“Aku bawa pempek buat kalian semua. Ada sepatu buat Nyayu. Ada kemeja buat Raden. Ayah kan sedang sakit, jadi aku bawakan roti mahal dan juga madu.”
Masayu mengawasi Molek dengan menerbitkan senyuman manis tak terkira. “Tas. Ibu pasti suka dengan warna dan motifnya.” Menyaksikan hadiah yang bagus dan cukup mahal itu, Molek nyaris terlonjak dari kursi dengan ekspresi kaget. “Wah! Kau baik sekali Masayu. Baru kali ini Ibu dibelikan tas, bermerk pula. Terima kasih ya.” Masayu menahan senyum di wajahnya dan membalas, “Spesial untuk kalian semua. Dan tak tertinggal pula, aku juga ada sesuatu buat Erika lho.” Masayu membuka kantong kresek dan menaruh sesuatu di atas meja. “Aku beli susu, vitamin, dan obat gemuk. Erika sangat butuh semua ini.” Mereka semua tidak berekspresi dan merespons kecuali Molek. Dia malah terkikik geli. “Hehe. Erika sangat butuh semuanya. Tapi percuma juga, Masayu. Seberapa banyak susu, vitamMayoritas atau bahkan semua pria ingin punya istri cantik dan fisiknya bagus. Dan Dennis tidak mungkin bisa membohongi dirinya bahwa dia mau punya istri yang enak dipandang. “Istri yang cantik bisa buat pria betah di rumah. Dan kalau pria sudah merasa puas, ketika berada di luar rumah, dia tidak akan berani macam-macam, dia tidak akan melirik wanita lain.” Canda Dennis dan tidak mau terlalu serius ketika menjawab pertanyaan Erika. “Memang tidak ada jaminan bahwa pria akan pasti selamat ketika berada di luar. Tapi setidaknya begitu dia mendapatkan istri yang cantik dan bikin betah di rumah, peluang untuk berzina di luar akan jauh lebih berkurang.” Jawaban dari Dennis lebih diplomatis dan memang dari dirinya sendiri. Dan tentu saja jawaban tersebut sebenarnya mewakili dari sekian banyak pria di dunia ini. Mendengar jawaban tersebut, Erika cuma bisa menahan senyum kemudian menanggapi. “Tapi cantik itu
Raden bisa membaur dengan baik bersama warga sekitar. Lebih dari itu, pencapaian bagi dirinya sendiri tentu saja dia telah berhasil mengubah hidupnya kembali pada jalan yang benar. Meski dia masih menjadi buronan dari bos besar narkoba, namun setidaknya dia berhasil keluar dari kubangan lumpur maksiat yang telah menyeretnya pada banyak perkara dosa. Ketika malam hari dan sedang sendiri di beranda rumah milik temannya, Raden lantas teringat dengan sosok yang lebih dari tiga tahun ini menemani hidupnya. Dia teringat dengan Erika, istri yang selama ini selalu peduli padanya. Dia membatin, “Erika, maafkan aku karena selama ini aku kerap menyusahkan dan menyakiti mu. Maafkan aku.’ Mulai detik ini Raden berjanji akan menemui istrinya lagi. Dia mengakui bahwa dirinya memang salah besar karena telah menyiakan orang yang sangat baik pada dirinya. Dia menyesal telah membohongi istrinya dan bahkan berniat ingin menceraikan pula.
Pokok kesembilan adalah bersabar dalam mengemban ilmu dan mengamalkannya. Raden berkata, “Seseorang tidak akan meraih ilmu kecuali dengan kesabaran. Baik sabar dalam menuntut ilmu, mengamalkan, maupun menyampaikannya.” Para ulama bersabar dalam menahan lapar, sedikit tidur, dan berjalan kaki ribuan kilo meter dalam proses belajar. Selanjutnya Raden masuk pada pokok kesepuluh, yakni berpegang teguh pada adab-adab ilmu. “Ibnu Qayyim berkata : Adabnya seseorang adalah kunci kebahagiaan dan kesuksesannya. Dan tidak beradab merupakan kunci kehancuran dan kebinasaannya.” “Seorang ulama berkata : Dengan adab engkau akan memahami ilmu.” “Ibnu Sirin berkata : Dahulu mereka mempelajari adab layaknya mereka mempelajari ilmu.” Bahkan dari para salaf mendahulukan untuk mempelajari adab sebelum mempelajari ilmu. Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk mempelajari adab
Meski Raden merasa berat menerima permintaan tersebut, namun karena terus didesak, akhirnya dia pun menerimanya. Dia berusaha menguatkan diri dan menumbuhkan kepercayaandiri. “Insya Allah, semoga Allah mudahkan.” Pak Syarif sontak mengucapkan kata syukur. “Alhamdulilah.” Karena Raden tidak tahu kapan dia akan pergi dari kampung ini, maka dia bilang pada Pak Syarif supaya jadwal mengajar dia dipercepat saja. Mungkin bisa jadi tiga hari lagi, atau satu pekan lagi dia mesti meninggalkan kampung ini.*** Keesokan paginya. Tepatnya pada hari Minggu di masjid. Lebih dari lima puluh jamaah pria dan wanita dari berbagai kalangan usia telah hadir di sana. Pak Syarif sebagai salah satu ketua di kampung tersebut telah meminta kepada masyarakat sekitar untuk menghadiri sebuah kajian. Maka sebagian masyarakat pun berbondong-bondong untuk pergi. Dan baiknya Pak Syarif, dia mengeluarkan uang sekitar satu juta untuk membeli k
Keberadaan Raden di sana telah membuat suasana baru dalam beribadah dan itulah yang semestinya terjadi. Tidak ada maksud apa pun sebelumnya dari Raden untuk mencari perhatian atau pun dengan sengaja ingin menata ulang sesuatu yang telah lama terjadi. Pastinya ini adalah kehendak dari Yang Maha Kuasa. Setidaknya dengan ini dia telah melakukan sesuatu yang benar dan sesuai dengan tuntunan. Lebih dari itu, setelah terpuruk karena ditimpa masalah yang amat berat, kini dia kembali mendapatkan ketenangan dan juga hidayah untuk kembali pada jalur yang benar. “Aku cuma menyampaikan kebenaran,” tuturnya pada semua orang di sana. Mayoritas orang-orang di masjid tersebut bersyukur atas kehadiran Raden yang telah meluruskan apa yang selama ini bengkok. Pasalnya urusan agama bukanlah sesuatu yang dianggap enteng, jika ada suatu kebenaran yang datang, entah itu dari siapa berasal, maka sudah barang tentu semestinya diterima.
Kemudian Raden membuat analogi sederhana. Ada orang tua yang mewariskan sebuah rumah pada anaknya dan berpesan pada anaknya tersebut untuk tetap menjaga rumah itu tanpa melakukan perubahan apa pun sama sekali. Orang tua itu melarang anaknya melakukan perubahan sedikit pun. Cukup tinggal dan menjaganya saja. Tidak lebih dari itu. Namun, karena anaknya mereka sok pintar dari orang tuanya dan punya pemikiran lebih baik, akhirnya dia pun mengubah warna cat rumah, membongkar, mengganti pajangan, merombak isi di dalamnya, sehingga rumah tersebut sangat berbeda dari pada sebelumnya. “Kalian sebagai orang tua suka dengan anak yang suka berinovasi seperti itu?” tanya Raden. Mereka semua serempak menggeleng. Tidak ada satu pun dari mereka yang setuju. Seperti itu juga dalam beragama. Nabi telah mewariskan sesuatu yang sempurna pada umatnya. Ketika kita menerima segalanya, lantas apa hak kita untuk mengub