Gandhi

Kembalinya Konglomerat Kejam

Carlos melemparkan sebuah berkas permohonan pengalihan hak milik sepetak tanah yang tidak cukup luas itu di atas meja ruang tamu Vivian Walter.

Tanah yang sudah lama menjadi perdebatan sengit antara Vivian dan Carlos itu, bagi keluarga besar Ollyxton hanya sekelumit dari taman belakang rumah yang berdiri megah di tengah kota ini.

Padahal, tanah ini tentu tidak ada apa-apanya dibanding dengan harta kekayaan yang mereka miliki, namun entah kenapa ambisi Carlos untuk mendapatkan tanah ini begitu sangat besar, mengingat Vivian yang bersikeras untuk mempertahankan satu-satunya peninggalan keluarga besar Walter.

Sementara Carlos harus mendapatkan tanah ini untuk sebuah proyek yang nanti akan menjadi tempat eksperiment uji coba laboratorium.

Apa pun caranya, akan Carlos lakukan. Termasuk menghabisi nyawa Vivian dan Nick, jika mereka melawan!

"Begitu?" ungkap Vivian tak yakin, setelah membaca tulisan permohonan pengalihan hak milik sertifikat tanah dikertas itu.

"Apa istrimu sudah miskin? Ha?" imbuh Vivian mencelathu.

"Jaga ucapanmu!" ancam Carlos naik pitam.

Bukan sebuah kebetulan, hari ini Carlos mendatangi kediaman Walter yang telah lama diharamkan oleh keluarga besar Ollyxton untuk menginjakkan kakinya pada tanah kumuh ini tanpa maksud tertentu.

"Ini bukan kali terakhir Aku memperingatkanmu! Segera tandatangani surat pengalihan tanah peninggalan yang sudah seharusnya menjadi bagian untuk keluargaku. Paham!" ancam Carlos Ollyxton kepada Vivian Walter pagi itu.

"Apa? Bisa Kau ulang sekali lagi ancamanmu?" tanya Vivian seolah tiba-tiba menuli dengan ucapan yang sudah seringkali didengar sejak mereka masih bersama dulu.

"Jangan terlalu lama mengulur waktu, Vi! Kau hanya akan memancing emosiku saja! Kali ini Aku sedang tidak berminat untuk debat panjang, apalagi bertengkar."

"Carlos..., Carlos!" Vivian menggeleng-gelengkan kepala mendengar ancaman Carlos yang selalu sama.

"Sampai titik darah penghabisan pun, Aku tak akan pernah membiarkan Kau merebut warisan yang bukan hakmu. Paham!" imbuh Vivian sembari mendelikan mata tepat di depan Carlos.

Carlos mendecih. Merasa kesal dengan tingkah Vivian yang selalu membangkang.

"Ya! Kau tak pernah berubah."

"Tentu! Bukankah Kau bilang tanah ini haram untuk Kau injak, lalu untuk apa Kau kembali lagi? Silakan keluar dari rumah ini!" cecar Vivian cepat.

Sontak Carlos mencengkeram leher Vivian. Tubuh lencir wanita itu seolah ringan berada dalam cengkraman satu tangan Carlos. Vivian sama sekali tak mengindahkan ancaman Carlos, justru malah tersenyum culas, melihat aksi Carlos yang seakan ingin menerkamnya hidup-hidup.

"Aku pikir selama ini Kau tak akan pernah menyentuh keluarga kecilku lagi. Ternyata-"

Seketika darah Carlos berdesir hebat naik ke ubun-ubun, terasa mendidih di dalam otaknya mendengar ocehan mantan istrinya yang terasa panas di telinga. Satu tangan yang sedari tadi berada di leher, kini berpindah kearea mulut. Menerkam mulut Vivian, rasanya Carlos muak mendengar ocehan panjangnya.

"Kau benar-benar ingin mencobaiku! Selama ini Aku cukup Sabar menghadapi kesombonganmu. Jangan harap kali ini Aku memberimu belas kasihan lagi. Tanda tangani atau kubunuh Kau sekarang!" bentak Carlos sembari mengangkat satu tangannya ke udara, hendak memukul Vivian yang sudah tak berdaya namun masih saja berani melawan.

Tangan Carlos tiba-tiba tertahan oleh kehadiran Nick yang muncul di belakangnya. Nick Walter, satu-satunya pria yang selalu menjadi pahlawan setiap kali Vivian mendapatkan kekerasan fisik dari Carlos.

Nick kecil, dulu memang selalu hadir menyaksikan Vivian dipukul, dibanting bahkan diinjak-injak oleh Carlos dan dia tak mampu melakukan apa-apa selain bersembunyi dibalik pintu. Tapi saat ini, jangan harap Nick tinggal diam menyaksikan kebrutalan Carlos yang menyisakan pedih sampai sekarang.

"Kau! Persetan!" umpat Carlos.

Nick diam. Menahan amarahnya, mata Nick memerah.

Dewasa ini, Nick tak pernah mampu melawan siapa pun yang menghajarnya. Namun, tidak untuk Carlos! Nick harus melawan, untuk membela satu-satunya wanita yang paling Nick cintai.

"Kau sudah dewasa rupanya?" Carlos melempar pandangan kearah Nick, namun satu tangannya masih mencekik leher Vivian kencang.

Keduanya beradu pandang setajam duri, saling menusuk.

Napas Nick tersengal. Seketika darah mengucur deras dari dalam hidungnya. Selalu saja begitu saat Nick merasa cemas, tertekan atau sedang bermimpi tentang masalalu kelam yang kini benar-benar hadir memporak-porandakan kembali rumahnya. Namun ini bukan lagi mimpi bagi Nick. Kehadiran Carlos hari ini adalah ancaman untuknya, Nick tentu tak akan pernah membiarkan Carlos keluar dari rumah ini hidup-hidup!

Ketika Nick berusaha menyerang semampunya, Carlos justru mengancam nyawa Vivian dengan menodongkan sebuah senapan api tepat di kepala Vivian. Secepat kilat, Carlos mengikat leher Vivian dengan satu lengannya. Binar mata Carlos semakin tajam melihat Nick yang sudah berani melawan.

Carlos membabi buta, mengarahkan senapan itu bergantian kearah Nick-kearah Vivian supaya Nick menghentikan serangannya dan menyerah.

"Tandatangani atau-"

"Daddy!" ucap Nick akhirnya, berusaha meredakan amarah Carlos.

Satu kata yang tak pernah diucap Nick dan yang tak pernah didengar Carlos selama ini. Sejauh Carlos pergi dan selama Nick tak pernah bertemu, baru kali ini kata itu muncul kembali di telinga Carlos. Namun, Carlos sama sekali tak melunak melihat Nick dan Vivian yang sudah banjir air mata.

Sementara Vivian berharap Carlos meredakan emosinya mendengar Nick yang masih mengakui bahwa Carlos masih dianggap ayahnya.

"Kuturuti permintaanmu, tapi jangan pernah sentuh Nick!" ucap Vivian.

Nick membatu, melihat aksi brutal Carlos. Sama sekali tak berani berkutik, karena sekali Nick bergerak tentu nyawa ibunya akan melayang.

"Bagus!"

Seketika tangan Vivian meraih lembaran surat pengalihan tanah itu dan menggoreskan tinta diatasnya.

"Puas Kau Car-"

Tak sampai ucapan itu berakhir, Carlos mendorong tubuh Vivian hingga tersungkur tepat di depan Nick. Mereka berdua bersimpuh dihadapan pria bengis itu, mengharapkan satu belas kasihan supaya Carlos tidak lagi mengusik ketenangan keluarga kecilnya-pun Carlos berisyarat agar mereka berdua menjauh dari daun pintu, untuk memberinya celah agar bisa keluar dari rumah yang seketika menitis jadi neraka.

Carlos membalikkan badannya, hendak keluar dari rumah itu. Terlihat dari satu-persatu ketukan Bucceri hitam mengkilap senada dengan jas abu-abu Oxford yang dipadukan dengan kemeja putih versatile hari itu nampak barang mewah yang hanya mampu dimiliki oleh kartel tertentu. Termasuk Carlos yang sudah lama menjadi bagian dari keluarga besar Ollyxton.

Keluarga Ollyxton terpandang, substansinya sebagai Korpus Militan memang banyak disegani masyarakat sekitarnya pun kehadiran Carlos sebagai Fisikawan cerdas yang meminang putri semata wayang Ollyxton kini tahtanya telah turun dan berada di tangan Carlos. Namun sikapnya kali ini sama sekali tidak menunjukkan konglomerasi tingkat tinggi yang selalu mengusik masalalu hanya demi sepetak tanah dengan bangunan yang sama sekali tak semegah kerajaan Ollyxton.

Tanpa sadar Vivian telah hilang kendali, dirinya kembali ingin mengambil berkas yang berada ditangan Carlos dengan mengancam Carlos. Sembari memegang sebuah pisau, Vivian berlari kencang karah Carlos, ingin menikam Carlos dari belakang. Namun Carlos telah mengendus Vivian yang berusaha lari kencang untuk menusuk jantung Carlos. Carlos berbalik dan menarik pelana senapan tepat di kepala Vivian.

Carlos tak bergeming, melihat mantan istrinya itu berdiri sembari memegang pisau yang perlahan jatuh ke lantai. Sementara, Nick berusaha melindungi dirinya dari serangan Carlos yang bertubi-tubi. Beberapa tembakan lagi akhirnya menyudahi perlawanan Vivian, tubuhnya tergelempar keras dengan luka tembak tepat di kepalanya. Darah mengucur deras dari sekujur tubuh Vivian yang sudah tak bernyawa lagi.

Sementara Carlos berlari kencang menjauhi rumah itu dan masuk ke dalam mobil. Nick menghampiri Vivian yang meregang nyawa didekapannya.

"Ibu," ucap Nick tak kuasa menyaksikan ibunya sakaratul maut.

Nick berteriak kencang, tak percaya sembari menatap nyalang kearah Carlos yang masih sempat-sempatnya mengucapkan salam terakhir kepada mantan istri yang telah ditembak mati.

Carlos membuka kaca mata hitamnya, dari balik kemudi, ia tersenyum puas atas kematian Vivian. Kemudian melajukan mobilnya menjauhi mayat tak berguna itu, bagi Carlos.

"Carlos!"

Nick mengeratkan genggaman tangannya, senada dengan eratan geraham yang gemeretak. Mata merah Nick menyala tajam, tentu Nick tak akan membiarkan dirinya diinjak-injak lagi.

"Akan kurebut kembali hak Kami, Bu! Nick janji!" ucap Nick seraya memeluk erat tubuh ibunya yang sudah tak bernyawa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status