Share

Mutiara Hati Yang Terabaikan
Mutiara Hati Yang Terabaikan
Author: mic.assekop

1. Istriku mandul

Author: mic.assekop
last update Last Updated: 2024-09-29 18:58:33

“Erika, kita sudah tiga tahun menikah. Tapi sampai saat ini kita masih belum juga mempunyai anak. Aku sudah habis duit banyak untuk promil dan semacamnya supaya kau bisa mengandung. Ah, semua tidak ada hasilnya. Kita tidak akan pernah punya keturunan.”

Erika terpekur saat mendengar kata-kata yang menghujam keras sampai ke lubuk hatinya. Sebagai istri, dia merasa sangat terpukul setelah mendengar ucapan kasar seperti itu.

Setelah sekian lama menahan hati dan bersabar, akhirnya Raden tidak bisa lagi untuk tidak bicara pada Erika tentang keadaan yang begitu pelik.

Erika menarik napas dalam-dalam. Dalam keadaan menunduk, dia bicara. “Kak Raden, ini adalah cobaan dari Tuhan untuk kita berdua. Banyak orang di luar sana yang juga diberikan cobaan seperti kita.”

Namun, Raden tidak bisa lagi terus-terusan mendengar ucapan lembut semacam itu lagi. Lantas dia menyentak, “Kemarin aku sudah pergi ke rumah sakit dan memeriksa sperma-ku. Berdasarkan pemeriksaan dari dokter ternyata tidak ada masalah dariku. Dan untuk memastikan bahwa sumber permasalahannya ada pada mu, sebaiknya kau juga memeriksakan diri mu, Erika.”

Raden meminta Erika supaya juga melakukan pengecekan dan pemeriksaan di rumah sakit. Bisa jadi Erika mengidap suatu penyakit atau kelainan yang membuat dia jadi sulit hamil atau bahkan mungkin tidak akan bisa hamil.

Selama ini mereka sudah berupaya semaksimal mungkin agar mereka bisa mempunyai keturunan. Ada banyak saran dari dokter dan juga orang tua yang telah mereka lakukan. Tapi, hasilnya tetap saja nihil.

Sejujurnya, Raden sebagai seorang suami sudah malas dan bahkan muak ketika mendengarkan pertanyaan dan ocehan orang-orang sekitar tentang kapan mereka punya anak. Dia terlalu malu begitu saat berkumpul dengan keluarga dan teman-teman, mereka menanyakan kapan dia punya momongan.

Pada saat ada acara seperti nikahan dan sebagainya, dia malas hadir, alasannya tentu saja karena dia minder pada mereka yang telah bisa menggendong bayi. Lantas sampai kapan dia mesti bertahan dalam kondisi yang begitu menyakitkan seperti ini?

Meski begitu, wanita baik dan shalihah itu tetap saja sabar dan bicara dengan lemah lembut. “Kak Raden, suamiku, yakinlah ini adalah ujian dari Allah untuk kita berdua. Kita masih diberi kesempatan untuk terus berdoa dan berserah diri padanya. Selama doa kita belum dikabulkan, ada banyak pahala di sana. Yakinlah, suatu saat Allah akan mengijabah doa kita berdua.”

Kemarin-kemarin Raden bisa terenyuh dan menerima setiap nasehat baik dari Erika. Dulu dia masih bisa sabar dan melakukan hal-hal baik. Tapi dulu. Sekarang kesabarannya sudah habis.

Menurutnya, anak keturunan wajib untuk dimiliki. Apakah hal semacam itu tidak akan pernah terwujud?Oh, Raden memang harus melakukan sesuatu.

Suasana kamar tidur yang hening dan tenang sontak jadi panas dan tegang. Raden tidak bisa terus-terusan sabar dalam menghadapi penderitaan yang berat.

Raden mengerutkan kening dan berkata, “Mau sabar dengan pakai cara apa lagi, Erika? Segala jenis makanan dan minuman telah kau konsumsi. Semua praktik kesehatan telah kau lakukan. Banyak doa telah kau panjatkan. Tapi bagaimana hasilnya? Mana?”

Erika langsung termenung setelah Raden mencecarnya habis-habisan. Matanya berkaca-kaca. Sambil mencengkeram gamisnya, dia berusaha bicara dengan tersedu-sedu. “Kak Raden, kenapa kau tiba-tiba mengeluh? Kau tidak pernah seperti ini sebelumnya. Ngucap, Kak. Ngucap.”

Raden sudah tidak bisa lagi mengontrol emosi. Kesabarannya sudah terkikis habis. Dan akhirnya kalimat yang selama ini terpendam di kepalanya pun keluar. “Jangan-jangan kau mandul, Erika!”

Seperti tersengat listrik, Erika tersentak kaget. “Astaghfirullah, Kak Raden. Kenapa kau bicara seperti itu pada istri mu? Astaga!”

Mata Erika semakin berkaca-kaca. Lalu genangan air di bola matanya pun mulai berjatuhan membasahi pipinya.

Dia memang wanita yang lembut dan mudah sekali terkena perasaan. Jadi wajar ketika mendengar ucapan barusan dia lantas menangis.

Biasanya Raden tidak tega ketika melihat istrinya menangis. Tapi sekarang ceritanya sudah beda. “Aku tidak akan pernah peduli dengan tangisan mu, Erika!”

Ayah, Ibu, saudara, dan kerabat Raden yang lain akhir-akhir ini terlalu sering menanyakan tentang kondisi Erika. Apa mungkin Erika benar-benar mandul? Semua pertanyaan tersebut semakin membuat pusing dan gelisah. Terakhir, mereka mendesak agar Raden membicarakan hal ini pada Erika sebelum nantinya mereka sendiri yang membicarakannya.

Karena beban di pundak Raden terlalu berat, sudah tidak ada lagi rasa tega dan kasihan terhadap Erika. Semarah-marahnya dia, tidak pernah membentak apalagi sampai ngomong kasar. Tapi kali ini berbeda. Erika rasanya seperti orang lain saja.

“Berhenti kau menangis. Tidak ada gunanya. Sampai habis air mata mu, kau tetap tidak akan pernah bisa mengandung!” sentak Raden dengan wajah gusar.

Seperti ada tombak yang menancap di dada Erika. Terdengar helaan napasnya yang berat dan sesak. Lalu dia berusaha untuk bicara walaupun begitu merasakan sakit. “Beberapa hari ini kau sudah meninggalkan sholat wajib. Biasanya kau selalu sholat berjamaah di masjid, tapi akhir-akhir ini kau terlihat malas. Kau juga sering marah-marah. Kak Raden, kau sudah tidak seperti dulu.”

“Sialan!” Raden menyergah. “Diam kau! Kau tidak perlu membahas hal itu. Kalau saja kau bisa jadi wanita normal seperti wanita-wanita di luar sana yang bisa punya anak, aku tidak akan jadi seperti ini.”

“Jadi karena aku belum bisa mengandung, lantas kau berubah?” tanya Erika dengan begitu lirih dan penuh perasaan.

“Ya! Karena kau mandul!” jawab Raden terang-terangan.

Entah apa yang Erika rasakan, tapi ketika Raden melihat ekspresi di wajahnya, sepertinya dia begitu merasakan kepedihan dan kepahitan yang sangat mendalam. Jika memang demikian, baguslah, karena seperti itulah yang Raden rasakan selama ini.

Erika bicara saat dia mengusap air matanya. “Kak Raden, kau tidak bisa mengatakan aku mandul. Aku cuma telat hamil saja. Ada wanita yang bahkan sepuluh tahun telat, tapi Allah tetap kasih mereka keturunan.”

“Siapa? Orang lain?” tanya Raden sambil berkacak pinggang. “Begini saja. Aku sudah memeriksakan diriku di rumah sakit dan hasilnya ternyata aku baik-baik saja. Kau harus memeriksakan diri mu juga, Erika, karena besar kemungkinan kau adalah penyebab utamanya. Besok kita akan pergi ke rumah sakit supaya kita tahu apa hasilnya.”

Erika cuma bisa menganggukkan kepala tanpa bicara. Dari wajahnya tampak kesedihan dan kecemasan. Mulai detik ini sampai besok sungguh terasa berat baginya.

***

Keesokan harinya di Rumah Sakit Umum Moh. Hoesin Palembang.

Setelah pemeriksaan yang cukup lama, akhirnya Erika pun keluar dengan hati yang begitu gelisah.

Mereka menunggu hasilnya sebentar lagi. Tak lama berselang, dokter pun menghampiri mereka dengan membawa beberapa lembar hasil pemeriksaan.

Ketika mendengarkan penjelasan dari dokter, Erika cuma bisa terdiam dan tercengang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mutiara Hati Yang Terabaikan   65. Siapa wanita dimaksud?

    Mayoritas atau bahkan semua pria ingin punya istri cantik dan fisiknya bagus. Dan Dennis tidak mungkin bisa membohongi dirinya bahwa dia mau punya istri yang enak dipandang. “Istri yang cantik bisa buat pria betah di rumah. Dan kalau pria sudah merasa puas, ketika berada di luar rumah, dia tidak akan berani macam-macam, dia tidak akan melirik wanita lain.” Canda Dennis dan tidak mau terlalu serius ketika menjawab pertanyaan Erika. “Memang tidak ada jaminan bahwa pria akan pasti selamat ketika berada di luar. Tapi setidaknya begitu dia mendapatkan istri yang cantik dan bikin betah di rumah, peluang untuk berzina di luar akan jauh lebih berkurang.” Jawaban dari Dennis lebih diplomatis dan memang dari dirinya sendiri. Dan tentu saja jawaban tersebut sebenarnya mewakili dari sekian banyak pria di dunia ini. Mendengar jawaban tersebut, Erika cuma bisa menahan senyum kemudian menanggapi. “Tapi cantik itu

  • Mutiara Hati Yang Terabaikan   64. Ide Erika

    Raden bisa membaur dengan baik bersama warga sekitar. Lebih dari itu, pencapaian bagi dirinya sendiri tentu saja dia telah berhasil mengubah hidupnya kembali pada jalan yang benar. Meski dia masih menjadi buronan dari bos besar narkoba, namun setidaknya dia berhasil keluar dari kubangan lumpur maksiat yang telah menyeretnya pada banyak perkara dosa. Ketika malam hari dan sedang sendiri di beranda rumah milik temannya, Raden lantas teringat dengan sosok yang lebih dari tiga tahun ini menemani hidupnya. Dia teringat dengan Erika, istri yang selama ini selalu peduli padanya. Dia membatin, “Erika, maafkan aku karena selama ini aku kerap menyusahkan dan menyakiti mu. Maafkan aku.’ Mulai detik ini Raden berjanji akan menemui istrinya lagi. Dia mengakui bahwa dirinya memang salah besar karena telah menyiakan orang yang sangat baik pada dirinya. Dia menyesal telah membohongi istrinya dan bahkan berniat ingin menceraikan pula.

  • Mutiara Hati Yang Terabaikan   63. Mengubah cara pandang

    Pokok kesembilan adalah bersabar dalam mengemban ilmu dan mengamalkannya. Raden berkata, “Seseorang tidak akan meraih ilmu kecuali dengan kesabaran. Baik sabar dalam menuntut ilmu, mengamalkan, maupun menyampaikannya.” Para ulama bersabar dalam menahan lapar, sedikit tidur, dan berjalan kaki ribuan kilo meter dalam proses belajar. Selanjutnya Raden masuk pada pokok kesepuluh, yakni berpegang teguh pada adab-adab ilmu. “Ibnu Qayyim berkata : Adabnya seseorang adalah kunci kebahagiaan dan kesuksesannya. Dan tidak beradab merupakan kunci kehancuran dan kebinasaannya.” “Seorang ulama berkata : Dengan adab engkau akan memahami ilmu.” “Ibnu Sirin berkata : Dahulu mereka mempelajari adab layaknya mereka mempelajari ilmu.” Bahkan dari para salaf mendahulukan untuk mempelajari adab sebelum mempelajari ilmu. Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk mempelajari adab

  • Mutiara Hati Yang Terabaikan   62. Ceramah pertama

    Meski Raden merasa berat menerima permintaan tersebut, namun karena terus didesak, akhirnya dia pun menerimanya. Dia berusaha menguatkan diri dan menumbuhkan kepercayaandiri. “Insya Allah, semoga Allah mudahkan.” Pak Syarif sontak mengucapkan kata syukur. “Alhamdulilah.” Karena Raden tidak tahu kapan dia akan pergi dari kampung ini, maka dia bilang pada Pak Syarif supaya jadwal mengajar dia dipercepat saja. Mungkin bisa jadi tiga hari lagi, atau satu pekan lagi dia mesti meninggalkan kampung ini.*** Keesokan paginya. Tepatnya pada hari Minggu di masjid. Lebih dari lima puluh jamaah pria dan wanita dari berbagai kalangan usia telah hadir di sana. Pak Syarif sebagai salah satu ketua di kampung tersebut telah meminta kepada masyarakat sekitar untuk menghadiri sebuah kajian. Maka sebagian masyarakat pun berbondong-bondong untuk pergi. Dan baiknya Pak Syarif, dia mengeluarkan uang sekitar satu juta untuk membeli k

  • Mutiara Hati Yang Terabaikan   61. Ditawari menjadi penceramah

    Keberadaan Raden di sana telah membuat suasana baru dalam beribadah dan itulah yang semestinya terjadi. Tidak ada maksud apa pun sebelumnya dari Raden untuk mencari perhatian atau pun dengan sengaja ingin menata ulang sesuatu yang telah lama terjadi. Pastinya ini adalah kehendak dari Yang Maha Kuasa. Setidaknya dengan ini dia telah melakukan sesuatu yang benar dan sesuai dengan tuntunan. Lebih dari itu, setelah terpuruk karena ditimpa masalah yang amat berat, kini dia kembali mendapatkan ketenangan dan juga hidayah untuk kembali pada jalur yang benar. “Aku cuma menyampaikan kebenaran,” tuturnya pada semua orang di sana. Mayoritas orang-orang di masjid tersebut bersyukur atas kehadiran Raden yang telah meluruskan apa yang selama ini bengkok. Pasalnya urusan agama bukanlah sesuatu yang dianggap enteng, jika ada suatu kebenaran yang datang, entah itu dari siapa berasal, maka sudah barang tentu semestinya diterima.

  • Mutiara Hati Yang Terabaikan   60. Diskusi agama

    Kemudian Raden membuat analogi sederhana. Ada orang tua yang mewariskan sebuah rumah pada anaknya dan berpesan pada anaknya tersebut untuk tetap menjaga rumah itu tanpa melakukan perubahan apa pun sama sekali. Orang tua itu melarang anaknya melakukan perubahan sedikit pun. Cukup tinggal dan menjaganya saja. Tidak lebih dari itu. Namun, karena anaknya mereka sok pintar dari orang tuanya dan punya pemikiran lebih baik, akhirnya dia pun mengubah warna cat rumah, membongkar, mengganti pajangan, merombak isi di dalamnya, sehingga rumah tersebut sangat berbeda dari pada sebelumnya. “Kalian sebagai orang tua suka dengan anak yang suka berinovasi seperti itu?” tanya Raden. Mereka semua serempak menggeleng. Tidak ada satu pun dari mereka yang setuju. Seperti itu juga dalam beragama. Nabi telah mewariskan sesuatu yang sempurna pada umatnya. Ketika kita menerima segalanya, lantas apa hak kita untuk mengub

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status