Happy reading ;)
-------------------
"Ada yang mengetahui tentang misi kita Sir," Fyodor akhirnya mendatangi Vin di rumah sakit, setelah menemukan seluruh bukti mengenai dua orang penghianat yang bersekutu dengan mafia Checnya.
"Apa kau telah membunuhnya sesuai dengan yang ku inginkan?"
"Ya, gospodin."
Vin menyandarkan punggung pada head bed, jemari kokoh itu terus menggulir cursor laptop yang berada dalam pangkuannya. Rasa sakit pada luka post operasi tak menghalangi ia untuk menyaksikan dua orang penghianat tengah disiksa secara brutal oleh anak buahnya. Disamping itu, ia membagi konsentrasi pada beberapa dokumen perkembangan penjualan uranium pekan lalu.
"Ketua CCJ Cameco Corp, Mr Arnoldus. Menyewa anggota Mafia Checnya untuk membunuhmu, Gospodin," pria bersurai Cinnamon Brown itu berdiri disamping Vin. Kulit putih yang ia milik sangat kontras dengan baju ungu yang tampak santai. Pasalnya Vin menyuruh Fyodor untuk mengganti gaya casual selama berada di Los Angeles. Ia tak ingin siapapun tahu mengenai status mereka yang sebenarnya.
"But, aku menyukai penampilan mu yang seperti ini, Fyodor." Matt tertawa geli dan mengangkat kaos purple pria itu hingga dada. Karena dimatanya, Fyodor tampak seperti boyband Korea Selatan.
'Shit!' Kesal Fyodor yang hanya dapat menggerutu dalam hati.
"Kau jangan kaku seperti ini, kau akan dicurigai." Matt menatap serius kali ini dan tersenyum kearah Vin yang hanya melirik sesaat.
"Ya benar, bersantailah." Vin membenarkan perkataan Matt, namun manik cokelat itu terus menajam pada video CCTV yang telah diretas sempurna oleh Fyodor, dalam video itu terlihat jelas saat ketua CCJ Cameco Corp mendatangi boss Mafia Checnya, Ramzan Kadyrov dan memberikan dua koper berisikan uang sebagai upah untuk meminta beberapa anggota mereka dalam menjalankan misinya, yaitu membunuh Vin di Los Angeles. Jemari kokoh itu terkepal erat hingga buku buku tersebut kian memutih seiring deru nafas memburu ditengah emosi yang berusaha ia redam.
"Siapa yang menyuruhmu memilih warna purple?" Vin melirik dan benar-benar memindai penampilan Fyodor dari ujung rambut hingga kaki. Ia mengalihkan perhatian agar melupakan kekesalan itu walau sesaat.
"Em.. this is my choice Sir," Fyodor menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Matt tertawa lebih keras dan mencoba menggoda Fyodor dengan sesekali mencubit pipinya yang putih alami.
"Astaga! Kau begitu menggemaskan," Matt terus tertawa dan tak berhenti menggoda hingga memeluk Fyodor dari arah belakang. Namun, seketika tawa itu terhenti saat pintu kamar Vin terbuka dan menampilkan dua wanita dengan pakaian jas dokter, ia tampak membawa sebuah trolly berisikan satu set peralatan luka dan kassa steril yang terpisah.
"Opss.. apa, aku mengganggu.. kemesraan kalian?" Tara melirik Gabriella sesaat, tak enak hati ketika menemukan dua pria tengah berpelukan.
"Ini tak seperti yang kalian pikirkan nona," Matt melepas pelukannya dari Fyodor dan menghela nafas panjang, mengusap jas silver tersebut dengan perlahan. Sedangkan Vin melipat bibirnya ke dalam menahan tawa.
"Sepertinya kau akan melakukan sesuatu Tara, aku dan Fyodor akan pergi ke caffe." Matt merangkul Fyodor membawa nya keluar. Namun pria bersurai Cinnamon Brown itu menahan Matt lalu menunduk hormat pada Vin. Kedua pria itu melirik Fyodor bersamaan dengan segudang cacian yang telah siap mereka keluarkan. Sayangnya Fyodor baru mengerti arti dari tatapan mereka, ia segera berhambur memeluk dan berakhir merangkul Vin.
"Kami akan pergi dahulu, kau ingin sesuatu? Katakanlah.." senyum Fyodor terlihat riang ditengah kebingungan dan kegugupan karena telah berani bersikap seperti ini pada bossnya.
Vin membalas rangkulan pria berkulit putih itu dan meremas keras bahu tersebut.
"Aku harap ini terakhir kali kau berbuat kurang ajar padaku." bisik Vin tersenyum dan menatapnya tajam sebelum melepas remasan keras itu pada bahu Fyodor.
"Baik, aku akan memesankannya untukmu..ada lagi?" Fyodor berusaha tetap tenang dengan memamerkan senyum lebar menjalankan drama yang ia tahu akan berakibat fatal untuk dirinya sendiri.
"Kau akan tahu setelah kembali ke ruangan ini," bisik Vin kemudian. Fyodor tersenyum lebih lebar menutupi ketakutan terhadap ancaman yang diberikan Vin. Sedangkan Matt terkekeh pelan melempar pandangan kearah kaca jendela kiri lalu mengusap wajahnya dengan telapak tangan.
"Ah baiklah, jika begitu aku akan pergi dengan si brengsek Matt untuk memesan makanan yang kau sukai" pria itu merangkul Matt berjalan kearah luar melewati Tara dan Gabriella yang tampak bingung dengan situasi aneh saat ini.
"Apa ini termasuk drama yang kau mainkan?" Matt menatap lekat pria disampingnya.
"Ya, anggap saja seperti itu.. maafkan aku," Matt menggeleng pelan dan melepas rangkulan tersebut saat sudah jauh dari ruangan Vin.
"Tara, maafkan aku.. aku harus menjemput ibuku.. siang ini ada jadwal treadmill." Tara mengangguk dan beralih menatap Vin dengan ragu. Ia membawa trolly tersebut mendekat agar memudahkan ia dalam melakukan tindakan. Vin menutup laptopnya perlahan lalu memposisikan dirinya se relax mungkin.
"Sebaiknya kau beristirahat dengan cukup, urusan pekerjaan kau alihkan sementara pada sekretarismu," Tara meraih lembaran demi lembaran kertas yang tercecer diatas bed. Vin tersenyum lembut mendengar perhatian kecil dari wanita bersurai hitam ini.
"Apa kau sudah relax?" Tara duduk di kursi menghadap Vin tepat pada bagian abdomen (perut).
"Ya," Vin membuka theater blues yang ia kenakan, Tara menelan saliva kelat saat manik legam itu tertuju pada perut sixpack yang menawan dari seorang Vin. Ia bahkan dapat merasakan bagaimana keras dan kokoh nya otot itu hanya dengan melihat seperti ini. Bahkan saat lengan theater blues itu jatuh dari tubuh Vin ia seakan melihat gerakan slow motion dengan gaya yang cool sekaligus mendebarkan. Vin tersenyum simpul menatap manik legam Tara yang tak berkedip sedikit pun padanya.
Tara menggeleng cepat dan meraih balutan perban yang melilit luka pada tubuhnya.
"Ini akan sedikit sakit, kau dapat menghilangkan nya dengan melakukan take a deep breath,"
"Aku bisa menahannya, tak perlu khawatir."
Tara membuang perban itu pada tempat sampah infeksius, ia mulai menuangkan natrium klorida pada kom kecil dan betadine pada kom satunya lagi.
"Bagaimana bisa kau terkena tembakan seperti ini?" Tara membuka alat luka steril dan menaruh kasa didalamnya.
"Hanya kesalah pahaman biasa," Vin menatap jemari lentik Tara yang mulai membuka kassa pada area luka post operasi.
"Kau bahkan menggunakan anti peluru ditubuhmu, bagaimana bisa dikatakan kesalah pahaman?" Tara membuang kasa tersebut dan meraih kassa steril yang telah direndam oleh natrium klorida menggunakan pinset anatomis dan pinset sirugis.
"Ssshh aww," Vin merasakan perih saat kassa tersebut mulai membersihkan area sisi luka dan berganti ke area dalam luka.
"Maafkan aku," Tara meregangkan kassa itu sesaat memberi waktu pada Vin untuk mengurangi rasa perih.
"Oke tak apa," Vin menggigit bibirnya berusaha menahan rasa perih yang tercipta pada luka jahitannya. Tara terkekeh pelan melihat wajah pria bermanik cokelat itu tampak berusaha tegar ditengah rasa sakit pada setiap sentuhan kassa yang ia torehkan.
"Kau tertawa?" Manik cokelat itu melirik sinis.
"Tidak," Namun, Tara justru tak dapat menahan tawa nya yang kian melebar memperlihatkan gigi putihnya yang rapi.
"Maafkan aku, ku pikir kau mampu menahannya." Tara kembali membersihkan luka itu lalu mengoleskan betadine sebelum menutup nya dengan kassa. Vin hanya tersenyum menanggapi perkataan Tara yang terang terangan mengejeknya. Ia merutuki kebodohan dan kelemahan saat berhadapan dengan wanita bermanik legam ini.
"Berhentilah menertawakan ku," kali ini Vin tampak malu hingga membuang wajah ke arah lain.
"Kau malu?"
"Tidak"
"Kau malu!"
"Akuu bilang tidak." Tara melipat bibirnya lalu meraih michropore untuk merekatkan kassa pada kulit perut agar luka tidak terbuka.
"Done," ia merapikan alat alat tersebut lalu menaruhnya diatas trolly dan mencuci tangan dengan alkohol sebelum membantu Vin mengenakan theater blousenya.
***
-To Be Continued-
Hallo readers :)
Thank you udah baca sampai chapter ini ;)
Untuk visual book follow I*******m @_lunalupin :)
Karya Luna Lupin yang lain ---> My Wife is Bodyguard {On Going}
Happy reading ;)-----------------------Suasana malam yang begitu sunyi tak menyurutkan tawa diantara mereka. Setelah mengganti luka perban, Vin meminta Tara menemaninya saat senggang. Pria bersurai chestnut blonde itu tampak lebih santai dari sebelumnya. Tara bahkan lebih nyaman saat duduk berdua diatas bed berbagi cerita masa kuliah yang menyulitkan hidupnya."Aku bahkan sangat putus asa saat menjalani coass di rumah sakit, pada kenyataannya.. sekolah kedokteran seakan menjadikan ku siswa abadi," Tawa Tara menyeruak merdu di lorong pendengaran Vin. Tawa itu teramat indah hingga menampakkan lesung pipi yang menambah kesan manis pada wajah mungil yang wanita ini miliki. Vin tak menyadari jika Tara memiliki lesung pipi yang sempurna."Namun kau tahu, saat aku memberikan pertolongan pada pasien dan itu berhasil, aku bahkan seperti berubah menjadi Iron Man," Tara menepuk dada dan melebarkan kedua tangan berusaha memperlihatkan otot lengan dibalik jas putih ya
Happy reading ;)-------------------------Tara menggeleng tak percaya, ia bahkan melangkah perlahan hingga saat ini tengah berhadapan dengan pria yang tampak kalut oleh sesuatu yang sulit ia tebak.Tangan itu merangkak dengan getaran hebat untuk menemui jemari kokoh yang terus menutupi wajahnya, bersamaan dengan kakinya yang berlutut demi menatap manik cokelat Vin."Maafkan aku," bisik Tara lembut serupa gumaman yang menjerat lorong pendengarannya, kini jemari itu meregang oleh genggaman hangat yang wanita itu hantarkan.Sebisa mungkin Vin mengatur nafas yang terus menderu dan perlahan berangsur baik, rambatan hangat pada jemarinya mampu meruntuhkan ingatan keji itu, terlebih saat Tara berkata maaf atas kesalahan yang tak ia perbuat.Manik legam Tara seakan membawanya dari kelamnya ruangan yang selama bertahun-tahun ia tempati. Tidak, bahkan jeratan itu terlampau nyata untuk sekedar menolong tetapi ada rasa indah terselip disana.Wanita itu
Happy reading :)------------------"Aku merasa kacau saat kau menghindariku," manik Vin terus menjerat seakan tak ada lagi alasan bagi wanita itu untuk sekedar berpaling."Apa..itu sudah cukup membuktikan?" Kali ini rona merah di pipi Tara begitu menggemaskan."Membuktikan apa?" Manik itu mengerjap cepat, ia tak tahan akan letupan indah dalam dadanya."Mungkin...cinta?" Jawab Vin ragu dan berhasil membuat wanita itu mendelik sinis."Mungkin? Memang kau tak pernah jatuh cinta sebelumnya? Mustahil!" Tara segera beranjak merapikan rambut hingga pakaian yang ia kenakan. Bagaimana bisa pria itu tidak tahu perasaannya sendiri, menjengkelkan!"Kau merajuk?" Tanya Vin serupa ejekan."Tidak!" Sentaknya meninggi. Vin tak dapat menahan senyum, ini kali pertama ia mendapat rajukan kekesalan dari seorang wanita terlebih wanita itulah yang membuatnya tersiksa selama berminggu-minggu.Vin menarik lengan Tara secara paksa hingga wanita itu kemb
Happy reading ;)----------------"Mengapa mereka pergi?" Tara membawa peralatan medis ke arahnya lalu meraih kursi dan duduk didepan Vin."Lunch, maybe," Vin kemudian memposisikan diri dengan nyaman. Wanita itu membuka theater blouse hingga dada. Sial! Mengapa pria ini begitu sempurna.Tara menelan saliva kelat, ia merutuki diri dengan berbaik hati akan melepas drain itu sendiri hingga kembali dihadapkan dengan bagian tubuh pria itu yang menggetarkan sekaligus memberikan rambatan hangat dalam dirinya.Namun, disisi lain ia tak ingin berbagi keindahan ini dengan siapapun."Kau tak ingin membuka semua?" Tanya Vin dengan seringai."Yeah," jawabnya spontan. Walnut itu kian melebar saat Vin terkekeh geli."M-maksudku tidak!" Manik itu mengerjap menahan rasa malu. Sial! Mengapa hati pikiran dan mulutnya tak berkompromi."Kau bahkan belum mengatakan peristiwa ini," Tara mencoba mengalihkan perhatian, ia mengenakan handschoon dan meraih
Happy reading :)--------------Vin mengusap bibir bawah Tara dengan ibu jari. Seakan mengecam seluruh kalimat yang wanita itu utarakan hanya untuk dirinya. Dan ia telah membuka ruang terdalam untuk dimasuki wanita mungil itu, ia berjanji tak akan melepaskan Tara sedikitpun. Wanita ini telah menjadi miliknya, dan akan selalu menjadi miliknya.Debaran halus kembali mengisi rongga dada, belaian lembut pada bibirnya membuat rasa panas menerpa wajah Tara dan ia yakin kini rona merah telah mewarnai pipinya. Usapan halus itu seakan membius dan mengambil seluruh raganya hingga tak bersisa.Ia bahkan tak menyangka akan hadir kembali dalam hidup seseorang setelah sekian lama kesakitan atas penghianatan Nick selalu menghantui langkahnya. Ia begitu takut dan pengecut kala langkahnya menggapai keindahan itu.Namun sekarang, langkah ini begitu cepat untuk melambung bersama bahagia didepan sana. Walaupun ia ragu, tetapi hatinya telah mantap mengisi kembali ruang terd
Happy reading ;) --------------- Walnut Tara pun ikut menajam saat pria yang tak lain adalah Nick Scotti berada didepan kamar Vin. "Tara, aku butuh bantuanmu!" Nick berjalan cepat menghampiri wanita itu yang mendelik sebal. "I'm so sorry, aku tak akan mencarimu jika tak terdesak. This is about my patient!" Nick meraih jemari Tara, namun Vin menariknya cepat hingga genggaman itu terlepas spontan. "Jangan menyentuhnya, jika kau tak ingin kehilangan tanganmu." Nick menghela nafas merentangkan kedua tangan. "Aku segera kembali," Tara tersenyum hangat meraih rahang prianya yang mengeras, dan menanamkan kecupan singkat di bibir Vin lalu berjalan mengikuti Nick. Matt terkekeh geli, Vin benar benar seperti anak remaja jatuh cinta. Pria itu benar benar tak waras. Sedangkan Fyodor tercengang untuk ke sekian kalinya, bagaimana bisa boss Mafia kejam itu berlagak seperti Romeo. "Sepertinya kau benar-benar mencintainya.
Happy reading ;)--------------------Satu minggu berlalu, keadaan Vin telah membaik. Sejujurnya ia sudah merasa baikan dari empat hari yang lalu, namun Tara ingin memastikan semuanya telah kembali pulih, wanita itu yakin sepulang dari perawatan nanti, prianya akan kembali bergelut dengan aktivitas berat.Terkadang Vin merasa geli saat ia tak dapat menyangkal apapun yang Tara ucapkan bahkan ia menuruti kemauan wanitanya daripada harus meluluhkan rajukan manja yang sulit reda.Wanita itu tak segan segan mengekspresikan perasaannya pada Vin seakan pria itu adalah tempatnya untuk pulang dan mencurah. Vin justru bahagia melihat sikap asli wanitanya yang menggemaskan. Ia masih merasa mimpi saat hidupnya berwarna oleh hadirnya wanita riang dan lembut seperti Tara."Kau ingat, kau harus istirahat hingga benar-benar pulih." Mungkin ini adalah kalimat ke seribu yang Vin dengar, keseribu pula Vin menjawabnya dengan kekehan kecil.Wanita itu membantu Vin men
Happy reading ;)------------------"Wanita itu ada di markas." Fyodor membuka pintu mobil Audi R8 hitam untuk sang boss.Sepulang dari perawatan, Vin memutuskan mendatangi markas besar di New York, ia tahu jika wanita itu mendatangi markas, ada masalah besar yang mengganggunya.Ia telah mengetahui banyak pergerakan wanita itu selama di New York, yang ia tak tahu adalah rencana Loginova dengan mengirimnya untuk mengawal CEO besar Citi Group yang terkenal brengsek. (Ada di novel My Wife is Bodyguard).Dan tak mungkin Loginova tidak mengetahui keberadaan keluarga Cloves di negara ini. Lalu dengan segala kemampuan yang wanita itu miliki, mustahil rasanya jika ia tak becus mengurus keluarga tikus seperti Cloves. Lalu, apa yang membuatnya mendatangi markas?Vin menghela nafas kasar kemudian meraih iPad untuk memantau perkembangan perusahaan Lukoil di Republik Ceko. Pasalnya ia telah membuat pusat layanan bersama di Republik Ceko untuk memberikan