Share

Chapter 2. New Life

Pertama kali hidup hanya berdua. Mereka masih terus belajar dengan dibimbing oleh bibi Dennisa. Pengasuh setia yang memang selalu membantu anak asuhnya dengan telaten dan sabar.

Keduanya tumbuh dengan didikkan yang sangat baik, walaupun tanpa sentuhan tangan dari orang tua kandungnya. Alexander van Willem tumbuh dengan baik dan dia tergolong pemuda yang sangat pintar. Alex memang sedikit kalem dan dia mempunyai paras yang sangat tampan dengan tambahan lesung pipi yang menghias pipinya. Tak hanya itu, Alex juga banyak diidolakan para wanita, hanya saja Alex memang bukan typikal pemuda yang muda jatuh cinta pada kaum hawa. Hal utama yang dia pikirkan adalah sang adik, karena dia sudah menjadi tanggung jawab Alex. Siapa lagi yang akan melindungi dia kalau bukan Alex?

Berbeda sedikit dengan sang adik, Irish van Willem. Gadis ini sedikit galak, cuek dan jutek. Namun, dia mempunyai hati yang sangat lembut. Dia begitu menurut dengan kakaknya, tapi kadang dia suka keras kepala, tapi cenderung menuruti apa kata sang Kakak.

Hal baru dimulai oleh Alex saat ini. Dia sudah mulai mengemban tugas utama sang Ayah. Amanah dari sang Ayah yang dia kelola dengan baik. Kehidupan yang dia jalani bersama dengan adiknya. Sedangkan Irish, dia hampir menyelesaikan kuliahnya. Di kampus tempat Irish kuliah, Irish termasuk salah satu gadis yang menonjol dan populer. Para kaum Adam mengagumi Irish, termasuk David. Pemuda ini memang dikatakan sangat dekat dengan Irish, bukan hanya dekat, tapi memang mereka berdua sedang menjalin sebuah hubungan.

"Irish, setelah lulus kau mau kemana?" tanya David.

"Kerja!" ucap Irish singkat.

"Kerja? Di mana? Pasti ikut Kakakmu, ya?" David terlalu penasaran.

"Tidak. Aku akan melamar kerja disebuah perusahaan!" Irish menatap David.

"Hmm, pasti kau akan diterima di sana. Dengan nilai akademikmu yang bagus, kau pasti tidak kesulitan dalam mencari pekerjaan."

"Belum tentu juga. Oiya, aku mau pulang." Irish berlari menuju sebuah mobil yang baru saja berhenti.

"Ya, kenapa pulang, aku 'kan belum selesai bicara denganmu," rajuk David tak ingin Irish cepat-cepat pulang.

"Maaf, lain kali saja ya. Besok 'kan kita masih ketemu." Irish melambaikan tangannya.

"Siapa dia?" tanya Alex ketika Irish sudah berada di dalam mobil.

"Teman!" jawab Irish singkat.

"Teman?" ulang Alex.

Irish menatap Kakaknya, "Iya, hanya teman."

"Pasang seatbell-mu!" kata Alex. Irish pun menurutinya. 

Mobil melaju pelan membelah jalanan kota Leiden. Mobil berhenti di sebuah toko bunga, sebelum akhirnya melaju lagi menuju pemakaman umum kota Leiden. Keduanya mengunjungi makam kedua orang tua mereka. Setelah itu, tak langsung pulang ke rumah, justru mobil melaju ke arah Hotel. 

"Kau mau turun?" tanya Alex.

Irish menggelengkan kepalanya, "tidak."

"Tunggu sebentar disini, Kakak hanya mengambil tas dan beberapa berkas." Alex meninggalkan Irish di dalam mobil. Selang beberapa menit, Alex sudah kembali membawa tas. 

Alex memang masih muda, akan tetapi jam terbangnya sangat padat. Karier dia maju sangat pesat. Hotel yang dia pegang pun semakin hari semakin ramai. Tak hanya hotel, dia juga punya sebuah rumah makan. Muda, kaya, pintar, dan tampan. Segalanya dimiliki oleh pemuda ini. Namun demikian, untuk urusan asmara dia memang nol besar. Alex tidak pandai dalam urusan asmara. Dia lebih sering menghabiskan waktunya untuk bekerja. 

Sesampai dirumah, Irish langsung membersihkan diri. Sedangkan Alex langsung masuk ke ruang kerjanya. Rumah yang lumayan besar itu hanya dihuni oleh Alex dan Irish saja. Rumah peninggalan kedua orang tua mereka. Rumah yang banyak kenang-kenangan itu selalu membuat mereka berdua teringat akan tuan dan nyonya Willem.

Irish keluar dengan keadaan rambut yang masih basah. Dia langsung masuk ke dalam kamarnya. Sesaat ponselnya berdering, Irish mengecek layar ponselnya. Di sana tertulis nama David.

"Hallo!"

"Aku mau mengajakmu keluar malam ini. Apa kau mau menemaniku datang ke acara party teman?" tanya David.

"Party? Teman? Siapa?" tanya Irish.

"Hmm, bukan teman kampus sih. Bagaimana?" David bertanya lagi.

"Maaf, Vid. Aku tidak bisa keluar." Irish melirik jam.

"Kenapa? Apakah karena sudah malam? Kenapa kau begitu kuno!" kata David sedikit kesal.

"Bukan karena itu. Tugasku banyak. Maaf ya, Kakakku memanggil!" Irish beralasan. Gadis itu langsung memutuskan sambungan teleponnya.

Irish terus menatap layar ponselnya. Dia begitu heran dengan David, kenapa pemuda itu selalu mengajak dan memaksanya untuk keluar pada malam hari. Irish memang sudah kenal lama dengan David, tapi Irish selalu menolak jika diajak David keluar pada malam hari. Bukan karena Irish takut pada Kakaknya, tapi karena Irish punya alasan tersendiri untuk penolakan itu.

Irish dan David memang satu kampus, tapi mereka beda jurusan. Semua sudah paham jika mereka berdua dekat antara satu dengan lainnya, akan tetapi Irish memang type wanita yang tidak mudah terpengaruh. Kedekatannya dengan David hanya dia anggap seperti teman pada umumnya. Namun, perbeda dengan David. Pemuda ini justru menganggap jika Irish adalah kekasihnya.

Apakah cinta bertepuk sebelah tangan?

Suara ketukan pintu membuyarkan keseriusan Irish menatap benda pipih yang ada ditangannya. Kenop pintu terbuka, dan kepala Alex menyembul dari balik pintu.

"Aku kira kau sudah tidur."

Irish menatap wajah Kakaknya, lalu tersenyum, "Belum mengantuk, Kak. Apa apa?" lanjutnya bertanya.

"Ehm, Kakak mau keluar sebentar. Apa kau tidak apa-apa Kakak tinggal?" Alex menatap Irish.

"Tida apa-apa, Kak. Memangnya Kakak mau kemana?" tanya Irish.

"Kakak mau ke Rumah Makan dulu. Jonny bilang ada masalah kecil di sana." Alex terdiam sesaat sambil memainkan jari jemarinya di layar ponsel, "Apa kau mau ikut?"

"Tidak. Aku dirumah saja. Lagi pula aku juga ada beberapa tugas yang harus aku selesaikan."

"Baiklah. Kalau kau lapar, di meja makan ada sayur dan lauk. Jika sudah mengantuk, kau bisa tidur, tidak perlu menunggu Kakak pulang."

"Tapi Kakak pulang ke rumah 'kan? Tidak tidur di apartemen?"

"Tentu saja Kakak pulang. Besok Kakak baru akan pergi ke apartemen."

Irish mengangguk paham. Dia tersenyum.

"Oke, Kakak tinggal dulu, ya. Jika ada apa-apa langsung hubungi Kakak." Seperti itulah pesan Alex pada Irish sampai Irish bosan mendengarkannya. Dia selalu memberi kode bahwa dia ini sudah dewasa bukan lagi anak kecil. Tapi bagi Alex, Irish ini masih seperti anak kecil yang harus selalu diperhatikan. Itulah kenapa Alex belum serius untuk menjalin asmara dengan wanita mana pun, karena bagi Alex, Irish yang harus dia perhatikan.

Bagaimana tidak, kenapa Alex begitu sangat menjaga dan melindungi Irish? Karena hanya Irish-lah satu-satunya keluarga yang dia punya. Alex mencurahkan kasih sayangnya hanya pada Irish. Walaupun disisi lain ada pengasuh yang setia menemani Alex dan Irish. 

Paman Ruth dan Bibi Dennisa memang sangat berjasa pada keluarga Willem, hingga membuat mereka mendapatkan tempat dihati Alex dan Irish. Kedua pengasuh yang tak lain adalah suami istri ini juga mempunyai anak laki-laki yang seumuran dengan Irish. Mereka besar bersama-sama, bahkan Alex dan Irish tidak menganggap Marky adalah bawahannya. Marky dianggap seperti saudara mereka sendiri.

Irish terduduk di depan laptop, dia ingin semua tugas-tugasnya cepat selesai agar dia cepat lulus.

"Aku ingin segera bekerja. Aku tidak ingin merepotkan kak Alex terus menerus. Bagaimana pun juga, aku ingin mandiri."

Mulailah dia mengerjakannya, jemari tangannya menari-nari di atas keyboard. Tak jarang David masih menganggu dengan menelepon Irish. Namun, Irish memang cuek, dia acuh tak acuh pada panggilan masuk dari David. Irish pun sudah hapal betul David seperti apa. 

"Merajuklah. Besok pun kau akan kembali lagi seperti semula," senyum Irish. Dia kembali fokus berkutat dengan laptop.

Sedangkan di tempat lain, David tampak terlihat emosi. Dia selalu gagal membuat Irish keluar malam. 

"Susah sekali mengajaknya keluar malam. Aku 'kan ingin seperti pasangan-pasangan lainnya. Bisa bermesraan dengan kekasih sendiri. Kenapa aku seperti tidak punya kekasih!" umpatnya.

"Sebelum lulus, aku harus bisa membuat Irish keluar malam bersamaku. Aku ingin menunjukkan pada teman-temanku, bahwa aku juga punya kekasih untuk diajak bersenang-senang."

"David!" teriak seseorang, "Mana kekasihmu? Apakah dia akan datang?" lanjutnya bertanya.

"Halah! Paling juga dia tidak datang ha ha ha—karena David memang tidak punya kekasih!" ledek salah seorang dari mereka. Tampak terdengar riuh saat itu juga. Mereka mengolok-olok David yang tak mampu mengajak Irish keluar.

"Sial! Aku menjadi sasaran pembullyan!" umpat David pelan. Dia terlihat sangat muak dengan suasana saat itu. David memilih pergi menjauh dari mereka. Tak ingin terjadi keributan, David memilih menyendiri. Dia memegang botol minuman  keras dan meneguknya dan mulutnya mengomel-ngomel tidak karuan saat kesadarannya sedikit hilang. David terus mengoceh tak karuan bahkan sampai terjatuh karena kehilangan keseimbangan.

"Irish, kau tahu tidak, kenapa begitu sulitnya mendapatkanmu? Apakah type pria idamanmu itu juga harus kaya seperti Kakakmu?" oceh David dengan logat orang mabuk.

"Sudah lama aku mendekatimu, tapi semua tidak ada perubahan. Bahkan kau justru cuek!" lanjutnya tersandar di tembok karena David sudah tidak kuat untuk berdiri. Sepertinya David mabuk berat, hingga akhirnya dia tak sadarkan diri sampai pagi.

Sebenarnya ada apa dengan David, kenapa dia begitu kekeh memaksa Irish? Lalu apakah ada keributan yang akan terjadi, jika Irish bertemu dengan David? 

To be Continue,

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status