Bumi bergegas kembali ke kantornya setelah menemui Sakha, dia merasa lega setidaknya lepas dari sesuatu yang hampir menjeratnya ke dalam kesalahan yaitu menyakiti hati Rey. Bumi memang masih ingin membalaskan dendamnya dan membuktikan kecurigaannya ke Wida, tapi kali ini dia memutuskan untuk tidak m
"Sayang, biar Mama saja yang jaga Rey. Kamu pulang, ya? Kamu kelihatan sangat lelah," ucap Prita sembari menyentuh tangan Bumi. Keduanya sedang duduk bersisian di sofa. Namun, Bumi menggeleng. Dia balas menggenggam tangan Prita, lantas mengukir sedikit senyuman. "Aku tidak bisa meninggalkan Rey, Ma
"Hmm ... itu Nona. Sebenarnya Nyonya ...." Bumi tak bisa menunggu lebih lama, dadanya sudah keburu bergemuruh. Emosinya bisa meledak dan pasti akan beracun. Satu-satunya orang yang ingin dia sembur dengan racun mulut berbisa itu tentu saja Wida. Gegas Bumi menuju kamar wanita itu. Bamb! Pintu ke
"Apa-apaan ini?" hardik seseorang yang tak lain adalah Rey. Matanya melotot dengan deru napas yang memburu. Dia menarik kerah baju Sakha dan menyudutkan pria itu ke dinding. "Apa yang kalian lakukan?" cecarnya lagi dengan nada tinggi. "Kamu yang apa-apaan?" balas Sakha tak kalah sengit, ditepisnya
Bumi [Aku mau kita bercerai!] Rey [Kenapa pria itu harus Shaka?] Bumi [Aku menyukainya sejak lama, aku ingin membuat Yota menderita, kamu seharusnya tahu sejak awal Rey, kalau aku memang hanya ingin memanfaatkanmu.] Rey [Bagaimana bisa kamu sekejam ini padaku?] Bumi [Kita bicarakan ini di rumah
Bumi langsung membuka mata. Dia terbelalak saat melihat Rey sadar. Tak hanya sadar, Suaminya itu mengangsurkan tangan dan membelai pipinya. Namun, aneh, belaian itu tiba-tiba terasa perih dan membuat Bumi meringis. "Aw ... sakit, Rey!" "Dasar Tante mesum! Apa yang kamu lakukan? Kenapa bisa tidur
"Ah ... akhirnya aku bisa kembali ke rumah," gumam Rey sembari tersenyum, matanya sampai menyipit karena senang. Di rumah sakit benar-benar tidak menyenangkan. Meskipun masih menggunakan alat bantu berjalan Rey begitu senang bahkan langsung masuk ke kamar yang sudah disiapkan Miminya di lantai baw
“Den Rey ...." Panggilan dari balik pintu membuat Rey yang sedang asyik bermain ponsel mendnegkus kesal. Dia letakkan benda pipih itu dan berucap malas, "Siapa?" "Ini saya, Den, Markonah." Rey menghela napas panjang, mengambil kruk miliknya dan berjalan menuju pintu. "Kenapa, Bik?" tanyanya denga