Home / Romansa / My Assistant, My Husband / Membatalkan Pernikahan

Share

Membatalkan Pernikahan

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2024-02-03 14:01:41

“Pak Carlisle.” Damar terkejut melihat lelaki yang adalah ayah Audrey, kini duduk di tempatnya.

“Carl saja, Damar.” Lelaki paruh baya itu bangkit dari duduknya dan membuat sekretaris yang duduk bersebelahan dengannya menghembuskan nafas lega. “Terlalu sulit menyebut namaku dengan benar.”

“Tapi Saya menyebutkan dengan benar kan? Kharlay.” Damar hanya ingin mengkonfirmasi saja.

“Tentu saja sudah benar, tapi bukan itu yang akan kita bicarakan. Ke mana Audrey?” tanya Carl dengan senyum lembut.

“Bu Audrey sedang pergi ke toilet. Ada yang bisa saya bantu?”

“Tentu saja ada.” Carl mengangguk pelan. “Aku butuh bicara denganmu, jadi tolong katakan pada Audrey kalau aku membajak asistennya.” Kalimat yang terakhir, tentu saja ditujukan pada sekretaris sang putri.

Walau bingung, Damar memilih untuk mengikuti lelaki paruh baya yang berstatus sebagai ayah mertuanya itu. Dia tentu tidak bisa melawan karena biar bagaimana, Carlisle masih atasannya juga. Makin bingung lagi, ketika dia dibawa ke salah satu ruang rapat.

“Aku hanya ingin bicara dengan lebih privat karena ini menyangkut Audrey.” Carl tentu saja akan menjelaskan.

“Tentu saja.”

Sebagai sopan santun, Damar membiarkan lelaki yang lebih tua itu duduk lebih dulu. Sesuatu yang membuat Carl tersenyum tipis karena senang dengan kesopanan itu.

“Bagaimana hubunganmu dengan Audrey?” tanya Carl tanpa basa-basi.

“Baik.” Damar menjawab dengan kejujuran.

“Benarkah?” tanya pria yang sudah hampir enam puluh itu dengan tatapan sendu, membuat Damar makin mengerutkan kening.

“Sebenarnya, aku cukup yakin kau melakukan pernikahan ini dengan sedikit terpaksa,” lanjut Carl tanpa terduga.

Jujur saja, saat mendengar kalimat itu, Damar benar-benar terkejut. Padahal dia pikir pria di depannya membiarkan pernikahan ini karena percaya dengan bualan Audrey, tentang cinta pada pandangan pertama.

“Kenapa Pak Carl bisa berpikir seperti itu?” Damar mencoba untuk tenang.

“Aku tahu bagaimana tabiat putriku, Mar. Dia adalah tipe orang yang gila kerja dan pengakuan. Audrey akan melakukan apa pun untuk mendapatkan hak waris perusahaan.”

Damar langsung terdiam mendengarkan hal itu. Dia jelas tidak akan menyangka, kalau hubungannya dengan Audrey akan ketahuan secepat ini. Padahal, tidak ada yang membocorkan rahasia. Bahkan kontrak pun belum dibuat.

“Kalau begitu, kenapa Pak Carl tidak menentang pernikahan ini?” Pada akhirnya, Damar memberanikan diri untuk bertanya.

“Bagaimana ya aku mau bilangnya.” Carl tidak langsung menjawab dan terlihat berpikir.

“Mungkin karena jauh di lubuk hatiku, aku ingin Audrey merasakan kebahagiaan,” jawab lelaki yang bermata sama dengan perempuan yang sedang mereka bicarakan. Biru jernih.

“Kalau mau jujur, semasa kecilnya Audrey itu bisa dibilang kurang bahagia. Itu terjadi karena aku dan ibunya tidak pernah akur dan berujung perceraian. Apalagi setelah itu aku sibuk mencari uang di negara orang dan berakhir menikahi perempuan lain.”

“Bukannya ibu tiri Audrey tidak menyayangi dia, tapi mungkin anak itu sudah terlanjur menutup diri dan tidak percaya pada yang namanya cinta. Aku berharap dengan membiarkannya menikah, mungkin dia bisa menemukan kebahagiaan dan berhenti gila kerja. Makanya syarat mewarisi perusahaan adalah menikah.”

Damar mengangguk mengerti mendengar penjelasan itu. Dia tentu tidak sepenuhnya mengerti, tapi masih bisa memaklumi apa yang pria paruh baya di depannya katakan. Setiap orang tua, tentu punya cara sendiri untuk mendidik anaknya.

“Permisi.” Saat ada jeda pada pembicaraan dua lelaki yang ada di ruang rapat, ketukan dan suara lembut terdengar. “Apa aku bisa mengganggu?”

“Hai, Audrey.” Carl menatap putrinya dengan tatapan lembut dan senyum cerah. “Apa kau sudah merindukan suamimu?”

“Dad, tolong kecilkan suaranya.” Perempuan yang disapa malah mendesis pelan.

“Sampai kapan sih kau berniat menutupi pernikahanmu?” Kali ini, Carl bertanya dengan nada sedih. “Padahal katanya kau menikah karena cinta pandangan pertama.”

Damar berdehem pelan ketika mendengar kalimat sang ayah mertua. Dia jelas tahu kalau itu adalah kalimat sindiran, tapi tidak bisa seenaknya tertawa karena Audrey pasti akan mengamuk. Alhasil, dia hanya bisa menyamarkan dengan pura-pura membersihkan tenggorokan.

“Aku bukan menyembunyikan.” Audrey tentu saja berkilah. “Lagi pula, tidak ada yang bertanya tentang ini kan? Juga rasanya tidak perlu mengumbar kehidupan pribadi ke publik.”

“Giliran berdalih saja kau bisa bicara panjang lebar.” Carl hanya bisa menggeleng melihat tingkah sang putri. “Istrimu ini memang aneh, jadi kau perhatikan dia ya.”

Damar hanya bisa mengangguk disertai senyum tipis ketika menerima tepukan pelan di punggung. Dia kemudian membiarkan ayah mertuanya pergi duluan dan Audrey yang malah masuk ke dalam ruangan rapat itu. Tentu saja pintu ruangan akan ditutup dengan rapat.

“Apa yang kalian bicarakan?” tanya Audrey tanpa basa-basi.

“Pak Carl bertanya tentang hubungan kita.” Damar menjawab dengan jujur.

“Oh, ya? Tepatnya seperti apa?”

“Sepertinya beliau sudah tahu tentang hubungan kita yang sebenarnya.” Sang asisten menjawab dengan sejujur-jujurnya dan membuat Audrey menaikkan sebelah alis.

“Pak Carl sudah tahu hubungan kita kurang lebih seperti apa,” ulang Damar. “Biar bagaimana, beliau adalah ayah BU Audrey dan sangat mengenal kepribadian Anda.”

“Tapi kau tidak mengaku kan?”

“Untuk apa saya mengaku, ketika beliau sudah tahu?” Damar membalas dalam nada tanya.

“Kalau begitu, biarkan saja. Toh kita sudah menikah sekarang dan aku akan mendapat hak waris dalam waktu dekat ini.”

Sang asisten mendesah pelan mendengar balasan sang atasan. Padahal bukan itu yang ingin Damar dengar dari perempuan yang berstatus sebagai istri kontraknya. Dia hanya ingin Audrey untuk jujur pada keluarga, setidaknya pada keluarga inti.

“Tapi saya merasa tidak nyaman harus membohongi orang tua,” ucap lelaki blasteran itu terlihat tidak nyaman. “Maksud saya, tidakkah ini berlebihan? Selain sudah mempermainkan pernikahan, kita juga sudah membohongi banyak orang.”

“Tidak ada yang dibohongi karena Daddy sudah tahu kan?” Sayang sekali, Audrey terlihat enggan untuk jujur dan membuat asistennya mendesah pelan. Sepertinya ini akan sulit.

Jujur saja, Damar agak merasa bersalah. Walau yatim piatu, tapi dia adalah anak yang dibesarkan penuh kasih. Berbohong pada orang tua, jelas akan membuatnya gusar.

“Saat ini kita belum benar-benar terikat kontak kan?” Tiba-tiba saja Damar bertanya. “Bagaimana kalau kita batalkan saja pernikahan ini?”

***To be continued***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My Assistant, My Husband   Ekstra - Satu Saja

    “Lebih cepat lagi, please.” Damar menggeram dalam suara rendah dan tertahan. “Kau pikir aku ini mesin yang bisa bergerak cepat?” jawab Audrey dengan nafas terengah. “Kakiku sudah mulai terasa pegal.” “Kalau begitu, biarkan aku mengambil alih.” Damar yang terengah pun memohon dengan sangat. “Aku mohon.” Audrey tidak menjawab, tapi dia berhenti bergerak. Kedua tangan yang tadi bertumpu pada kaki Damar, kini bergerak memeluk sang suami. Sayangnya, dia masih belum mau membiarkan lelaki itu mengambil alih kegiatan ranjang mereka dan memilih mengubah posisi saja. “Jangan bergerak.” Kali ini giliran Audrey yang menggeram, ketika merasakan sang suami menggoyangkan pinggulnya. “Aku tidak bisa menahan diri lagi, Re,” desis Damar tepat di telinga sang istri yang kini memeluknya. Dia bahkan menggigit bagian telinga itu, sebelum melanjutkan, “Tolong lepaskan ikatan di tanganku. Please.” Sungguh, Damar ingin sekali mengentak lebih keras. Dia bisa melakukan itu dalam keadaan duduk dan terikat

  • My Assistant, My Husband   Ekstra - Pamer

    “Apa kau menikmati acaranya?” Audrey bertanya pada orang di depannya, dengan senyum lebar. “Kau mengejekku?” desis Patricia tampak begitu marah. “Aku hanya bertanya, Patricia. Mengejek dan bertanya jelas adalah dua hal yang berbeda.” Dua perempuan itu pada akhirnya saling menatap. Patricia dengan tatapan kemarahan disertai dendam, sementara Audrey dengan tatapan penuh kemenangan. “Re. Kau di sini.” Baru juga Patricia ingin buka mulut untuk memaki, tapi Damar sudah mendekat. Lelaki itu tampak begitu rapi dengan menggunakan tuxedo berwarna putih dan dasi kupu-kupu hitam. Penampilannya jadi makin sempurna dengan celana hitam, sapu tangan putih dan rambut tertata. “Ada Patricia rupanya.” Demi kesopanan, Damar dengan terpaksa menyapa. “Hai.” Mau tidak mau, Patricia menyunggingkan senyum. “Aku tidak tahu kalau kau benar-benar dari Italia dan punya rumah seindah ini.” “Ini bukan rumahku, tapi

  • My Assistant, My Husband   Mengikutimu

    “Wah, jadi ini perkebunan milik Padre?” tanya Audrey, ketika mereka baru saja memasuki kawasan penuh tanaman anggur. “Ya, kebetulan saja ini sudah dekat masa panen.” Domi yang menjawab dengan riang. “Kau bisa memetik beberapa kalau mau, sebelum semuanya dijadikan wine.” “Oh, sungguh?” Audrey tampak cukup tertarik. “Tapi apakah aku boleh mendapatkan keduanya? Anggur dan wine?” “Apa pun yang kau inginkan.” Kali ini, Damar yang menjawab. “Aku bertanya pada Padre,” balas Audrey dengan sebelah alis yang terangkat. “Ini semua akan jadi milikmu, jadi tentu kau boleh meminta apa saja.” Damar tersenyum lebar, sembari menatap sang istri. Hal yang membuat ayahnya berdecak. “Rasanya kau lebih parah, dari lelaki mana pun yang kukenal di dunia ini.” Mau tidak mau, Domi mengeluh juga. “Kalau tidak ingin dilihat, Padre tidak perlu melihat.” Audrey membalas dengan sangat kurang ajar. Mendengar itu, Domi hanya bisa mendengus saja. Dia juga tidak mungkin marah, karena biar bagaima

  • My Assistant, My Husband   Dunia Terbalik

    “Apa aku tidak salah lihat?” tanya seseorang pada Happy. “Bu Audrey dan Pak Damar bergandengan tangan?” “Sama sekali tidak,” jawab Happy dengan embusan napas pelan. “Yang kau lihat itu adalah kenyataan.” “Serius?” tanya rekan kerja Happy yang tadi. “Jadi gosip yang bilang kalau Bu Audrey mengincar Damar itu benar?” “Tidak, Sayang.” Happy menatap temannya dengan tatapan kasihan. “Sejak awal Pak Damar itu off limit. Sejak awal dia sudah sold out, alias taken.” Setelah mengatakan hal itu, Happy memilih untuk melangkah terlebih dulu dan meninggalkan temannya yang tampak sangat terkejut. Biar bagaimana, atasannya sudah datang. Dia tidak bisa lagi bersantai-santai dengan alasan habis dari membeli kopi. “Sekarang aku punya dua atasan,” gumam Happy sepelan mungkin. “Untung Pak Damar baik, tapi jelas aku harus hati-hati padanya. Kalau tidak, Bu Audrey yang akan memecatku.” *** “Perasaanku saja, atau sejak ta

  • My Assistant, My Husband   Yang Penting

    “Untuk apa kau membawa buket bunga?” tanya Domi, ketika melihat sang menantu berdiri di depan pintu rumah, yang baru saja dia buka. “Aku tentu saja akan memberikan ini untuk ....” “Damar?” Fiana muncul di sebelah sang suami dengan sebelah alis terangkat. “Kau ingin memberikan bunga untuk Damar? Bukankah seharusnya terbalik?” “Tentu saja bukan untuk Damar,” jawab Audrey dengan senyum lebar. “Aku membawakan ini untuk Madre dan membawakan hadiah lain untuk Damar.” Kedua alis Fiana terangkat mendengar jawaban yang mengejutkan, tapi tetap menerima buket bunga yang dibawakan oleh menantunya. Hadiah yang sangat tidak biasa dari menantu perempuannya, sampai Audrey lupa untuk dipersilakan masuk. Untung saja Audrey yang sedikit tidak tahu malu itu, meminta izin untuk duduk di ruang tamu. Katanya, masih ada hadiah yang mau diberikan. “Cokelat untuk Madre.” Audrey mengeluarkan sekotak cokelat yang terlihat mahal. “Apa ayah mertuamu ini tidak mendapatkan apa-apa?” tanya Domi pu

  • My Assistant, My Husband   Jujur

    “Ini benar-benar tidak masuk akal,” desis Audrey benar-benar kesal, dengan ponsel yang menempel di telinga. “Bagaimana mungkin mereka mengurung, bahkan menempatkan bodyguard di depan pintu dan di bawah jendela.” Mendengar protes dari sang istri, Damar hanya bisa tertawa pelan. Memang ini sangat tidak masuk akal, tapi kalau Audrey jadi memperhatikan dirinya seperti ini, rasanya Damar tidak akan masalah. “Mau apa lagi?” tanya damar denan senyum yang terkulum. “Walau aku sering olahraga, tapi aku tidak mungkin melawan orang-orang berbadan besar itu kan? Apalagi mereka lebih dari satu orang.” “Tapi kau kan bukan anak gadis perawan yang harus dijaga dengan bak,” hardik Audrey terlihat begitu kesal. “Aku juga bukan serigala yang akan memangsamu.” Tentu saja Damar akan tertawa mendengar hal itu. Dia merasa perumpamaan yang diucapkan oleh Audrey sangat lucu. “Bu, tolong jangan pacaran di depan saya.” Jangankan Damar, Happy saja merasa risih dan langsung menegur ketika sang atas

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status