Share

Bab 7

Ting... Tong... Ting... Tong...

Suara bel terus berbunyi dikediaman keluarga Wijaya. Aleta kini tengah sibuk dengan aktivitasnya bersama asistennya untuk mempersiapkan makan malam.

"Tian, tolong buka pintunya, Nak. Bunda lagi nanggung siapin makanan buat makan malam nih," Ucap Aleta sambil mbawa makanan dari dapur ke meja makan.

"Oke Bun," Sahut Septian yang kini berjalan menuju pintu utama rumah mereka.

"Siapa sih yang datang sore-sore gini? Kurang kerjaan amat. Gak tahu apa orang lagi santai ganggu aja," Gerutu Septian sambil membuka pintu.

Dan taram...! Saat Septian membuka pintunya betapa terkejutnya Septian saat siapa yang datang kerumahnya saat dia sedang bersantai.

"Buset lo! Gila lo ya! Gue kaget banget tahu. Dasar wanita jadi-jadian. Kenapa lo cantik banget sih sore ini? Kirain gue lo itu Lisa black pink. Gue demen banget tahu sama dia. Dia itu cantik banget, andai aja gue beneran tunangan sama dia, pasti hidup gue bakalan bahagia banget," Cerocos Septian panjang lebar.

"Hey Curut, lo lagi curhat ya sama gue? Udah belum curhatnya? Gue pegel nih berdiri terus. Boleh gak gue masuk, lagian gue empet denger lo ngomong, kayak cewek aja nyerocos mulu, gue kan kesini mau ketemu tante Leta bukan ngedengerin lo curhat soal girlband favorit lo!" ketus Jihan yang langsung nyelonong masuk tanpa permisi setelah berbicara seperti itu.

"Hey! Kebo lo mau keman? Emang dasar ya kebo gak punya ahlak dan sopan santun main nyelonong masuk aja ke rumah orang. Woi Jihan...!" Teriak Septian yg kini menyusul Jihan yg sudah masuk dan mencari Aleta untuk meminta pertolongan karena Septian yang pasti akan mengerjainya lagi.

"Tante tolong tante. Jihan dikejar-kejar Curut yang lagi ngamuk," Rengek Jihan yang kini bersembunyi di belakang tubuh Aleta yg sedang menata makanan di meja makan.

"Aaaa..., sakit Bun entar kuping Tian bisa copot loh Bun, ini beneran sakit banget Bunda," Rengek Septian yang kini telinganya dijewer oleh Aleta.

"Oke Bunda lepasin, tapi jangan gangguin Jihan lagi ngerti kamu!" Omel Aleta.

"Iya Bun Iya. Tapi lepasin jewerannya sakit banget tau Bun, sebenernya yang anak Bunda itu siapa sih? Dia si cewek jadi-jadian atau Tian sih Bun? Kesannya Bunda lebih sayang sama dia deh dari pada sama Tian," Protes Septian

Bukannya mendengar rajukan sang putra yang merasa di nomor duakan. Aleta malah mempermasalahkan panggilan putranya pada Jihan.

"Tian. Namanya Jihan loh bukan cewek jadi-jadian, kalau manggil nama orang itu yang bener ah jangan sembarangan, apalagi ini nama calon istri kamu loh paham kamu?!"

"Itu Bunda loh yang bilang loh barusan," sahut Septian dengan memutar bola matanya dengan malas.

"Apa?" Tanya Aleta yang  bingung dengan apa yang putranya katakan.

"Itu Bunda yang nyebut cewek jadi-jadian," Jawab Septian sambil cengengesan tidak jelas.

"Tian! Gak sopan ya kamu ngerjain Bundanya sendiri," Omel Aleta yang kesal pada Septian. Dan saat Aleta ingin memjewer kembali telinga putranya lagi. Septian langsung menghindar karena kini dia lebih waspada pada sang Bunda yang pasti akan menjewernya kembali.

"Gak kena. Udah ah Bun, Tian ke kamar dulu. Disini Tian kalau ada si kebo jadi kayak di anak tirikan sih. Jadinya males deh nemenin Bunda," Ujar Septian. Lalu Septian pun pergi meninggalkan Jihan dan Aleta untuk pergi ke kamarnya.

"Udah jangan di dengerin ya sayang. Tian emang kayak gitu kalau ngomong," ucap Aleta. Jihan pun mengangguk lalu menyerahkan paper bag yang dia bawa pada Aleta.

"Iya Tante, oh ya Tante ini dari mama kue kesukaan tante. Tadi katanya mama gak sengaja lewat toko kue langganan Tante. Jadi mama mampir ke toko kuenya sekaklian beliin buat tante," Ucap Jihan sambil memberikan kotak yg dia bawa pada Aleta.

"Wah enak nih. Bina memang sahabat terbaikku. dia tahu saja kesukaan sahabatnya. Bilangin makasih gitu sama mama kamu ya sayang," Ucap Aleta.

"Iya Tante. Ngomong-ngomong Kia kemana Tan?" Tanya Jihan. Yang tidak melihat Kiara dari dia datang tadi.

"Oh Kia. Dia lagi ada les, Nak. Jadi pulangnya agak malam," sahut Aleta.

"Oh."

Jihan hanya ber oh ria. Sambil menganggukkan kepalanya.

"Jihan. Malam ini kamu makan malam disini ya sayang," Ucap Aleta sambil tersenyum.

"Emm..., boleh deh Tan. Kebetulan Jihan sudah lama gak makan masakan Tante," Sahut Jihan yang kini membantu Aleta menyiapkan makanan untuk makan malam.

"Bunda...!" Teriak Septian. Membuat Jihan terkejut karena mendengar teriakkan Septian.

"Ya ampun Tante, kenapa tuh Tian teriak-teriak. Udah kayak Tarzan aja yang tinggalnya di hutan. Hobby banget teriak-teriak," Ucap Jihan. Membuat Aleta terkekeh geli saat mendengar ucapan Jihan.

"Dia emang kayak gitu sayang kalau di rumah. Jadi biasain aja ya. Jadi nanti kalau udah nikah, kamu gak kaget lagi."

"Apa Tante bilang? Nikah? Jihan sama sicu..., ups maaf Tante, maksud Jihan. Jihan nikah sama Tian?" Tanya Jihan yang terlihat terkejut. Aleta hanya tersenyum melihat ekspresi calon mantunya itu.

"Ya udah Tante tinggal dulu ya sebentar. Mau nyamperin Tian dulu. Pasti dia lupa bawa handuk ke kamar mandi kalau udah teriak kayak gitu," Ucap Aleta. Lalu dia pun menuju kamar putranya.

Tapi tiba-tiba Aleta berhenti melangkah. Dan menatap Jihan dengan senyuman. Entah apa yang Aleta pikirkan. Namun, tiba-tiba...

"Aduh, Han. Sepertinya perut tante sakit bagaimana ini. Tante mau ke kamar mandi dulu ya sayang. Tante minta tolong Nak. Tolong berikan handuk pada Tian yg ada dilemari."

Belum sempat Jihan menjawab. Aleta  sudah belari menuju kamarnya karena dia berkata ingin ke kamar mandi.

"Ya Tuhan bagaimana ini? Masa iya gue harus ngambilin handuk dan kasiin ke si Curut."

Jihan pun mulai kebingungan, saat Septian kembali memanggil Ibunya. Dia bingung harus apa, haruskah Jihan mengambilkan handuk dan memberikannya pada Septian?

"Bunda mana handuk Tian? Lama banget sih! Pasti lagi ngobrol sama tuh cewek jadi-jadian ya? Cepatan Bun. Tian udah kedinginan nih!" Teriak Septian. Namun, tiba-tiba Pintu kamar mandi Septian pun ada yang mengetuk, lalu Septian pun membuka pintunya. Namun bukan handuk yang dia ambil melainkan tangan Jihan yang dia tarik.

"Aaaa...!" Teriak Jihan saat melihat tubuh polos Septian. Dengan cepat Septian pun berbalik menjadi membelakangi Jihan yang menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Kini Jihan langsung mengambil handuk yang di pegang Jihan dengan terburu-buru.

"Gila lo. Kenapa bisa lo yang kasih handuknya ke gue? Kemana bunda? Gue kan minta tolongnya sama bunda, bukan sama lo!" Ketus  sambil melilitkan handuk ke pinggangnya. Untuk menutupi bagian bawah tubuhnya.

"Ta-tante Leta sakit perut. Jadi dia pergi ke kamarnya, dan nyuruh gue kasih handuk ini ke lo," Jawab Jihan yang kini akan keluar dari kamar mandi. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti saat tangannya dipegang oleh Septian. Lalu Septian menarik kembali tubuh Jihan dan mendorongnya ke dinding kamar mandi. Membuat Jihan terkejut.

"A-apa yang a-akan lo, lo lakukan curut. Le-lepasin gue."

"Kenapa? Apa kau gugup? Bukankah kau sudah melihat semuanya tadi Hem? Terus kau tunggu apalagi, bukannya ini yang kau mau?" Jihan semakin ketakutan. Saat Septian semakin mendekatkan wajahnya.

"A-apa yang lo ma-mau la-lakukan Tian?" Tanya Jihan yang kini terlihat semakin gugup dan semakin ketakutan.

Namun, Septian tidak menjawab. Dia malah semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Jihan. Saat sedikit lagi akan tersentuh tiba-tiba Jihan menginjak kaki Septian dengan kencang.

"Aww...! Sakit Jihan," Pekik Septian sambil memegangi kaki yang diinjak oleh Jihan. Sementara itu Jihan sudah berlari keluar dari kamar mandi.

"Siapa suruh mau berbuat mesum sama gue. Jadi rasain. Lo gak akan  bisa macam-macam sama gue. Dasar Curut mesum."

Setelah mengatakan itu. Jihan pun langsung keluar dari kamar Septian. Karena dia tidak ingin kejadian tadi terulang lagi. Membayangkannya saja membuat Jihan berigidig ngeri.

"Gila tuh cewek. Susah amat sih gue ditaklukin," Ucap Septian. Lalu dia pun mengambil baju dan mengenakannya. Setelah rapi dengan baju santainya. Septian pun turun untuk bergabung bersama keluarganya dan juga Jihan yang memang akan makan malam bersama keluarga Wijaya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status