Home / Romansa / My Brilliant Doctor / Chapter 14: Post-op

Share

Chapter 14: Post-op

Author: Luna Lupin
last update Last Updated: 2021-04-30 23:19:25

Happy reading ;)

-------------------

"Ada yang mengetahui tentang misi kita Sir," Fyodor akhirnya mendatangi Vin di rumah sakit, setelah menemukan seluruh bukti mengenai dua orang penghianat yang bersekutu dengan mafia Checnya.

"Apa kau telah membunuhnya sesuai dengan yang ku inginkan?"

"Ya, gospodin."

Vin menyandarkan punggung pada head bed, jemari kokoh itu terus menggulir cursor laptop yang berada dalam pangkuannya. Rasa sakit pada luka post operasi tak menghalangi ia untuk menyaksikan dua orang penghianat tengah disiksa secara brutal oleh anak buahnya. Disamping itu, ia membagi konsentrasi pada beberapa dokumen perkembangan penjualan uranium pekan lalu.

"Ketua CCJ Cameco Corp, Mr Arnoldus. Menyewa anggota Mafia Checnya untuk membunuhmu, Gospodin," pria bersurai Cinnamon Brown itu berdiri disamping Vin. Kulit putih yang ia milik sangat kontras dengan baju ungu yang tampak santai. Pasalnya Vin menyuruh Fyodor untuk mengganti gaya casual selama berada di Los Angeles. Ia tak ingin siapapun tahu mengenai status mereka yang sebenarnya.

"But, aku menyukai penampilan mu yang seperti ini, Fyodor." Matt tertawa geli dan mengangkat kaos purple pria itu hingga dada. Karena dimatanya, Fyodor tampak seperti boyband Korea Selatan.

'Shit!' Kesal Fyodor yang hanya dapat menggerutu dalam hati.

"Kau jangan kaku seperti ini, kau akan dicurigai." Matt menatap serius kali ini dan tersenyum kearah Vin yang hanya melirik sesaat.

"Ya benar, bersantailah." Vin membenarkan perkataan Matt, namun manik cokelat itu terus menajam pada video CCTV yang telah diretas sempurna oleh Fyodor, dalam video itu terlihat jelas saat ketua CCJ Cameco Corp mendatangi boss Mafia Checnya, Ramzan Kadyrov dan memberikan dua koper berisikan uang sebagai upah untuk meminta beberapa anggota mereka dalam menjalankan misinya, yaitu membunuh Vin di Los Angeles. Jemari kokoh itu terkepal erat hingga buku buku tersebut kian memutih seiring deru nafas memburu ditengah emosi yang berusaha ia redam.

"Siapa yang menyuruhmu memilih warna purple?" Vin melirik dan benar-benar memindai penampilan Fyodor dari ujung rambut hingga kaki. Ia mengalihkan perhatian agar melupakan kekesalan itu walau sesaat.

"Em.. this is my choice Sir," Fyodor menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Matt tertawa lebih keras dan mencoba menggoda Fyodor dengan sesekali mencubit pipinya yang putih alami.

"Astaga! Kau begitu menggemaskan," Matt terus tertawa dan tak berhenti menggoda hingga memeluk Fyodor dari arah belakang. Namun, seketika tawa itu terhenti saat pintu kamar Vin terbuka dan menampilkan dua wanita dengan pakaian jas dokter, ia tampak membawa sebuah trolly berisikan satu set peralatan luka dan kassa steril yang terpisah.

"Opss.. apa, aku mengganggu.. kemesraan kalian?" Tara melirik Gabriella sesaat, tak enak hati ketika menemukan dua pria tengah berpelukan.

"Ini tak seperti yang kalian pikirkan nona," Matt melepas pelukannya dari Fyodor dan menghela nafas panjang, mengusap jas silver tersebut dengan perlahan. Sedangkan Vin melipat bibirnya ke dalam menahan tawa.

"Sepertinya kau akan melakukan sesuatu Tara, aku dan Fyodor akan pergi ke caffe." Matt merangkul Fyodor membawa nya keluar. Namun pria bersurai Cinnamon Brown itu menahan Matt lalu menunduk hormat pada Vin. Kedua pria itu melirik Fyodor bersamaan dengan segudang cacian yang telah siap mereka keluarkan. Sayangnya Fyodor baru mengerti arti dari tatapan mereka, ia segera berhambur memeluk dan berakhir merangkul Vin.

"Kami akan pergi dahulu, kau ingin sesuatu? Katakanlah.." senyum Fyodor terlihat riang ditengah kebingungan dan kegugupan karena telah berani bersikap seperti ini pada bossnya.

Vin membalas rangkulan pria berkulit putih itu dan meremas keras bahu tersebut.

"Aku harap ini terakhir kali kau berbuat kurang ajar padaku." bisik Vin tersenyum dan menatapnya tajam sebelum melepas remasan keras itu pada bahu Fyodor.

"Baik, aku akan memesankannya untukmu..ada lagi?" Fyodor berusaha tetap tenang dengan memamerkan senyum lebar menjalankan drama yang ia tahu akan berakibat fatal untuk dirinya sendiri.

"Kau akan tahu setelah kembali ke ruangan ini," bisik Vin kemudian. Fyodor tersenyum lebih lebar menutupi ketakutan terhadap ancaman yang diberikan Vin. Sedangkan Matt terkekeh pelan melempar pandangan kearah kaca jendela kiri lalu mengusap wajahnya dengan telapak tangan.

"Ah baiklah, jika begitu aku akan pergi dengan si brengsek Matt untuk memesan makanan yang kau sukai" pria itu merangkul Matt berjalan kearah luar melewati Tara dan Gabriella yang tampak bingung dengan situasi aneh saat ini.

"Apa ini termasuk drama yang kau mainkan?" Matt menatap lekat pria disampingnya.

"Ya, anggap saja seperti itu.. maafkan aku," Matt menggeleng pelan dan melepas rangkulan tersebut saat sudah jauh dari ruangan Vin.

"Tara, maafkan aku.. aku harus menjemput ibuku.. siang ini ada jadwal treadmill." Tara mengangguk dan beralih menatap Vin dengan ragu. Ia membawa trolly tersebut mendekat agar memudahkan ia dalam melakukan tindakan. Vin menutup laptopnya perlahan lalu memposisikan dirinya se relax mungkin.

"Sebaiknya kau beristirahat dengan cukup, urusan pekerjaan kau alihkan sementara pada sekretarismu," Tara meraih lembaran demi lembaran kertas yang tercecer diatas bed. Vin tersenyum lembut mendengar perhatian kecil dari wanita bersurai hitam ini.

"Apa kau sudah relax?" Tara duduk di kursi menghadap Vin tepat pada bagian abdomen (perut).

"Ya," Vin membuka theater blues yang ia kenakan, Tara menelan saliva kelat saat manik legam itu tertuju pada perut sixpack yang menawan dari seorang Vin. Ia bahkan dapat merasakan bagaimana keras dan kokoh nya otot itu hanya dengan melihat seperti ini. Bahkan saat lengan theater blues itu jatuh dari tubuh Vin ia seakan melihat gerakan slow motion dengan gaya yang cool sekaligus mendebarkan. Vin tersenyum simpul menatap manik legam Tara yang tak berkedip sedikit pun padanya.

Tara menggeleng cepat dan meraih balutan perban yang melilit luka pada tubuhnya.

"Ini akan sedikit sakit, kau dapat menghilangkan nya dengan melakukan take a deep breath,"

"Aku bisa menahannya, tak perlu khawatir."

Tara membuang perban itu pada tempat sampah infeksius, ia mulai menuangkan natrium klorida pada kom kecil dan betadine pada kom satunya lagi.

"Bagaimana bisa kau terkena tembakan seperti ini?" Tara membuka alat luka steril dan menaruh kasa didalamnya.

"Hanya kesalah pahaman biasa," Vin menatap jemari lentik Tara yang mulai membuka kassa pada area luka post operasi.

"Kau bahkan menggunakan anti peluru ditubuhmu, bagaimana bisa dikatakan kesalah pahaman?" Tara membuang kasa tersebut dan meraih kassa steril yang telah direndam oleh natrium klorida menggunakan pinset anatomis dan pinset sirugis.

"Ssshh aww," Vin merasakan perih saat kassa tersebut mulai membersihkan area sisi luka dan berganti ke area dalam luka.

"Maafkan aku," Tara meregangkan kassa itu sesaat memberi waktu pada Vin untuk mengurangi rasa perih.

"Oke tak apa," Vin menggigit bibirnya berusaha menahan rasa perih yang tercipta pada luka jahitannya. Tara terkekeh pelan melihat wajah pria bermanik cokelat itu tampak berusaha tegar ditengah rasa sakit pada setiap sentuhan kassa yang ia torehkan.

"Kau tertawa?" Manik cokelat itu melirik sinis.

"Tidak," Namun, Tara justru tak dapat menahan tawa nya yang kian melebar memperlihatkan gigi putihnya yang rapi.

"Maafkan aku, ku pikir kau mampu menahannya." Tara kembali membersihkan luka itu lalu mengoleskan betadine sebelum menutup nya dengan kassa. Vin hanya tersenyum menanggapi perkataan Tara yang terang terangan mengejeknya. Ia merutuki kebodohan dan kelemahan saat berhadapan dengan wanita bermanik legam ini.

"Berhentilah menertawakan ku," kali ini Vin tampak malu hingga membuang wajah ke arah lain.

"Kau malu?"

"Tidak"

"Kau malu!"

"Akuu bilang tidak." Tara melipat bibirnya lalu meraih michropore untuk merekatkan kassa pada kulit perut agar luka tidak terbuka.

"Done," ia merapikan alat alat tersebut lalu menaruhnya diatas trolly dan  mencuci tangan dengan alkohol sebelum membantu Vin mengenakan theater blousenya.

***

-To Be Continued-

Hallo readers :)

Thank you udah baca sampai chapter ini ;)

Untuk visual book follow I*******m @_lunalupin :)

Karya Luna Lupin yang lain ---> My Wife is Bodyguard {On Going}

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Elsa Slim
wow sangat menarik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • My Brilliant Doctor   Chapter 115: Svad'ba

    Waaah ini adalah part endingnya yaa temen temen, terimakasih banyak udah setia membaca novelku sampai akhir ya huhu terharuu akutuuu :')Yuk ah lanjuuuuutttt ;*Have you fun enjoy it!------------Pink Sands Beach, Bahama.Nyatanya Vin benar benar berdebar karena pembahasan di ruang meeting bersama beberapa rekan dan kerabatnya kini menjadi kenyataan. Sepagi ini ia bahkan terjun sendiri untuk melihat dekorasi pernikahan yang sesuai dengan keinginan Tara.Vin tahu, Tara akan kesal karena hal ini begitu mendadak. Pria itu hanya merasa tak sabar dan tak ingin jauh dari wanitanya. Mengingat kecelakaan yang kemarin terjadi justru semakin kuat baginya untuk cepat melangsungkan pernikahan mereka. Agar seluruh dunia tahu bahwa Tara adalah istrinya. Maka dari itu tak akan ada yang berani menyentuh nya sedikitpun.Garis pantai unik dengan pasir merah muda muda yang ia pijaki membuat Vin kagum terpesona. Warna yang tidak biasa dan pemandangan ya

  • My Brilliant Doctor   Chapter 114: Mobilization

    Happy reading ;)-------------Tara benar benar menikmati hari harinya disana. Ia bahkan sempat terkejut dan gemetar saat Vin menjelaskan bahwa kecelakaan yang ia alami bukan sekedar kecelakaan tak di sengaja melainkan rencana pembunuhan yang di lakukan oleh temannya sendiri Luke Richard.Dan yang lebih mengejutkan bahwa Vin sudah membunuh pria itu. Namun Tara tak mungkin marah padanya saat ia membuktikan bahwa Vin mampu melindungi dan membalas rasa sakit yang ia alami.Lagipula Vin selalu terus menemaninya dan melatih dirinya mobilisasi serta ia bahkan tak pernah memberikan tubuhnya kepada perawat untuk sekedar di bersihkan. Awalnya ia malu dan tak menyangka pria yang begitu di segani dan di hormati melakukan hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.Saat ini, ia selalu mengajak berkeliling hingga berhenti di sebuah balkon yang menghadap menatap taman kecil yang memang di sediakan seperti di mansion Kiel. "Taman ini, untuk ayahku jika datang berk

  • My Brilliant Doctor   Chapter 113: Back to Russia

    Happy reading ;)-------------Reeves terdiam mendengar penjelasan Vin barusan di telepon. Ia harusnya tahu bahwa pria itu memang akan selalu keji pada siapapun yang menyakiti keluarga bahkan orang orang terkasih.Jadi, hal semacam ini sudah tak asing bagi mereka. Dengan membunuh perlahan si pelaku adalah balas dendam terbesar dan setimpal dari apa yang sudah Tara alami. Namun ia juga tak menutup mata bahwa tindakan tersebut melanggar hukum negara.Reeves mencengkram railing besi di atas balkon menengadah pada langit yang mulai terang dengan kehadiran matahari. Di waktu bersamaan Tara mengerjap menolak cahaya yang menembus melewati celah jendela.Ia berbalik dan langsung meringis merasakan sakit yang teramat. Vin terbangun mendengar suara samar dan bergegas menghampiri Tara begitu menangkap raut wajah nyeri pada kekasihnya."Ada apa? Kau ingin apa? Katakan padaku," cecar pria itu proteksi."Ah, maaf aku membangunkan mu," lirih T

  • My Brilliant Doctor   Chapter 112: The Real Angel

    Happy reading :)-----------"Am..pu..ni a..ku," lirih Luke lemah di atas sana. Ia menatap tubuhnya yang sudah tidak memiliki kaki. Ia bahkan menangis melihat singa itu dengan lahap memakan kedua kaki tersebut."To..long lepas..kan aku," gumamnya kemudian. Ia bahkan tak kuasa menahan sakit yang teramat ketika singa itu kembali melompat menggigit perutnya.Luke sudah tak dapat lagi berteriak karena nyeri itu begitu menghujam dirinya. Usus dan seluruh isi perutnya telah menjadi santapan liar di bawah sana.Sementara Vin tersenyum puas dan kembali meraih cerutu. Matt hanya bergidik dan sempat membuang muka ketika pria itu bahkan hanya tersisa bagian dada dan kepala. Vin tahu bahwa pria itu masih hidup."Lempar ia saat nadi dan nafasnya terhenti." Vin kemudian beranjak meninggalkan lokasi. Ia membersihkan diri setelah itu kembali ke rumah sakit. Operasi Tara sudah selesai, Pedro dan Dominika setia menunggu juga beberapa rekan Tara yang berada di

  • My Brilliant Doctor   Chapter 111: Lion King

    Happy reading ;)---------------"Vin?" Reeves segera menghampiri Vin kala pria itu terduduk di lantai sembari memijat kepalanya. Pria itu menoleh mendapati kecemasan di raut wajah tua Reeves."Maafkan aku," lirih Vin tak tahu lagi harus berkata apa saat semua itu seakan merenggut jiwanya. Semua terlalu cepat. Bahkan bodyguard yang menjaga Tara pun kini telah mati di tangan Fyodor."It's okay, tapi kau yakin ini hanya kecelakaan?" tanya Reeves sedikit menyindir."Tidak, orangku sedang melacaknya.""Haruskah ia mendapat hukuman mati di penjara?" Reeves melipat kedua tangannya di dada dengan bersandar pada dinding rumah sakit."Tidak, ia tak akan mati dengan mudah." Tepat saat itu juga Pedro dan Dominika menghampiri Vin."Vin? Bagaimana keadaan Tara?" Dominika membantu Vin berdiri dan menatap iba pada kakaknya."Ia masih di dalam sana." Pandangan Vin tertuju pada ruang operasi. Sementara Reeves berpamit untuk melihat berja

  • My Brilliant Doctor   Chapter 110: Open Reduction Internal Fixation

    Happy reading :)----------------Jantung Vin seolah berhenti. Ia segera meraih Tara dalam dekapannya. Vin berlari menabrak beberapa orang yang berlalu lalang disana. Sementara Gabriella yang hendak masuk ke dalam taxi terhenti saat Vin berteriak sembari menggendong Tara masuk ke dalam ruang UGD."Astaga, Tara!" Wanita itu ikut berlari di belakang Vin. Matanya berlarian mencari Tara di beberapa ruang pasien. Hingga ia menemukan Vin yang keluar sembari meremas keras rambut nya sendiri."Vin? Ada apa?" Gabriella menatap baju pria itu yang telah berubah warna merah oleh darah Tara. Vin kemudian terduduk seolah tulang dan syarafnya patah.Sedangkan Laura segera melakukan pemeriksaan survei primer yang dilakukan penanganan pada keadaan yang mengancam nyawa, seperti sumbatan jalan napas, henti napas, atau henti jantung.Gabriella segera masuk ke dalam begitu tak mendapatkan jawaban dari Vin. Mata Gabriella membulat mendapati Tara yang sedang di be

  • My Brilliant Doctor   Chapter 109: Cadillac CTS-V

    Happy reading ;)------------Tiga hari kemudian, Tara dan Gabriella memutuskan mengunjungi Nick di jam pulang. Ia meletakkan makan malam untuk temannya. Sedangkan Nick tersenyum lembut berbeda dengan hatinya yang masih menyangkal kebenaran tentang pernikahan Tara."Bagaimana keadaanmu?" tanya Tara seraya bersandar pada jendela."Baik, berkatmu," jawaban santai. Gabriella membantu Nick untuk duduk bersandar pada kepala ranjang."Thanks.""Ku dengar besok kau pulang?" Gabriella mengupa kulit apel kemudian memotong nya menjadi bagian kecil."Ya, aku tak tahu bahwa profesor itu gagal mengoperasi ku." Nick menerima mangkuk yang telah terisi potongan apel. Ia lantas memakannya lahap."Dia bukan gagal, hanya otaknya terus bekerja untuk reputasi saja," jawab Tara sembari melipat kedua tangannya di dada."Kau pasti menyerangnya saat selesai operasi ulang," tebak Nick terkekeh. Ia sekarang tahu sikap dan sifat Tara yang memang su

  • My Brilliant Doctor   Chapter 108: The New Legend of Vin

    Happy reading ;)----------"Apa dia terkesan?" tanya Dominika setelah pelukannya terurai. Vin tersenyum bangga namun ia tak tahu jika sang adik merencanakan hal gila seperti ini."Begitulah," jawab Vin sembari merangkul sang adik kemudian membawanya bertemu dengan Tara. Sedangkan Tara membulatkan mata melihat kedatangan mereka.Ia tak sadar pikiran kotornya telah mengisi hatinya. Matt yang tahu pikiran Tara dan melihat ekspresi itu segera terbahak. "Dia adiknya Tara bukan selingkuhannya. Coba kau jernihkan otak dan hatimu paksa ia untuk sinkron di situasi tertentu." Matt terkekeh dan meninggalkan Tara begitu saja.Wanita itu mendelik sebal. Sialan! Beraninya dia menebak pikiranku. Awas saja kau! teriak batinnya. "Hai Tara," sapa Dominika memeluk calon kaka iparnya dengan hangat."Kenalkan ini adikku," sambung Vin seraya menempatkan tangannya pada pinggang Tara."Oh, hai kau sangat cantik," pujinya jujur. Tubuh tinggi semampai, kulit

  • My Brilliant Doctor   Chapter 107: Little Party

    Happy reading ;)--------------Vin membuka sabuk pengaman Tara dan membawanya ke kursi belakang. "Kau sudah menerimaku kan?" Tara memperhatikan gerak Vin yang tangkas dan cepat."Y- ya tapi kita? Mengapa melakukan inj?" Tara kembali menunduk memperhatikan tubuhnya yang telah terikat pengaman juga bersama Vin. Mereka menyatu bersamaan dengan Vin yang telah memakai tas parasut."Jangan katakan bahwa kita akan melompat?!" peringat Tara panik dengan membukatkan matanya. Vin mengecup bibir wanitanya sebelum memposisikan tubuhnya di belakang Tara."Semuanya akan baik-baik saja, percayalah." Vin telah bersiap membawa Tara ke sisi kabin."Vin! Tidak tidak! Kau gila!" seru Tara. Tepat saat itu juga Vin mendorong tubuh mereka melompat meninggalkan helikopter yang telah berbelok dan siap mendarat.Vin memeluk tubuh kekasihnya sedangkan satu tangannya menarik parasut. "Oh God," lirih Tara tertahan. Ia tak bisa berteriak saat ketakutan itu menyer

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status