"Evelyn? "
Malvin maju satu langkah dan melepas tangannya di pinggul Dena. Malvin meraih tangan Evelyn dan reflek Evelyn pun mundur satu langkah. Dengan cepat ia mengontrol emosi dan ekspresinya. Ia mengerutkan kedua alisnya.
"Maaf? " katanya dengan menarik tangannya kembali.
"Ve, aku sudah mencarimu kemana-mana tapi aku tidak menemukanmu." Malvin berdiri di depan Evelyn. Dena yang kesal hanya diam.
"Maaf anda salah orang." Evelyn kembali mundur. Ia menunjukkan ekspresi bingung seolah Malvin memang salah orang.
"Aku tidak mungkin salah. Kau benar-benar Evelyn, seseorang yang aku cari ... mana mungkin aku melupakanmu."
Tepat saat itu, Alex datang mendekat. Ia juga meraih pinggul Evelyn dan berkata, "Aku mencarimu sejak tadi, apa ada sesuatu yang terjadi? Apa kau baik-baik saja? "
Evelyn mengangguk, "Aku baik-baik saja."
Alex merebahkan tubuh Evelyn di kamarnya. Kemudian ia pergi ke dapur, menuangkan air hangat pada gelas dan segera kembali ke kamar Evelyn untuk di berikan padanya. Alex membantunya duduk untuk meminumkan airnya."Tidurlah, aku akan menjagamu di luar."Evelyn menggeleng, "Tidak, terima kasih Alex, sebaiknya kau pulang. Aku sudah lebih baik sekarang."Alex menatapnya dengan diam. Tatapan Alex membuat Evelyn merasa bersalah karena telah menolak kebaikannya."Aku tidak berniat akan berbuat jahat padamu. Kau tiba-tiba sakit, dan kau tidak memiliki siapapun untuk membantumu. Kenapa kau masih bersikeras menolak kebaikanku?""Maafkan aku," pada akhirnya hanya itu yang Evelyn katakan."Aku akan tetap disini menemanimu, jika nanti malam kau membutuhkan sesuatu, kau bisa memanggilku."Alex keluar dari dalam kamar Evelyn tanpa menunggu jawabannya. Ia pul
"Alex? Apa kau sudah lama berdiri di sana?"Alex berjalan mendekat dan duduk di kursi, di depan Evelyn yang terhalang meja."Belum cukup lama untuk mendengar semua ceritamu."Evelyn mengembuskan napasnya dan menunduk."Jadi, kamu tidak jujur ketika aku bertanya saat itu?""Maafkan aku."Kini, Alex mengembuskan napasnya. "Aku tidak akan memaksa jika kau tidak ingin menceritakannya padaku.""Aku tidak–""Tidak apa-apa, jangan memaksakan dirimu." Alex memotong kata-kata Evelyn.Evelyn menyodorkan kopi susu untuk Alex yang tadi dibuatnya."Sebenarnya, aku datang ke tempat ini untuk menghindari mereka berdua."Alex mengernyitkan kedua alisnya.Evelyn menarik napas sebelum melanjutkan ceritanya."Malvin adalah kekasihku, tapi Dena adalah tunangannya."Alex mengangguk paham."Aku mengerti. Sepertinya ada kisah cinta yang rumit di sini."
Evelyn menggapai sebuah kotak biru dan meletakkannya di bawah. Kemudian ia duduk bersila, perlahan ketika Evelyn membuka kotak biru tersebut, sebuah foto dengan bingkai berwarna coklat terlihat.Foto kenangan bersama Malvin yang dulu selalu berada di nakas sebelah tempat tidurnya. Kini hanya tersimpan rapi di dalam sebuah kotak.Evelyn memandang foto tersebut cukup lama, meraba gambar Malvin yang tercetak di sana dan memory tentang kejadian seolah terulang di otaknya.Evelyn meraih sebuah kotak kecil berwarna merah, membawa serta bersama foto mereka dan duduk di tempat tidur.Ia membaringkan tubuh dengan memeluk kedua barang tersebut tanpa membuka kotak merahnya. Tanpa sadar, Evelyn akhirnya tertidur.Keesokan hari Evelyn bangun ketika mendengar seseorang mengetuk pintu rumahnya. Ia bangkit dan segera membuka pintunya."Alex.""Selamat siang, Evelyn. Kamu baru bangun?""Jam berapa sekarang? Maaf, semalam aku tidak bisa tidur."
"Hamil?" Terdengar suara seseorang yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.Sontak Alex dan Evelyn melihat ke asal suara. Ia sangat terkejut karena Malvin sudah berdiri di sana."Malvin?" Hanya kata itu yang keluar dari mulut Evelyn karena terlalu terkejut melihat Malvin tiba-tiba berada di sana. Suatu kebetulan yang tidak pernah terpikir olehnya.Malvin berjalan mendekat dengan angkuhnya."Kau hamil? Dengan siapa? Pria Brengsek ini? Dasar Bajingan!" Malvin menghantam wajah Alex dengan keras.Reflek Evelyn menjerit histeris. "Alex!"Malvin tidak mempedulikan teriakan Evelyn, ia terus memukul Alex tanpa perlawanan dari Alex. Ia hanya bisa mengelak serangan Malvin yang kadang-kadang tetap tepat sasaran.Evelyn terus berteriak dan berusaha mengentikan Malvin. Tapi pria itu tetap tidak mau berhenti."Malvin, hentikan! Aku mohon." Evelyn mulai kembali menangis.Malvin menghentikan aksinya, Evelyn langsung berlari menghampi
Jumat pagi, Evelyn telah bersiap-siap. Ditemani Alex, ia akan pergi ke pusat pembelanjaan bahan kue. Hal baru yang akan ia pelajari dan mulai ia minati.Sejak beberapa hari yang lalu, Evelyn jadi suka melihat tutorial membuat kue. Kesukaan itu bermula, saat Evelyn mulai suka ngemil, salah satu tanda kehamilannya yang tidak disadari oleh Evelyn.Evelyn juga sempat berpikir untuk berjualan kue, namun, ia perlu banyak belajar untuk itu. Dengan antusias ia menunjukkan kepada Alex, dan dengan senang hati Alex menawarkan diri untuk membantunya."Kamu ingin membuat kue apa?""Aku ingin brownies.""Baiklah, kita belanja bahan untuk membuat brownies.""Apa kau juga pandai membuat kue?""Sedikit."Alex dan Evelyn berjalan beriringan, memilih bahan premium untuk membuat kue."Apa kau memiliki oven?""Aku sudah membelinya secara online kemarin." Jawab Evelyn dengan tersenyum."Maaf kemarin aku terlalu sibuk." Kata Alex."Un
Alex mengeluarkan loyang dari dalam oven."Brownies, akan lebih nikmat jika dimakan dalam keadaan dingin.""Oh, ya?""Iya, apalagi menginap, rasa cokelatnya akan lebih mantab.""Jadi, aku dilarang mencobanya?""Boleh saja."Evelyn meraih loyang yang baru saja Alex letakkan di meja. Evelyn langsung berteriak dan menarik tangannya kembali.Alex meraih tangan Evelyn, dan mengguyurnya dengan air mengalir."Hati-hati, itu masih panas, bukankah aku baru saja mengeluarkannya dari oven? Kenapa kau menjadi sangat ceroboh?""Maaf, aku terlalu bersemangat.""Tunggu di sini."Alex membawa Evelyn duduk di ruang TV, lalu ia keluar untuk pulang dan mengambil obat untuk luka bakar.Alex memberi salep pada tangan Evelyn yang mulai memerah."Diamlah di sini, biar aku yang menyiapkan browniesnya untukmu."Evelyn mengangguk. "Terima kasih."Evelyn tidak tahu, kenapa Alex menjadi begitu sangat memanj
Evelyn kembali tidak bisa tidur. Pikirannya kini tertuju kepada Alex. Apakah sudah tepat ia memilih Alex untuk mendampinginya?Selama ini memang Alex yang selalu ada untuknya, kadang, Evelyn merasa bukan tanpa alasan Alex baik kepadanya.Tapi, bukankah suatu kesalahan jika ia merebut Alex dari kekasihnya? Lalu apa bedanya ia dengan Dena?Dan, apakah sudah benar jika Alex harus bertanggung jawab atas sesuatu yang bukan kesalahannya?Evelyn mengusap perutnya perlahan, kehamilannya sudah memasuki usia empat bulan. Perut buncitnya perlahan mulai terlihat.Tanpa sadar Evelyn akhirnya tertidur.Di tempat lain, Malvin berdiri di balkon apartemen menghadap pemandangan kota. Tatapannya kosong.Seseorang memeluknya dari belakang."Apa yang kau pikirkan? Ini sudah larut, bisakah kita tidur?""Tidurlah duluan,aku masih ingin di sini."Dena enggan melepas pelukannya."Apa kau masih memikirkan Evelyn?"Malvin meliriknya
Alex menemani Evelyn berbelanja keperluan ibu hamil, ia membeli beberapa pakaian yang nyaman digunakan ketika hamil."Apa kau ingin mengikuti senam ibu hamil?""Tentu.""Aku akan menemanimu mendaftar besok."Evelyn mengangguk. Hari ini ia bersenang-senang, Alex tidak memberinya kesempatan untuk bersedih.Pria bermata sipit dan memiliki kulit putih itu ingin Evelyn melupakan masa lalunya, dan memulai kehidupan baru bersama dirinya.Diam-diam Alex membeli sebuah kalung, sesuai dengan janjinya kepada Evelyn. Ia akan memberikan yang baru untuk Evelyn.Menjelang malam, Alex bersama Evelyn sudah berada di rumah. Seperti biasa, Alex menyiapkan makan malam untuk Evelyn.Namun, malam ini lebih spesial. Alex memasak sendiri di dapur Evelyn dengan disaksikan langsung oleh Evelyn.Pria bertubuh atletis itu sepertinya tidak pernah melupakan olahraga, dengan gerakan cekatan ia memasak membuat Evelyn terkagum."Waw, kamu s