Share

Cinta Kandas

“Ada apa, Mario? Kenapa kamu mendadak marah begini?” Rosie kebingungan dengan tingkah Sang Kekasih yang tiba-tiba saja murka.

“Kamu yang kenapa!” bentak Mario.

    Rosie berdiri dari tempat duduknya. Mencoba menenangkan Mario yang mendadak marah. Dada pria itu kembang kempis, memandang wajah Rosie penuh amarah.

“Tenang dulu, sebenarnya ada apa?”

“Kamu gak perlu nanya kenapa. Jujurlah, Rosie. Kamu mendapatkan posisi ini karena penghiburan yang kamu berikan pada papaku, kan?” Mario meminta penjelasan.

    Rosie menggelengkan kepala sembari berkata, “Itu gak benar. Kamu seharusnya percaya dengan kemampuanku ini. Lihatlah hasil kerjaku! Aku dan tim pemasaran yang bekerja keras untuk ini. Bahkan produk perawatan wajah pria-,”

“Sudah cukup, Rosie! Aku tidak mau mendengar penjelasanmu lagi. Jika kamu memang tidak melakukan “penghiburan” untuk mendapatkan jabatan manajer, buktikan padaku bahwa itu tidak benar!” tuntut Mario.

“Bukankah kamu yang seharusnya paling percaya padaku? Bukankah seharusnya kamu yang berdiri di depan sebagai seorang kekasih untuk percaya pada kekuatan wanitanya?”

Mario terdiam mendengar perkataan Rosie, akan tetapi kata-kata Giesta telah meracuni pikirannya sehingga akal sehat pria berwajah khas Asia Timur itu tidak lagi memercayai kekasihnya itu. Padahal selama ini, Mario sendiri yang ada di samping Rosie selama perjalanan karir wanita yang dicintai itu. Tampaknya, dia lebih memercayai Giesta.

Plak!

   Sebuah tamparan mendarat di pipi Rosie yang tirus. Rosie bergetar, sekujur tubuhnya seaka beku sesaat sembari mengelus bekas gambar Mario di pipinya. Dia memandang Mario lekat-lekat penuh amarah. Suara Rosie bergetar, dadanya seakan dihentak oleh sesuatu.

“Seorang wanita yang tidak dihargai kerja kerasnya akan menjadi lebih kuat.”

  Mereka beradu tatap. Saling memegang kendali akan amarah masing-masing. Kepercayaan Rosie seakan luntur seketika akibat sebuah tamparan.

“Dengar, Mario!” Rosie mengacungkan telunjuk di depan wajah Mario. “Suatu hari, aku akan membuktikan bahwa kerja kerasku ini akan membuahkan penyesalan pada dirimu. Tamparan malam ini yang kamu hadiahkan padaku akan menamparmu balik dengan cara yang lebih keras!”

   Mario bergetar, pria itu hanya bisa menggigit bibir sembari memandang Rosie lekat-lekat.  Menyadari sudah kasar pada kekasihnya, dia memegang erat-erat tangan yang tadinya digunakan untuk menampar Rosie.

“Pernikahan kita akan dibatalkan. Katakan pada ayahmu jika aku tidak akan menikah dengan pria kasar sepertimu. Sekarang pergi dari sini!”

“Ro-Rosie!” panggil Mario ketika Rosie berbalik. Memandang keluar jendela, penuh kecewa dan amarah di dadanya. Hati Rosie begitu sakit namun dia memelankan nadanya mengusir Mario.

“Pergilah, hubungan kita mulai sekarang hanya sebatas rekan kerja.” Rosie menelan air mata yang berhenti di sudut bibirnya.

    Mario menggenggam tangannya kuat-kuat. Jawaban tidak dia dapatkan, pertengkaran yang tidak berarti dan pernikahan yang dibatalkan oleh Rosie semua membuat pikirannya kacau saat dia keluar dari apartemen mewah itu. Pikirannya berantakan padahal, dia hanya ingin jawaban yang jujur dari Rosie.

   Sebagai seorang lelaki, dia terlalu mudah termakan omongan wanita lain yang bahkan sama sekali tidak tahu menahu tentang kehidupan Rosie. Hati Mario sudah remuk karena perbuatannya sendiri. Hancur karena gamparan tangan yang dilayangkan. Tidak pernah dia bayangkan sebelumya jika amarah wanita adalah api yang bisa membakar jiwa seorang lelaki menjadi abu.

Seperginya Mario dari kediaman Rosie, Rosie berbaring di atas king size miliknya dengan dress pesta yang masih belum dia tanggalkan.  Isak tangis keluar dari balik tenggorokannya. Hatinya masih terluka, pipinya masih terasa nyeri. Baru sekali ini Rosie diperlakukan kasar padahal sebelumya Mario memperlakukan Rosie layaknya seorang ratu. Sikap Mario itulah yang membuat Rosie luluh dan menetapkan Mario menjadi satu-satunya tambatan hati. Akan tetapi, malam ini semua berakhir begitu saja karena tuduhan Mario yag tidak berdasar.

 Rosie begitu hancur, dia tidak tahu lagi bagaimana pandangannya terhadap laki-laki. Pikirannya kalut akan pertengkaran mereka. Padahal, hanya dua bulan lagi mereka menuju pelaminan namun malam ini harus kandas begitu saja.

***

 Rosie bukanlah wanita yang mau larut dalam kesedihan apalagi sakit hatinya itu disebabkan oleh seorang laki-laki yang  tidak punya pendirian seperti Mario. Keesokan harinya, dengan mata yang masih sembab Rosie datang ke kantor. Dengan polesan make up yang natural dan pakaian kerja yang membuatnya tampak seperti wanita berkelas, dia menapaki lantai gedung warna putih itu. Bibirnya menyebar senyum kepada setiap yang menyapa.

“Pagi Bu Rosie!”

“Pagi, Manajer Rosie!”

    Begitulah mereka yang berpapasan menyapa di pagi yang cerah itu. Dengan ramah pula, Rosie menyunggingkan senyum dan membalas salam yang penuh gairah itu.

“Pagi!” ucapnya.

    Langkah Rosie terhenti ketika seorang lelaki berdiri menghalangi jalannya. Dari gestur tubuh pun Rosie sudah hapal yang membuatnya melengos malas lalu melipat tangan ke dada. Rosie membuang wajah malas, tidak ingin memandang Mario yang sudah menampar dirinya tadi malam tanpa mendengar penjelasan.

“Dengerin aku, Ros!” ucap Mario.

     Rosie memandang benda melingkar di tangannya, mencari alasan untuk berkilah.

“Aku gak ada waktu buat bahas yang semalam!” Rosie hendak melewati Mario tetapi, tangan Mario menahan lengan Rosie.

“Rosie!” panggil Mario memelas.

   Rosie mengempas tangan Mario dengan kasar. Melenggang melewati manta tunangannya itu kemudian masuk ke ruangan bertuliskan “Departemen Pemasaran.”

   Rosie melewati para anggota tim yang bekerja dengan serius di meja masing-masing sementara dia sendiri masuk ke ruangan kaca, tempat yang disediakan khusus untuk dirinya sebagai seorang manajer.

Dia memandang para anggotanya yang bekerja dengan serius dari balik kaca, melihat sendiri timnya dalam berkordinasi satu sama lain. Matanya nyaris tidak berkedip karena kekompakkan yang terjalin di luar sana. Mereka yang mengantarkan Rosie pada posisinya sekarang. Orang-orang yang percaya pada dirinya untuk mengemban tugas sebagai seorang pemimpin karena dirinya layak.

“Apa-apaan yang semalam itu!” Rosie bergumam kemudian duduk di kursi hidrolik miliknya. Dia tidak ingin memikirkan tentang kandasnya hubungan dengan Mario. Toh juga, sekali Rosie menetapkan keputusan, keputusannya itu tidak akan berubah dengan mudah. 

   Sakit hati? Rosie hanya harus membuang itu jauh-jauh dari dalam pikirannya. Dia harus fokus demi produk baru yang akan rilis. Melupakan percintaan dan bersikap profesional, hanya itu yang ada dalam pikirannya sekarang sekalipun Mario ada di sampingnya sebagai seorang asisten departemen pemasaran. 

   Tangan Rosie mulai aktif di atas keyboard dan membuka laporan penjualan. Dia mulai meneliti angka dan grafik penjualan untuk produk perawatan wajah pria yang sudah menduduki posisi nomor satu dalam pangsa pasar di Indonesia. 

   Hasil kerja yang membuat dirinya bangga sekaligus harus mengorbankan cintanya pada Mario. Kebanggaan yang datang bersamaan dengan sebuah pengorbanan. Itulah yang saat ini terjadi pada diri Rosie. 

Rosie selalu ingat pada pesan ibunya. Menyimpannya di kepalanya dan menerapkan pada kehidupannya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
KarRa
di anggap apa Rosie, Mario, astagah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status