Setelah melihat alamat yang dikirimkan oleh Daniel, Raka segera memberikan helmku dan aku segera naik ke motornya. Dia memacu motornya dengan sangat cepat, meliak-meliuk membelah kota Jakarta. Aku memeluknya dengan erat karena agak takut jatuh, namun muncul perasaan lain juga sehingga pada saatnya kami sudah sampai aku dengan enggan harus melepaskan pelukanku.
"Wah, baru kali ini ni gue dipeluk sekencang itu?" ucap Raka menepis rambutku yang berantakan karena ketarik helm, jantungku berdebar kencang, aku menatapnya malu-malu.
"Lagian lo ngebut kek orang gila siy, gue pan takut!" Aku mendengus berusaha mengendalikan perasaanku, bagaimana ini, aku berdebar merasakan sentuhan orang lain sedangkan aku mau memilih gaun pengantin untuk menikah dengan yang lain, astaga, aku wanita nggak bener, keluhku dalam
"Maaf Pak, meeting in one hour," Aku mendengus kesal, aku masih ingin merasakan kelembutan bibirnya, aku tersenyum menahan gairahku."Soon, kita tidak akan terganggu dengan siapapun," ucapku dan langsung menuju kamar mandi.Aku memaki diriku sendiri saat air mengalir membasahi diriku."Sh*t, airnya dingin!" Aku menatap pancuran, lalu menghela napas dan segera menyelesaikan mandiku dengan tersiksa. Aku mengambil tas berisi bajuku yang disiapkan Daniel, tapi aku tidak mungkin memakai celana dan bajuku disini, semua pasti akan basah. Dengan kesal aku kembali ke kamar Anna hanya mengenakan handuk, untung mamanya Anna sedang di kamarnya.
"Ternyata kamu juga akan meninggalkanku," ucapku, rasa takut itu membuatku melakukan hal gila, aku segera memeluk kakinya, satu-satunya yang dapat aku raih dari tubuhnya, aku tidak mengerti mengapa aku melakukan hal serendah itu, dia separuh menyeret tubuhku yang menempel pada kakinya, seketika aku begitu ketakutan dia akan meninggalkanku."Jangan… jangan pergi." Aku terisak sambil memeluk kakinya erat-erat, jangan tinggalkan aku, maafkan aku."Kita…, aku akan tetap menikah denganmu, … pilihlah baju yang kau mau, sekarang lepaskan aku," ucapnya dingin, dia menyentakkan kakinya, sehingga pelukanku terlepas dan aku terdorong menjauhinya. Aku tak tahu kapan aku mulai menangis, tapi air mataku tidak mau berhenti mengalir saat dia membanting pintu. Bodohnya aku, dia jelas marah, aku pantas diperlakukan seperti i
Bab 50 Pengakuan"Aku suka yang ini?" Dia menunjuk gaun pengantin yang cantik, bagian atasnya juga terbuka seperti yang dia pakai sekarang, namun ditutupi dengan kain brokat, sehingga jauh lebih elegan. Bagian roknya tidak terlalu mengembang tapi jatuh panjang ke belakang. Aku mendekati gaun itu dan memperhatikan dengan seksama. Aku dapat membayangkan wanita yang memandangku dengan wajah bodoh ini, memakainya di pernikahan kami, pasti dia akan tampak luar biasa cantik."Pakai," Aku menunjuk gaun itu dengan jariku. Dengan susah payah dia mencoba melepas gaun itu dari manekin, dasar bodoh kalau dia terus memaksa seperti itu gaun itu akan robek. Aku segera berjalan keluar untuk memanggil pegawai butik
Oh rasanya nyaman sekali berada dalam pelukannya, apakah kini dia benar-benar memelukku? Bukan hanya untuk sesaat tapi langsung membuangku lagi kan? Apakah dia benar-benar memelukku untuk selamanya?"Maafkan aku, sungguh." ucapku memeluknya lebih erat lagi. Tiba-tiba dia mendorongku, aku menengadah untuk melihat matanya, rasa takut tadi muncul lagi, aku begitu takut kehilangannya. Ethan masih dengan wajah kaku mengusap air mata di pipiku dengan lembut."Apakah kamu sungguh tidak ada apa-apa dengan dia?" tanyanya. Seketika jantungku berdebar semakin kencang sehingga sakit rasanya."Aku hanya minta bantuannya untuk memilih gaun, aku bingung dari
Dia masih sibuk memandangi cincinnya di mobil, lalu menyandarkan kepalanya di bahuku. Aku tahu sebentar lagi dia akan masuk ke dalam pelukanku dan tertidur. Oh Anna aku sangat mengenalmu, kekasihku ini sungguh polos dan terlalu naif. Kira-kira apa yang dia pikirkan ketika tahu mantan kekasihnya sudah aku singkirkan ke balikpapan? Dia tak perlu tahu, aku akan menjaganya agar dia tidak perlu tahu.Tubuhnya yang hangat begitu harum di pelukanku, mengapa aku begitu mencintainya, aku tidak tahu, kini aku begitu takut kehilangannya. Anna yang tertidur pulas di dadaku, mengigau sedikit, kata maaf terucap di bibirnya yang memerah. Astaga, apa yang aku lakukan tadi? Apakah aku begitu menyakitinya tadi?Saat kami sampai ke rumahku,
Aku kembali terbangun di rumahnya, di kamarnya dan di dalam pelukannya yang hangat, salahkah aku kalau aku malah bersyukur? Aku tahu seharusnya aku pulang ke rumah kemarin, namun aku tak lagi peduli dengan kata-kata orang, toh dia akan menjadi suamiku.Yap, Ethan Samuel akan menjadi suamiku! Aku memandang calon suamiku itu yang masih tertidur, keningnya yang biasa berkerut kini lurus licin, kulitnya luar biasa mulus, dan pucat, Ethan harus lebih banyak menjemur baju bersamaku, sehingga kulitnya tak pucat ini, aku mendengus geli sendiri akan pemikiranku.Ah nyamannya seperti ini, aku meletakkan kepalaku di dadanya yang bidang. Sebenarnya aku ingin menyelipkan jariku ke dalam kaosnya, merasakan dadanya yang hangat dalam jemariku, tapi
Hari ini hari pernikahanku, hari yang dulu tak pernah aku ambil pusing, karena namanya sudah dicatat di kepalaku sejak aku kecil. Anna Federica, keturunan dari Anya Maria cinta sejati opaku, namun kini aku gugup sekali, karena aku tidak lagi menikahi sebuah nama, aku menikahi wanita yang aku cintai.Tetapi sejak hari itu dia marah padaku, berbicara seperlunya karena aku tidak memperbolehkan dia pulang ke rumahnya, atau ke kantor. Aku takut kehilangannya, bodohnya aku, karena benar-benar sudah jatuh cinta padanya, pria itu belum pergi juga walau sudah dipindah, bagaimana jika dia tiba-tiba datang dan membawa Anna pergi?Walau kami tidur tetap bersama, aku tak lagi menyentuhnya, dia menjadi dingin seperti es. Bahkan hari ini ketika di
Aku telah resmi menikah. Pernikahannya sungguh indah, gaunku sangat cantik, tamu-tamu yang datang sungguh bahagia, aku pun bisa dikatakan bahagia? Aku akhirnya menikah dengan orang yang aku cintai? Atau… yang aku pikir aku cintai?Setelah mengurungku secara paksa dalam tiga hari, aku tidak tahu apakah aku mencintainya atau tidak, atau memang tubuhku yang bodoh ini yang hanya selalu merespon sentuhannya, tapi hatiku sendiri aku tak mengerti.Yang aku tahu saat kami mengucapkan janji dan saat dia memasukkan cincin ke jemariku, aku bersungguh-sungguh, aku benar-benar akan setia dan hanya cinta kepadanya, namun kini saat semua selesai dan kami hanya berdua di kamar, aku kembali membencinya, membenci suami karena dia sudah menahanku dengan segala kemewahan yang dia bisa berikan, tapi aku tahu statusk