Share

Bab 3

Setelah kejadian tersebut gadis itu terus mengendarai mobilnya dengan sedikit cepat, bisa saja kini ada seseorang tengah mengikutinya dari belakang.

"C'mon Clo... kau tidak bersalah... jangan takut," ucapnya sendiri di dalam mobil.

Drt.. drt... drt.. suara ponsel Cloris yang bergetar.

"Hallo Lindsey," 

"Clo apa kau tahu? kau sedang bermain-main dengan siapa sekarang," balas Lindsey dengan nada panik.

"Linds aku tidak seratus persen bersalah," 

"Aku tidak mengerti apa masalah kalian, tapi mengertilah Clo dia takkan membiarkamu lari begitu saja,"

"Akan aku hubungi lagi nanti Linds, sungguh pikiranku tidak bisa jernih," 

"Baiklah Clo,"Lindsey pun mematikan pembicaraan nya dengan teman nya.

Cloris tiba di rumahnya, ketika membuka pintu sejenak matanya bertatapan dengan kakak tirinya Malio.

Tapi ia tak memperdulikannya, karena saat ini dia hanya ingin bertemu papanya.

"Papa," teriak Cloris pada papanya yang terbaring lemah di atas kasur.

Papanya hanya tersenyum tipis melihat putrinya memeluknya.

"Paa.. apakah papa sudah menandatangani surat rumah ini, Cloris mohon jangan berikan rumah itu pada nenek sihir Melva," 

"Harta tidaklah penting putriku, anggaplah dia seperti Mama mu sendiri," tanganya selalu mengelus rambut Cloris.

"Jadi...? Papa sudah menandatangani nya?" Sungguh tak habis pikir, rayuan maut apa yang telah di gunakan Melva hingga papanya begitu bodoh memberi alih rumah ini, walau tidak besar seperti istana tapi kan tetap saja rumah adalah rumah.

"Iyah... papa sudah.. uhuk..uhuk..uhuk," papanya terbatuk-batuk seperti kesusahan bernafas.

"Pa.. papaa," tangannya terus memijat lehernya.

Melihat rasa sakit pada papanya, Cloris berlari kecil menemui Malio "Malio tolonglah papa, kita harus membawa papa ke rumah sakit," 

Malio tidak menjawab itu semua, serasa ada yang bicara namun tak ada sosok nya.

"Malio," teriak Cloris.

Malio menoleh sejenak, wajahnya sungguh tanpa ekspresi, "ada apa?"

"Bantu aku mengendong papa ke rumah sakit," Ucap Cloris mengoyang tangan Malio.

Malio melepaskan genggamannya, "Kau meminta bantuan atau meminta tolong,"

"Meminta tolong, kumohon," 

Kakak tirinya pun meraih dagunya ke atas, "aku tidak mau," ujarnya dengan enteng.

"Malio kau keterlaluan, kau hanya baik saat di hadapan papa, tapi kau sungguh tidak punya hati," 

Melva pun datang dengan memboyong 1 koper besar, di lemparkan nya pada hadapan Cloris, "ayok Cloris, punguti semua pakaianmu dan pergilah dari sini, karena sekarang rumah ini sudah menjadi hak alihku," ucap Melva menepuk tangannya sendiri.

Cloris menatap koper hitamnya yang belum tertutup penuh, "kau tidak bisa mengusirku Melva, ini rumahku,"

"Papa mu yang sakit itu sudah menandatangani surat rumah ini, jadi pergilah... ayok cepat," teriak Melva.

"Tidak akan.. ini rumahku..."Cloris pun berlari ingin bertemu papanya, namun tangan Malio menahannya dan menariknya keluar dari pintu.

"Hai... lepaskan aku... aku ingin bertemu papaku," 

Dup

Tubuhnya terbentur lantai bawah karena Malio mendorong nya, disusul dengan Melva melempar koper hitamnya di sampingnya, "apa yang aku katakan Cloris, kau pasti keluar dari rumah ini,"

Cloris pun mengambil kopernya dan di benturkan pada kepala Melva, "tidak tahu di Untung, dasar wanita gila," 

"Berani nya kau memukul ibuku," Malio yang mencekik lehernya membuat tubuh gadis itu sedikit mundur.

"Lihat saja... aku pasti membalas semua yang kalian lakukan... suatu saat nanti.." ucapnya penuh perjuangan karena lehernya tercekik.

"Iyah... suatu saat nanti... dan sekarang nikmatilah masa-masa menjadi pengemis mu," Malio melepas cekikan itu.

Cloris memegangi lehernya sendiri dan menarik nafas sebanyak mungkin karena kehabisan nafas, "ingat .. aku tidak akan diam..." 

Ia mengambil kopernya dan pergi dari rumahnya, pasti setelah ini Melva mengarang cerita tentang nya, tapi tak apa... nanti ia akan membalas nya, entah dengan cara apa.

Cloris melewati jalan trotoar dengan koper beroda nya, bodohnya mengapa ia tak mengambil kunci mobil, bagaimana ia bisa mengambil kunci mobil jika kuncinya berada di kamar papanya, dan ia tak bisa menemui papanya sendiri.

"Ahhh.... sial.... dunia ini tidak adil," racaunya dengan menendang batu di kakinya.

~

"Aku ingin bertemu gadis itu, saat ini juga," ucap Piero berbicara pada kedua rekannya.

"Baiklah aku akan menelpon Lindsey," Jerry menghubungi Lindsey dan Lindsey pun berkata bahwa saat ini ia tidak mengetahui dimana temannya.

"Kita ke apartemen Lindsey sekarang juga," 

Piero bergegas dengan cepat menuju apartemen Lindsey, diikuti Jerry dan Derry di belakang.

"Baiklah jika kau tidak tahu dimana temanmu, sekarang telponlah, saat ini juga juga," Piero mengintrogasi Lindsey dengan tatapan serius.

Lindsey hanya menuruti perintah bos nya, mengambil ponselnya dan menelpon Cloris.

"Hallo Cloris," 

"Oh... Lindsey... bisakah aku tidur di apartemen mu... sungguh sekarang aku banyak masalah, " jawab Cloris dari telepon.

Piero pun mengambil bulpoin dan menuliskan pada secarik kertas dengan tulisan, "tanyakan dimana dia sekarang," itu adalah perintah nya yang di tulis dalam kertas.

"Di-ma-na se-ka-ra-ng di-ri-mu Clo?" Lindsey berbicara patah-patah berharap temanya mengerti suasana nya darurat, tapi ini sangat mustahil.

"Hai... kenapa kau jadi gagap Linds?" Cloris pun tak paham betul maksud Lindsey.

"Oh aku sedang berada di halte yang dekat dengan sekolahan," 

Tet

Piero merampas ponsel Lindsey dan mematikan nya begitu saja.

"Kita ke halte sekarang," Piero bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Lindsey yang penuh rasa khawatir.

Seperti biasanya Jerry yang menyetir, Derry berada di samping dan Piero yang duduk di belakang.

"Bisakah kau cepatkan sedikit!" perintah Piero.

"Baiklah," Jerry menambah kecepatan mobilnya sedikit cepat.

Dan beberapa menit kemudian.. mata Piero bisa melihat sosok gadis yang duduk dengan membawa koper di sebelahnya, dengan posisi duduk yang sangat tidak nyaman.

"Kau lihat itu jer... " Jerry hanya mengangguk pelan.

"Tunggulah disini... aku ingin membawa gadis itu dengan tanganku sendiri," Piero turun dari mobil dan berjalan mendekati Cloris.

Cloris tak menyadari bahwa kini ada lelaki yang semakin mendekati nya, karena rasa kantuk yang menyerang matanya.

"Hai.... bagaimana kondisi anakku?" sapa Piero dengan santai.

Cloris membuka lebar matanya dan tubuhnya hampir jatuh karena syok "hah... apaa.. anakk?" 

"Kau lupa padaku? Ayok... cobalah ingat siapa aku," ucap Piero tersenyum dan membelai rambutnya.

"Lepas," tanganya menepis tangan Piero yang sudah lancang menyentuh rambutnya.

"Oh... oh... kenapa kau ini, aku hanya ingin kita bermain-main," 

Cloris mengambil kopernya dan berlari merasa ini sangatlah buruk, sepertinya bukan merasa karena memang ini sangat buruk.

Piero berlari dan menghadangnya, tanganya memeluk pinggul gadis itu di tempelkan erat pada tubuhnya, "jangan lari... karena aku takkan membiarkan mu kabur kali ini," 

"Lepaskan aku... baiklah kita bisa selesaikan ini baik-baik, oh... maafkan aku tentang kejadi saat itu," 

Lelaki itu meraih dagunya dan sedikit menekan nya, "baiklah kita selesaikan baik-baik, aku suka tawaranmu," 

"Jadilah budak sex ku...." imbuhnya.

Cloris meludahi wajah Piero dengan spontan, "jaga ucapanmu, aku tidak serendah itu,"

Piero tersenyum menerima keberanian gadis cantik di depannya ini, sungguh ini sangat langka, "tapi sekarang kau tidak akan menjadi budak sex ku... kau akan memuaskan nafsu ku setiap hari," 

"Kau kira aku pelacurmu? Aku tak sudi tidur dengan lelaki semacam dirimu," ucapnya menantang dan menghina.

"Ya... kau pelacurku sekarang... apa kau lupa bahwa kau mengandung anakku sekarang," Piero tersenyum licik.

Piero mengangkat tubuh gadis itu dan memasukkan nya di dalam mobil, tak perduli koper miliknya karena ia hanya butuh gadis itu, bukan kopernya.

"Tolong... tol-" 

"Emmpphhh," Piero mencium bibirnya, mengigit bibir bawahnya penuh nafsu.

"Aahhmmpp," Cloris memukul pundak lelaki itu dengan tangannya.

Jerry dan Derry berusaha tak melihat kebelakang, biarkan saja bos nya itu bergila dengan wanitanya.

"Kau akan membayar semua ini dengan tubuhmu kau mengerti?" Teriak Piero setelah ciuman nya dan saat itu juga bibir gadis itu mengeluarkan darah di bawah bibirnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status