“Siapa Lucas?” tanyaku kepada Lindsay, aku menolak untuk pergi ke kamar Dave. Pria itu benar-benar keterlaluan.
Lindsay berbaring dengan menelungkup di atas kasur. Ia sedang menutup wajahnya dengan bantal. Sata mendengar pertanyaanku ia berbalik.
“Lucas adalah pria yang sama brengseknya dengan Dave… bahkan lebih parah! Dia body guard ayahku.”
Aku tak paham. Bagaimana bisa seorang bodyguard berbuat brengsek dan kurang ajar kepada anak majikannya sendiri. Lalu aku berpikir, kalau memang ia bodyguard dari ayah Lidnsay berarti ia berdomisisli Yunani… dan pasti saat ini sudah dalam perjalanannya ke tempat ini.
“Bagaimana bisa ia brengsek Linds…jelaskan kepadaku, agar aku bisa berbicara dengan Dave. Mungkin ia mau merubah pikirannya…” Tawarku.
“Si brengsek itu pasti sudah dalam perjalanannya ke sini… ia pasti akan sangat senang kalau disuruh menjagaku… si brengsek itu pas
Hari yang ditunggu sudah datang, sesuai jadwal…Lucas, pria yang membuat Dave tenang dan di sisi lain membuat Lindsay panic…akan datang. Aku bertanya apakah Dave akan menjemput pria itu atau tidak, dan Dave menggeleng tenang. Ia sedang berlatih di gym. Mengenai photoshoot telanjang itu, Dave belum membicarakannya lagi.Lindsay semakin menjadi, ia semakin cemas saat sudah selesai makan siang. Ia berjalan mondar-mandir di kamarnya.“Linds…bisakah kau berhenti…aku jadi pusing.” Keliuhku kepadanya. Kepalaku snagat pusing melihatnya mondar-mandir seperti setrikaan.Ia menoleh ke arahku, “Kau tak tahu…. Aku sedang dalam mode sangat panic! Kau mengerti? Panic!!! Pria menakutkan itu akan datang.” Ucapnya.Aku sudah mendengar kisah dari Dave dan dari Lindsay, giliran aku yang harus menilai sendiri…pendapat mana yang paling benar mengenai pria bernama Lucas itu.“Apa kau tahu… ia s
“Kau sudah makan?” Tanya suara berat dari belakangku. Aku enggan menoleh. No…. aku takkan kalah. Aku diam tak menjawab, ataupun menoleh. Aku sama sekali belum melihat sosok itu. Sosok yang membuatku trauma. Selama ini Dave pasti berpikir aku sakit hati karena Scott. Tapi kenyataannya tidak, pelaku yang sudah membuat hatiku terluka adalah pria bersuara berat dengan rambut hitam legam di belakangku ini.“Kalau kau sudah makan, aku ijin ke dapur dulu… karena sejak tadi malam aku belum makan, makanan di pesawat tak cocok dengan lidahku. I will be back in a minute!” Janjinya, aku mendengar suara langkah kaki melangkah menjauh, baguslah.Tapi kenapa ia jadi lebih cerewet sekarang? Setahuku ia orang yang pendiam…menyebalkan, controlling … agh…mimpi burukku sekarang ada di tempat ini. Aku berdiri dan melihat kea rah jendela. Sialnya Dave membuat sebuah teralis di jendelanya… kenapa juga apartemen semewah ini dip
Ini sudah sore, aku sudah tak sanggup untuk tiduran lagi, aku kahirnya membuka mata. Aku masih belum bergerak dan melihat sekeliling… memantau apakah semua dalam keadaan aman?Aman. Ah…syukurlah. Dan disaat yang sama perutku berbunyi, kelaparan. Aku mengetik pesan kepada Rose, mengecek apakah mereka sudah berangkat atau belum.Linds : Kau sudah berangkat?Tak lama, Rose membalas.Rose : HmmLinds : Yea? Kau sudah berangkat? Kenapa awal sekali?Aku seperti seorang anak abg yang sednag merengek dengan ibunya. Menyedihkan. Mungkin ini juga sebuah pertanda bahwa Rose akan cocok menjadi kakak iparku.Rose : Dave yang menggeretku keluar dari apartemen, aku sekarang sedang di mobil. Ia menyetir sendiri. Padahal aku mengecek, lokasinya hanya kurang dari setengah jam berkendara. No Idea… apa yang ada di kepala Dave, aku juga tak tahu.Linds : Aku
Aku mengurung diriku di kamar yang kukunci dari dalam. Sekarang sudah jam Sembilan malam, dan aku lapar. Great! Lagi-lagi aku dan kebodohan juga perutku.Aku masa bodoh kali ini, toh…ini apartemen kakakku, kenapa aku yang harus mengurung diri.Aku keluar, dan sesuai dengan prediksiku…ia sedang menonton tivi di ruang keluarga milik Dave. Ia mengenakan kaus yang sama dan celana bahan yang sama. Untuk seorang bodyguard…ia makan gaji buta, karena ia hanya makan dan nonton Tv saja selama ini. Gumamku.Aku tak menyapanya dan langsung ke dapur. Aku lapar. I don’t care…kalau perlu aku akan makan saja keju beku itu… daripada harus meminta tolong kepada Lucas memasakkan makanan untukku.Andai saja, aku bisa memesan makanan Chinese kesukaanku.Ah ya! Kenapa tak terpikirkan di kepalaku? Aku bisa memesan makanan kan?Aku berbelok dan kembali ke kama
Aku sedang memakan mie daging dengan rasa fantastis impianku, di depan pria yang wajahnya masam dan sedang memakan pasta buatannya. Ia membuat porsi yang cukup besar…sepertinya untuk dua orang. Jadi ia membuatkan untukku juga?Salah sendiri ia tak bilang sejak awal. Pikirku membela diri. Aku terhanyut dengan kekenyalan mie dan kekompleksan rasa kuah daging yang membuat lidahku berteriak nikmat. Apakah ini namanya foodgasm? Ah.. kenapa aku jadi ingat dengan Mario. Aku melirik kea rah Lucas, pria itu ternyata sedang memperhatikanku dengan mulut penuh pasta.“Pria itu… akan kau nikahi?” Tanyanya dengan suara rendah.Haruskah aku menjawab? Namun dengan no-talking rule yang aku sendiri buat, membuatku lelah. Aku ingin marah dengannya, aku butuh memarahi seseorang… memukul seseorang… atau bahkan menciumnya! Bukan karena aku mencari kesempatan…tapi karena aku mengalami perasaan yang bercampur aduk. Mixed of emotion.
Apa maksudnya mempertimbangkannya? Aku berdiam di kamar, aku akan mencoba menelepon Rose. Ia pasti sudah sampai kan?Dua dering berlangsung sebelum Rose mengangkat panggilanku.“Rose!”“Hu?! Huh? Aku barus sampai Linds!” Ucapnya seperti mengeluh.Aku menengok ke arah jam dinding. Sudah lebih dari jam Sembilan malam…dan mereka berangkat dari sore… bagaimana mungkin?!“Bagaimana bisa? Kan di dalam kota?!” Protesku.“Kakakmu… dia berbuat sesuatu, sampai mobil ini baru sampai resort semalam ini, dna ia harus pemotretan jam dua pagi… ia pasti akan mnyeretku, agh… aku mau tidur Linds!” Keluh Rose. Ia memang terdengar lelah.“Wait Rose, aku tak ada orang yang bisa kutanyai…tunggu sebentar, okay?”“Kenapa? Kau mau aku ajari cara memasak nasi goreng? Nyalakan kompor…”“No… aku sudah makan, bukan it
“Ayo Rose! Kau harus berjalan lebih cepat!” Perintah Dave yang sudah tak sabaran kepadaku. Ia membawa dua buah duffel bag berisi pakaianku dan pakaiannya. Aku padahal hanya mengemas dua pakaian…entah ia membawa apa saja…padahal besok kami sudah akan pulang, atau besok lusa maksimal?Aku hanya mengumam betapa ia sangat tak sabaran, walau aku ikut mengikuti langkahnya yang panjang.“Kenapa kita berangkat sire? Padahal kau masih bekerja nanti dini hari?” Protesku.“Ada banyak yang harus kulakukan.” Jawabnya, ia memasukkan semua barang ke dalam bagasi dan menyuruhku duduk di kursi penumpang depan. Ia sendiri yang memasangkan aku seat belt.Ia mengendara selama dua menit dan melakukan panggilan dengan sebuah hands free.Ia sepertinya bertanya dan memastikan semua persiapan photo shoot berjalan dengan lancar. Walau ia beberapa kali membentak orang yang dihubunginya.Di saat yang sama Lindsay emnele
Dave tak kunjung tiba. Tadi Lindsay meneleponku dan menceritakan drama hidupnya yang konyol. Perempuan itu berusaha bermain petak umpat dengan pria yang ditugaskan menjadi body guardnya.Aku memakan burgerku yang sejak tadi tak kusentuh. Walau tubuhku rasanya sakit dan pegal semua.. rasa lelah ini tak mampu mengalahkan penasaran dimana keberadaan Dave saat ini.Kenapa sudah jam sepuluh malam ia tak kunjung datang. Akhirnya aku terbuai dengan kantukku dan tertidur. Aku baru terbangun saat ada orang yang menggoyang bahuku perlahan. Ia membisikkan namaku dengan lembut di telingaku."Apa?" Tanyaku dengan suara serak.Dave sudah berganti dengan pakaian resminya. Apakah sudah saatnya pemotretan?Dengan kepala masih setengah sadar, aku duduk dan mencari jam di dinding. Masih jam setengah dua. Apakah acaranya akan dimulai?“Apakah waktunya pemotretan?” Tanyaku dengan suara serak.Dave duduk di depanku, dan menggeleng. Wajahn