Ayana memapah Alexander masuk ke dalam rumahnya. Gadis itu membaringkannya di sofa. Lalu dia mengambil kotak P3K. Ayana mengobati luka memar pada muka Alexander.
"Kau mengenalnya?" Alex meringis menahan nyeri.
"Dia—putra tunggal pemilik perusahaan tempatku dan Irish kerja," jawab Ayana.
"Apa? Dia—" Alex terdiam dan akhirnya dia tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Kenapa kau tersenyum?" tanya Ayana Heran.
"Aku rasa dia menyukai adikku dan dia tidak mengetahui jika aku ini adalah kakaknya. Mungkin dia cemburu," sahut Alexander.
"Dia memang menyukai Irish, tapi Irish tidak pernah menanggapinya," jelas Ayana. Alexander memahaminya.
Benjamin bingung bercampur marah saat mendapatkan dirinya berada di kamar hotel. Lebih mengejutkan lagi setelah mengetahui wanita bernama Anna tertidur lelap di sampingnya. Ben memegangi kepalanya yang masih terasa sakit. "Apa yang aku lakukan? Ti-tidak mungkin aku melakukan dengan dia!" Ben menatap Anna. Pemuda itu meremas rambutnya sendiri. Dia pun turun dari ranjang dan meraih pakaiannya. Berdiri berkacak pinggang dan mendongakkan kepalanya. Mengembuskan napas setelah itu menelan saliva-nya sendiri hingga jakunnya naik turun. Ben memakai pakaian, lalu berjalan mendekati ranjang. "Ini pasti jebakan!" Ben meraih tas milih Anna dan dia menemukan sebuah botol berisi serbuk. Ben melirik Anna yang masih tertidur lelap. Sesaat setelah itu atensinya berubah pada benda pipi
Ayana menatap Irish dengan penuh tanda tanya. Gadis itu dibuat bingung dengan tatapan dari Irish yang tidak seperti biasanya dan Ayana mulai merasa tidak nyaman. "Kau kenapa sih?" "Aku?" Irish menunjuk dirinya sendiri. "Kenapa memangnya? Ah, tidak ada apa-apa," balas Irish. "Kalau tidak ada apa-apa, kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Ayana memutarkan gelas yang ada di depannya. "Apa kau masih penasaran dengan kejadian tadi?" lanjutnya bertanya. "Good answer.Pintar sekali!" Irish mendekatkan wajahnya semakin dekat dengan wajah Ayana "Kau ada masalah apa dengan Benjamin?" imbuh Irish. "Hush! Sopan kalau menyebut nama orang. Kalau sampai dia mendengarmu, bisa-bisa kau nanti akan kena amukannya. bagaimanapun juga dia itu adalah Bos-mu," jelas Ay. Irish langsung tertawa mendengarkannya. "Lalu kenapa kalau dia adalah Bos kita? Dia saja tidak pernah menghargai kita, kerjaannya hanya marah-marah terus," dengkus Irish
Anna melangkah keluar dari lift saat lift terbuka di lantai tiga. Dia berjalan menyusuri koridor dan berhenti menatap deretan kubikel-kubikel di ruang itu. Ayana menyenggol tangan Irish saat menyadari kedatangan Anna. Irish menoleh ke arah Ayana lalu beralih mengikuti dagu Ayana."Siapa wanita itu?" tanya Irish."Mungkin kliennya si Bos," jawab Ayana. Irish memperhatikan Anna yang masih berdiri dan memperhatikan para pegawai. Lalu dia melangkah dan masuk ke dalam ruangan Benjamin. Irish yang melihatnya mengerutkan dahi."Apa dia benar-benar kliennya?" gumam Irish."Ssstt!" Pamela mengangkat jari telunjuknya dan meletakkannya di bibir. "Yang aku dengar, dia itu calon istrinya Pak Ben.""Calon istri?" Irish menaikan alis kanannya. Ayana langsung mengangkat kepalanya dan menatap ruangan Benjamin. Seketika dia teringat kejadian malam itu. Kejadian yang di mana Ben memukul Alex dan memperingatk
"Kau memasukkan apa ke dalam minuman Anna?" Irish dikejutkan dengan suara yang terdengar tepat di telinganya. Degup jantung Irish mendadak berdebar-debar, dia tahu siapa yang ada di belakangnya."Aku tidak memasukkan apa-apa," tukas Irish. Dia menggeser tubuhnya ke kiri untuk menghindari deburan napas dari Ben.Netra Ben terus memperhatikan dan mengekori Irish. Ben mendesah sedikit saat Irish menyenggol sesuatu. Mereka berdua begitu sangat dekat dan berdempetan. Irish justru merasa risih dibuatnya. Dia langsung menyingkir dari posisinya yang berada di dalam kungkungan Ben."Kau mau ke mana?" cegah Ben menarik tangan Irish. Mengembalikan posisi Irish di tempat semula. Membuat Irish merasa terkunci diantara kungkungan kedua tangan Ben."Minggir, aku mau kembali ke meja kerja!" Mendorong tubuh Ben."Kau belum menjawab pertanyaan ku?" Ben mencegah Irish."Kenapa kau suka sekal
Ternyata saat ejadian di halte bus sore itu, Alexander sudah lama memperhatikan adiknya, Irish dari seberang jalan. Bukan Alex tidak ingin datang dan melindungi Irish, namun justru Alex sedang memperhatikan Benjamin. Atas penjelasan dari kekasihnya Ayana, dari situ Alex mengetahui siapa sebenarnya Benjamin itu. Awal mula pertemuan Alex dengan Ben yang salah paham. Ben mengira bahwa Alex adalah laki-laki yang mempunyai kedekatan dengan banyak wanita dan Ben mengira bahwa Irish adalah korban Alex selanjutnya, mengingat Alex pun mendekati Ayana yang notabene-nya adalah rekan kerja satu kantor. Dengan melihat kejadian tadi, Alex sudah bisa menyimpulkan sosok seorang Benjamin seperti apa. Namun, Alexander belum yakin seratus persen pada Benjamin. Alex tidak ingin kalau adiknya salah dalam memilih pasangan. Alex mengikuti mobil metalik silver milik Ben sampai ke sebuah rumah sakit. Lalu dia segera kembali ke rumahnya. Setelah
Irish masih mencerna kata-kata Anna waktu itu. Dia merenung duduk di sofa ruang tengah. Memangku dagunya dan berdecak heran."Peka? Apakah itu penting?" gumamnya. Alex yang memperhatikannya dari balik sebuah majalah yang sedang dia baca. Alex tersenyum sendiri mendengarkan celotehan Irish."Sssh ... aku tidak paham akan hal itu." Menjatuhkan dirinya di sofa. Sesaat setelah itu terdengar Alex berdehem. Kepala Irish pun menyembul untuk melihat Alex. Namun, Irish terkejut saat itu juga. Dia dibuat kaget karena sang Kakak sudah berjongkok di belakang sofa."Kak Alex ini sedang apa sih? Mengejutkan saja." Irish memegang dadanya yang berdegup sangat kencang saat itu. Alex tertawa terbahak-bahak."Ha ha ha ... bisa terkejut juga, ya." Alex bangun dari posisinya yang jongkok di belakang sofa."Huh—untung aku tidak punya riwayat penyakit jantung, Kak," gerutu Irish mengomel-ngomel sendiri.
Ketika cinta datang secara tiba-tiba. Kita pun tidak bisa menolaknya jika hati ini juga memberikan sinyal. Mungkin itu yang dirasakan oleh Benjamin. Pemuda itu belum mengetahui hal sebenarnya antara Alexander dan Irish. Sudah beberapa kali Ben memergoki keduanya sampai-sampai Ben harus memberi peringatan tegas pada Alexander.Malam itu secara tidak diketahui oleh Irish dan Marky, ternyata Ben kembali membuat perhitungan untuk ketiga kalinya dengan Alex. Hal itu membuat pelipis Alex luka dan Ben pun mengalami memar di dahinya.❣❣❣Hotel Leiden siang itu."Tuan Muda, ini ada beberapa proposal yang harus Anda tanda tangani." Marky menyerahkan beberapa map berisi proposal."Taruh saja di meja," balas Alexander yang masih sibuk memasang plester di pelipis matanya."Oh, kenapa dengan pelipis anda Tuan Muda?" tanya Marky.
Di hari berikutnya, hotel Leiden masih menjadi tempat orang-orang terpandang mengadakan pertemuan dengan para relasi bisnis. Hari itu Alex mengajak Ayana ke Hotel. Sebenarnya Ayana tidak mau tapi berhubung Irish yang memintanya untuk ikut, agar bisa menemani Kakaknya, Alex. Sedangkan Irish sendiri ada urusan dengan Benjamin.Siang itu memang ada pertemuan antar beberapa perusahaan yang ingin bekerjasama dengan Alexander."Ayana—sedang apa kau di hotel ini?" tiba-tiba Hendric sudah berdiri di belakang Ayana. Pasti masih ingat kan, siapa Hendric? Laki-laki itu adalah mantan pacar Ayana.Ayana tersentak kaget melihat Hendric juga berada di hotel Leiden. Rasa kecewa yang mendalam masih Ayana rasakan dan membekas di hatinya."Kau sangat cantik memakai baju itu!" Hendric memandang Ayana dari ujung rambut sampai ujung kakinya, dia mulai melancarkan jurus mautnya. "Apa kau sedang menunggu seseorang atau kau