Ketika suara bel memanggil untuk masuk ke dalam kelas, Yunri meninggalkan Ethan tanpa berpamitan. Di tengah anak-anak yang berhamburan memasuki kelas karena tahu waktu pelajaran harus dimulai lagi. Sebagian dari mereka antusias dan sebagian lagi hanya duduk di kelas. Di Yayasan inilah mereka dieksplor bakatnya untuk mengetahui potensi sejak dini.“Beri salam!” ucap salah satu anak yang mengenakan kemeja warna kuning yang sepertinya adalah ketua kelas.“Selamat siang, Kakak Guru!” ucap seisi kelas berbarengan.“Silakan duduk!” ucap Yunri seraya meletakkan buku ajar di atas meja. Pandangannya tersapu ke seluruh ruangan kemudian berhenti pada bangku kosong di pojok kelas.“Le Regar kemana?” tanya Yunri.
Yunri tidak punya pilihan lain selain menemani Ethan yang sudah mentraktirnya minuman mahal. Meski kesal, itulah caranya menghargai pria menyebalkan di hadapannya yang sedang duduk santai sambil sesekali menyedot minuman di tangan kanannya. Bertemu Ethan mungkin adalah hal yang tidak pernah Yunri bayangkan sebelumnya. Sejak kejadian itu, Ethan seakan datang membuatnya kesal setiap kali Ethan muncul di kedai van burger secara tiba-tiba. Sekarang ini pun dia masih belum percaya kenapa harus duduk berdua di meja kedai kopi mahal. Alih-alih mengganti kopi yang juga merusak bukunya, dia malah ditraktir. Bukan tidak mungkin kalau Ethan akan meminta ganti lagi setelah ini. Yunri kemudian menggeser uang pemberian Ethan ke hadapan laki-laki itu. Melihat tingkahnya, Ethan mengembuskan napas pelan. “Apa-apaan ini?” tanya Ethan seraya memandang Yunri. “Uangmu kukembalikan.” “Sudah kubilang tidak usah!” ucap Ethan. “Kalau begini sama saja kita beli sendiri dan bukan aku yang traktir!
Rosie pulang dengan beban kerja di pundaknya. Padahal dia tidak menderita penyakit apapun, tapi beban psikologis sepertinya merambat ke sana. Pintu apartemen perlahan dibukanya. Seperti biasa, pemandangan pertama yang dia dapati saat masuk adalah sosok Ethan yang selonjoran di atas kursi sambil bermain smartphone seakan adik laki-lakinya itu tidak punya beban hidup sama sekali. “Aku pulang!” sapa Ethan tanpa menoleh Rosie yang langkahnya mendekat. “Yang benar selamat datang!” Rosie mengela napas. “Selamat datang!” Ethan meralat sambutannya. “Kamu gak ada kerjaan lain selain selonjoran, main game dan keliaran?” Rosie melipat tangan di depan dada. Seakan sudah bosan dengan pemandangan yang diberikan Ethan setiap kali dia pulang. Kalau Rosie bisa, dia sudah mendepak Ethan dari apartemennya. Adik laki-laki yang tidak berguna meski menyandang gelar dokter. “Namanya juga pengangguran!” ucap Ethan. “Lama-lama aku depak juga dari apartemen ini!” Rosie mengancam. “Kok sensi?” Ethan
Matahari yang merangsek masuk menyilaukan mata membuat Ethan perlahan terbangun dari tidurnya. Terlintas di kepalanya yang dia lakukan semalam hanya bermain game setelah menggedor kamar Rosie. Ketiduran tepatnya, bahkan layar smartphonenya masih menampilkan rank game perang yang dia mainkan saat dia membuka kunci layar.Ethan menyapukan pandnagan ke sekeliling, laptop Rosie sudah tidak ada di atas meja. Terang saja, Rosie sudah mengambilnya saat dia terlelap. Ethan lantas beranjak dari sana. Membersihkan diri. Tidak lupa, setelah berpakaian rapi ala orang kantoran Ethan langsung mengambil beberapa fotokopi ijazah dan kelengkapan lain untuk lamaran kerja hari ini. Ethan belum pernah seantusias hari ini sebelumnya. Padahal masih nyaman dengan status dokter pengangguran.Ethan penuh percaya diri memasuki gedung Yay
“A- apa maksudmu?” Yunri memandang Ethan lekat-lekat. Ethan melegos, mengembuskan napas pelan.“Karena aku sudah diterima kerja di sini, kamu harus jadi pacarku seperti yang aku bilang kemarin. Konsekuensi karena menertawakan seorang Ethan Darius.” Ethan menyeringai penuh kemenangan. Mendekatkan wajahnya ke wajah Yunri beberapa sentimeter saja.“Apaan sih!” Yunri membuang muka lantas melenggang.“Wah, gadis yang dingin.” Suara itu membuat Ethan terkejut. Saat dia menoleh, Om Clayton berdiri di belakangnya seraya tersenyum.“Om Clayton.”“Mendekati gadis seperti itu gak mudah.” Om Clayton berkomentar.
Sebenarnya, selain ingin bertemu Mario, ada tujuan lain yang mengantarkan Lee datang ke Absolute Beauty Chemical. Hari ini dia pura-pura menjadi investor yang tertarik dengan produk Absolute Beauty Chemical. Setelah mendapat izin dan berkeliling hingga ke produksi, acara terakhirnya adalah dengan Rosie setelah makan siang. Duduk di ruangan Rosie didampingi Mario. “Tidak saya sangka, setelah bertemu beberapa kali Tuan Lee datang ke sini dan tertarik dengan produk kami. Terima kasih atas antusiasnya.” Rosie menyambut. “Ah, itu tidak masalah. Saya sudah berniat untuk menaruh modal di perusahaan ini. Namun, saya juga ingin tahu bagaimana pemasarannya.” Rosie sedikitpun tidak curiga jika Lee adalah teman Mario. Dua pria itu sedang bersengkongkol untuk menjatuhkan dirinya tanpa dia ketahui. “Beberapa produk kami mungkin belum tembus pasar internasional, tapi ada satu produk perawatan wajah pria yang menduduki penjualan nomor 1 di Indonesia. Beberapa yang lainnya sedang kami kembangk
Rosie punya rencana lain, karena itu dia tidak bisa seharian di kantor seperti hari ini. Rosie sudah membuat janji bersama Bu Diar. Membuat janji dengan Dicky yang diduga sebagai tersangka terkait formula Youth Serum hingga diklaim perusahaan pesaing. “Saya tidak mengerti, kenapa Bu Rosie tidak melibatkan Pak Mario?” tanya Bu Diar penuh heran setelah masuk ke dalam mobil milik Rosie. Rosie hanya melengkungkan bibirnya ke bawah, tanpa menjawab apa-apa lalu menjalankan mobilnya. Keluar dari area parkir Absolute Beauty Chemical. “Lalu, kenapa mendadak begini padahal saya sudah bilang untuk tunggu kabar dari kaki tangan saya.” Bu Diar kembali memberi pertanyaan pada Rosie yang sedang fokus pada jalanan di depannya sembari mengatur laju kendaraan. “Saya tidak bisa menunggu lebih lama lagi.” Rosie menjawab sekenanya. Tadi pagi setelah Bu Diar menemui Rosie dan melaporkan perkembangannya, Rosie tidak tahan untuk menyelesaikan masalah ini sendiri. Jadi, dia menghubungi Dicky dengan b
Ethan duduk di balik meja kerja barunya di hari pertama dia bekerja sebagai seorang dokter di Yayasan. Tentu saja, dia hanya sebagai freelancer meski yayasan itu milik pamannya. Bukan tanpa alasan dia memilih sebagai freelancer, hanya saja waktu sebagai freelancer lebih bebas. Jika bisa, Ethan mungkin akan membuka kliniknya sendiri.Kursi hidrolik yang dia duduki beberapa kali dia naik turunkan bak anak kecil yang sedang mencoba permainan barunya. Saat menyenangkan seperti itu, ketukan di pintu lantas membuat dia terburu-buru memakai jas warna putihnya.“Masuk!” sahut Ethan.Perlahan, pintu itu pun terbuka. Sosok Yunri pun datang bersama dengan seorang anak kecil bertubuh gendut yang waktu itu mengganggu Lee. Datang seraya meringis.