Share

Salah Ukuran

Aku bermimpi indah sekali. Aku menjadi putri salju yang sedang bermain-main dengan binatang-binatang di hutan, lalu datang seorang nenek sihir memberikan aku gelas plastik bekas. Dia menyuruhku untuk membuangnya ke tong sampah, tapi anehnya saat aku memegang gelas plastik bekasnya, aku langsung jatuh ke lantai tak sadarkan diri. Untunglah ada pangeran yang langsung menangkapku, dan meletakkanku di atas tumpukan jerami kering, dia tersenyum lalu menciumku.

Aku terbangun dengan puas, ah mimpiku indah sekali, lalu menyadari aku tidak ada di kamarku, tetapi kamar ini terasa familiar, ah tidak! apa aku ada di kamarnya lagi? aku segera memeriksa baju dan celanaku, syukurlah masih lengkap, walau bagian selangkanganku agak sakit karena tidur mengenakan celana jeans.

Aku segera keluar, wangi makanan segera menyentil hidungku, sontak aku menjadi lapar. Dia berdiri di depan kompor, memasak. Tubuhnya yang tinggi tampak kokoh, membuatku menikmati pemandangan itu sebentar sebelum dia menyadarinya.

"Kamu ... kenapa kamu membawa aku ke rumahmu lagi!" seruku memberitahukan kedatanganku. Ethan memutar tubuhnya yang sempurna itu, dan menatapku tanpa berkata apa-apa, situasi jadi canggung.

"Kamu ga macam-macam kan?" tanyaku lagi lagi dengan nada menuduh.

"Siapa yang mau macam-macam dengan perempuan yang ngiler di bantal!" jawabnya ketus terpancing ucapanku. Hah, ngiler? tanpa sadar aku langsung membersihkan mulutku dengan lengan baju.

"Ish, ga ada apa-apa!" seruku sebal sadar telah dibohongi.

"Kenapa aku disini lagi, tasku dimana?" tanyaku  mengulang pertanyaanku, aku berjalan mendekatinya.

"Aku sudah berulang kali membangunkanmu, ternyata Pesanggrahan Indah ada banyak, aku tidak tahu alamatmu." jawabnya lalu meletakkan piring di meja. Wah dia baik sekali mau memasakkan makanan untukku, aku langsung mengambil pisau di sebelahku dan mengoleskan mentega dan memasukan roti hangat itu ke mulutku, nikmatnya.

"Pesanggrahan Indah Raya," ucapku sambil menggigit lagi roti berlapis mentega itu.

"Itu makananku," ucapnya marah, Oh tidak, aku pikir dia membuatnya untukku, jangan menghayal Anna, mana mungkin dia mau memasak untukmu, pikirku bersalah, ingin rasanya memuntahkan roti yang sudah kumakan.

"Oh, aku pikir ini untukku soalnya kamu taruh di meja." jawabku berlagak santai membela diri lalu mengambil garpu untuk mulai makan.

"Aku... akan buat baru." balasnya kembali memecahkan telur, hihihi siapa suruh taruh di meja, aku nggak salah dong, pikirku sambil melihat sekelilingku. Rumahnya rapi dan bersih.

"Aku tak pernah membayangkan orang seperti kamu memasak," ucapku menikmati sarapanku dan juga pemandangan di hadapanku. Rambutnya yang agak panjang masih basah sedikit, dia mengenakan kaus putih polos tipis yang memperlihatkan otot tubuhnya samar-samar.

"Aku tidak suka banyak orang masuk ke rumahku," jawabnya, mematikan kompor lalu duduk di hadapanku, aku langsung mengalihkan pandanganku dari tubuhnya.

"Jadi kamu yang bersihkan sendiri?" tanyaku, tanpa sadar mengangkat sebelah kakiku naik ke atas bangku, aku menyadari dia langsung menghela napas melihat perbuatanku

"Kenapa? nggak boleh angkat kaki? Makan nggak seru kalau kaki nggak naik satu, coba deh!" ucapku, memperlihatkan betapa nyamannya makan jika kaki naik satu ke bangku, tapi dia hanya mendengus dan melanjutkan makannya.

Dia makan dengan santun sekali, lengkap dengan pisau, garpu dan serbet di sampingnya, berbanding terbalik denganku yang makan dengan tangan dan menggunakan garpu hanya untuk menyendok telur. Cih, gaya makan orang kaya memang berbeda sekali, pikirku dalam hati. Tiba-tiba dia memperhatikanku dengan seksama sehingga aku merasa jengah.

"Kamu ga mungkin pakai baju itu ke pemakaman Opa," ujarnya tiba-tiba, aku langsung memperhatikan bajuku, memangnya kenapa, apa aku bau ya? pikirku ingin mencium bau badanku tapi malu karena Ethan masih memperhatikanku.

"Yah sudah antar aku pulang, nanti aku pinjam baju Mama, mudah-mudahan Mama punya baju  hitam lain, ini juga punya mama." jawabku kesal sambil menyendok telur dengan garpu.

"Kenapa kamu memakai baju mamamu? kemarin, yang robek itu juga punya mamamu?" tanyanya tiba-tiba, aku jadi ingat dia melihat bajuku yang robek, seketika aku merasa marah.

"Iya, dan kamu merobeknya, pokoknya kamu harus ganti rugi." seruku kesal meletakkan garpuku. Dia segera mengambil handphonenya dan menelpon seseorang.

"Daniel, kirim beberapa gaun hitam buat Anna, ukuran kamu pikir lah ukuran anak-anak mungkin cukup." perintahnya sambil menatapku sinis. Aku memandangnya tidak percaya, dia menyuruh orang untuk mengirimkan baju untukku? ukuran anak-anak, siapa yang anak-anak? dengusku kesal.

"Ukuran sepatumu berapa?" tanya Ethan tiba-tiba.

"Ga usah, aku pulang saja ganti baju," Aku menggeleng menolak menerima pemberiannya, nanti dia bisa ngomong macam-macam.

"Daniel menunggu," desak Ethan menunggu jawabanku.

"Biar saja menunggu," jawabku kesal, tiba-tiba dia menunduk dan memperhatikan kakiku di bawah kolong meja.

"Dari ukuran paling kecil sampai 3 keatas, warna hitam." lanjutnya lalu mematikan telepon.

"Apa-apaan itu tadi?" tanyaku marah.

"Ukuran sepatumu, pasti paling kecil sama seperti badanmu yang seperti anak kecil, rata." tukasnya memandang ke arah dadaku, ish... dia lama-lama semakin menyebalkan, apakah dia tadi serius memperhatikan ukuran dadaku, dasar mesum!

"Ga boleh lihat-lihat, walau rata!" hardikku malu, memiringkan badanku.

"Daripada tutupi dada rata, mandi sana sebentar lagi kita berangkat! serunya lalu berdiri mengangkat piring kami tadi. Aku masih belum mau menyerah.

"Aku mau pulang!" protesku tidak mau kalah.

"Rumahmu jauh, nanti kita telat," jelasnya masuk akal, sambil mencuci piring.

"Ada kamar mandi di kamarku," lanjutnya lagi.

Aku menatap bagian belakang tubuh Ethan, lalu menghela napas, sepertinya penjelasannya masuk akal, kita tidak boleh terlambat ke pemakaman Opa. Aku langsung masuk kembali ke kamarnya dan masuk ke kamar mandinya yang mewah.

Aku menggantung bajuku di pegangan pintu pancuran air, dengan maksud akan mengenakannya lagi, baju hitam itu sudah aku periksa, ternyata tidak terlalu bau, masih layak untuk digunakan.

Air hangat mulai menyiram tubuhku dengan derasnya, memang nikmat mandi di kamar mandi orang kaya, pikirku menikmati pancuran deras air hangat di tubuhku.

Sayangnya aku terlambat menyadari kalau pintu box pancuran air tidak tertutup benar sehingga bajuku jatuh dan basah terkena air. Aish kenapa sampai jatuh begini, kalau begini aku terpaksa mengenakan baju yang dikirim Daniel nanti, dasar ceroboh! pikirku dalam hati mengutuk diri sendiri.

Aku mengambil handuk dan segera mengeringkan tubuh dan rambutku. Ethan dimana ya? Aku segera membungkus tubuhku dengan handuk putih lembut yang aku temukan di rak kamar mandi. Aku berjingkat keluar kamar mandi menuju kamarnya, dengan takut-takut, jangan sampai aku bertemu dengannya, melirik ke kanan dan ke kiri sebelum mengambil asal ke salah satu stel baju di atas kasur, lalu kembali ke kamar mandi. 

Wah Daniel memang dapat diandalkan, dia bahkan membelikan aku baju dalam baru, tapi kalau begitu dia bisa menilai ukuranku dengan benar, pikirku sambil meraba dadaku, ish dasar laki-laki!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status