Happy reading ;)
-----------------------
Mobil Maybach Exelero hitam kembali membelah jalanan kota California menuju Los Angeles dengan kecepatan penuh. Suara tembakan demi tembakan membuat siapapun yang berada dijalan tersebut lebih memilih untuk menepi.
"Shit! Mengapa ia menemukan ku?!!" Vin segera memasang anti peluru dalam jaket kulit navy yang ia kenakan, lalu kembali mengarahkan desert eagle pada mobil Koenigsegg CCXR Trevita silver milik salah satu anggota Mafia Checnya. Sialnya ia tak memiliki banyak peluru dan hanya menggunakan Desert eagle untuk menembak lawan.
"Aku kira ada penghianat kedua setelah Gagiyev," jawab Matt santai namun matanya masih menajam pada jalanan didepannya.
"Fyodor, temukan beberapa penghianat Bratva!" Perintah Vin dibalik car kit handsfree.
"Ya, Gagiyev! Anda yakin tak membutuhkan tim penyelamat Sir?" Tanya Fyodor ragu.
"Tidak, aku bisa mengatasinya sendiri. Setelah ini berikan informasi yang ku harapkan." Vin membuang handsfree itu sembarang. Namun anggota Mafia Checnya yang tak ia ketahui berhasil menyalip dari arah kanan truk lalu menembakkan timah panas tersebut tepat pada jantung dan lambung Vin.
"Vin!" Teriak Matt dan meraih Colt 1911 dalam jaket jeans yang ia kenakan dan membantu Vin menembak lawan melalui celah kaca mobil yang telah ia buka.
"Terlambat bodoh!" Kesal Vin mendelik tajam.
"Maafkan aku, aku kira kau tak butuh penyelamatan," kekeh Matt dan kembali meluncurkan beberapa peluru pada lawan.
Rasa panas diarea lambung membuat nya mengerang kesakitan. Matt melirik Vin sesaat, darah yang terus mengalir pada jok mobil membuat Matt lebih memilih menyelinap jalanan sempit untuk menghindar dari kejaran anggota Checnya dan berakhir di rumah sakit UCLA Medical Center.
***
"Hold on, Vin!" Tara terus melakukan CPR (cardiopulmonary resuscitation) saat denyut jantungnya tidak terdeteksi.
"Direct current counter shock (DC Shock)!" Pinta Tara tak mengalihkan pandangan nya sedetikpun dari Vin. Gabriella memberikan defibrillator tersebut pada Tara
"200 Joule!" Alat defibrilator dinyalakan dan dipilih tingkat energi yang ditentukan oleh Tara, Ia mengarahkan defibrillator itu di sebelah kanan sternum dan paddle kedua diletakkan di sebelah kiri apeks kordis, untuk memberikan kejutan listrik dengan tujuan mengembalikan irama detak jantung.
"300 Joule!" Tara kembali menaikkan energi saat tak ada respon sama sekali dari tubuh Vin.
"600 Joule!!"
"Tara!! Kau bisa membunuhnya!" Bentak Gabriella tak percaya.
"Aku bilang 600 Joule!" Manik Tara menajam sempurna ditengah kekhawatiran yang tergambar jelas di wajahnya, peluh mengalir deras melewati pelipis dan netra wanita itu yang bergetar.
"Okay okay!" Gabriella mengalah dan kembali menaikkan energi sesuai permintaan Tara.
"Wake up Vin," gumam Tara, untuk ketiga kalinya ia melakukan tindakan tersebut, ia tak tahu ini akan berhasil atau bahkan sebaliknya. Yang ia tahu Vin tak akan pergi disaat dirinya kesal dan mendamba secara bersamaan.
"Uhuk uhuk!"
"Astaga!!" Tara melepas defibrilator itu spontan dan menatap pria didepannya dengan tak percaya, lengannya mengusap peluh yang terus mengalir melewati pelipis. Ia masih mengatur nafas yang kian memburu.
Vin menggenggam jemari Tara yang masih bergetar. Sejujurnya ia pun sama tersiksa nya saat wanita ini terus menghindar secara terang-terangan. Hingga membuatnya lengah di saat salah satu anggota Mafia Cechnya yang merupakan musuh Bratva berhasil menemukan Vin di Los Angeles.
"Kau menyakitiku Tara,"
"A-Apa?" Tanya Tara tak terima.
'Yang benar saja, ia bahkan hampir mati jika tak ditangani dengan cepat. Tapi, sekarang ia menyalahkanku?! Astaga!' Tara melepas kasar genggaman Vin dan hendak berlalu meninggalkan pria berwalnut cokelat yang sebenarnya ia rindukan. Namun Vin meraih lengan Tara dengan cepat.
"Ma-maksudku aku menggunakan anti peluru, jadi saat kau menggunakan alat tadi. Membuat ku sakit," manik Tara semakin melebar saat Vin membuka jaket kulit dan melepas nya perlahan. Sumpah, ia tampak konyol di situasi seperti ini, mengapa ia tak membuka jaket kulit yang pria itu kenakan? Astaga! seandainya ada tempat bersembunyi mungkin akan jauh lebih baik ia pergi ke tempat itu.
"Dia terluka pada area lambung Tara," Matt yang baru tiba dengan langkah besar masuk ke dalam kerumunan beberapa enaga medis disana.
"Oh God!!" Pupil Tara kembali melebar seakan kekesalan pada pria didepannya meluap seketika. Bergegas ia menghubungi rekannya seorang ahli internis untuk melakukan operasi (Cito) segera.
Tiga puluh menit berlalu, Gabriella dan Matt lebih memilih menunggu diluar, sedangkan Tara ikut masuk bersama Vin karena paksaannya. Pria berwalnut cokelat itu bersikeras meminta Tara menemaninya didalam ruang operasi. Matt tertawa geli saat Vin menyatakan permohonan yang baru kali pertama ia lakukan pada wanita.
Matt ragu jika pria yang sedang bersama Tara saat ini adalah sahabat nya dengan status tinggi sebagai CEO beberapa perusahaan dan boss Mafia Bratva.
"Kau masih marah padaku?" Tanya Vin sebelum dilakukan operasi.
"Diamlah, sebentar lagi operasi akan dimulai." Tara duduk di kursi dekat pria bersurai chestnut blonde tersebut.
"Maafkan aku,"
"Kau kehilangan banyak darah, mengapa terus berbicara?!"
"Ini tak ada apa apanya, tanpa bius pun kau bisa mengambil peluru itu,"
Tara menggeleng tak percaya, bagaimana anak dan ayah itu bisa bertahan dalam kondisi parah? Mr Kiel bisa bertahan dengan tiga katup jantung yang tak berfungsi, dan saat ini Vin yang merupakan anaknya juga bisa bertahan dengan tiga peluru bersarang di lambungnya hingga kehilangan banyak darah.
"Kau berlebihan jika harus melakukan tindakan seperti ini,"
"Kau bahkan telah meminta maaf padaku, mengapa kau membuatku marah lagi sekarang?"
Vin melipat bibirnya kedalam, menahan senyum geli kemudian memilih diam mengikuti kemauan wanita yang telah menyiksanya hanya dalam waktu singkat.
"Mengapa bukan kau yang melakukannya?"
"Itu bukan kewenanganku,"
"Kau tak mampu?"
"Aku mampu, namun jika ku lakukan itu melanggar peraturan!" Kesal Tara melipat tangan didada, menghembuskan nafas kesal.
"Mengapa kau terus bertanya?"
"Dan kau terus menjawab,"
"Baiklah, sepertinya aku harus pergi." Vin mencekal tangan Tara dengan cepat saat wanita itu hendak berdiri dan berniat meninggalkan nya.
"Please, stay here.."
***
-To Be Continued-
Untuk visual book follow I*******m @_lunalupin :)
Karya Luna Lupin yang lain ---> My Wife is Bodyguard {On Going}
Waaah ini adalah part endingnya yaa temen temen, terimakasih banyak udah setia membaca novelku sampai akhir ya huhu terharuu akutuuu :')Yuk ah lanjuuuuutttt ;*Have you fun enjoy it!------------Pink Sands Beach, Bahama.Nyatanya Vin benar benar berdebar karena pembahasan di ruang meeting bersama beberapa rekan dan kerabatnya kini menjadi kenyataan. Sepagi ini ia bahkan terjun sendiri untuk melihat dekorasi pernikahan yang sesuai dengan keinginan Tara.Vin tahu, Tara akan kesal karena hal ini begitu mendadak. Pria itu hanya merasa tak sabar dan tak ingin jauh dari wanitanya. Mengingat kecelakaan yang kemarin terjadi justru semakin kuat baginya untuk cepat melangsungkan pernikahan mereka. Agar seluruh dunia tahu bahwa Tara adalah istrinya. Maka dari itu tak akan ada yang berani menyentuh nya sedikitpun.Garis pantai unik dengan pasir merah muda muda yang ia pijaki membuat Vin kagum terpesona. Warna yang tidak biasa dan pemandangan ya
Happy reading ;)-------------Tara benar benar menikmati hari harinya disana. Ia bahkan sempat terkejut dan gemetar saat Vin menjelaskan bahwa kecelakaan yang ia alami bukan sekedar kecelakaan tak di sengaja melainkan rencana pembunuhan yang di lakukan oleh temannya sendiri Luke Richard.Dan yang lebih mengejutkan bahwa Vin sudah membunuh pria itu. Namun Tara tak mungkin marah padanya saat ia membuktikan bahwa Vin mampu melindungi dan membalas rasa sakit yang ia alami.Lagipula Vin selalu terus menemaninya dan melatih dirinya mobilisasi serta ia bahkan tak pernah memberikan tubuhnya kepada perawat untuk sekedar di bersihkan. Awalnya ia malu dan tak menyangka pria yang begitu di segani dan di hormati melakukan hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.Saat ini, ia selalu mengajak berkeliling hingga berhenti di sebuah balkon yang menghadap menatap taman kecil yang memang di sediakan seperti di mansion Kiel. "Taman ini, untuk ayahku jika datang berk
Happy reading ;)-------------Reeves terdiam mendengar penjelasan Vin barusan di telepon. Ia harusnya tahu bahwa pria itu memang akan selalu keji pada siapapun yang menyakiti keluarga bahkan orang orang terkasih.Jadi, hal semacam ini sudah tak asing bagi mereka. Dengan membunuh perlahan si pelaku adalah balas dendam terbesar dan setimpal dari apa yang sudah Tara alami. Namun ia juga tak menutup mata bahwa tindakan tersebut melanggar hukum negara.Reeves mencengkram railing besi di atas balkon menengadah pada langit yang mulai terang dengan kehadiran matahari. Di waktu bersamaan Tara mengerjap menolak cahaya yang menembus melewati celah jendela.Ia berbalik dan langsung meringis merasakan sakit yang teramat. Vin terbangun mendengar suara samar dan bergegas menghampiri Tara begitu menangkap raut wajah nyeri pada kekasihnya."Ada apa? Kau ingin apa? Katakan padaku," cecar pria itu proteksi."Ah, maaf aku membangunkan mu," lirih T
Happy reading :)-----------"Am..pu..ni a..ku," lirih Luke lemah di atas sana. Ia menatap tubuhnya yang sudah tidak memiliki kaki. Ia bahkan menangis melihat singa itu dengan lahap memakan kedua kaki tersebut."To..long lepas..kan aku," gumamnya kemudian. Ia bahkan tak kuasa menahan sakit yang teramat ketika singa itu kembali melompat menggigit perutnya.Luke sudah tak dapat lagi berteriak karena nyeri itu begitu menghujam dirinya. Usus dan seluruh isi perutnya telah menjadi santapan liar di bawah sana.Sementara Vin tersenyum puas dan kembali meraih cerutu. Matt hanya bergidik dan sempat membuang muka ketika pria itu bahkan hanya tersisa bagian dada dan kepala. Vin tahu bahwa pria itu masih hidup."Lempar ia saat nadi dan nafasnya terhenti." Vin kemudian beranjak meninggalkan lokasi. Ia membersihkan diri setelah itu kembali ke rumah sakit. Operasi Tara sudah selesai, Pedro dan Dominika setia menunggu juga beberapa rekan Tara yang berada di
Happy reading ;)---------------"Vin?" Reeves segera menghampiri Vin kala pria itu terduduk di lantai sembari memijat kepalanya. Pria itu menoleh mendapati kecemasan di raut wajah tua Reeves."Maafkan aku," lirih Vin tak tahu lagi harus berkata apa saat semua itu seakan merenggut jiwanya. Semua terlalu cepat. Bahkan bodyguard yang menjaga Tara pun kini telah mati di tangan Fyodor."It's okay, tapi kau yakin ini hanya kecelakaan?" tanya Reeves sedikit menyindir."Tidak, orangku sedang melacaknya.""Haruskah ia mendapat hukuman mati di penjara?" Reeves melipat kedua tangannya di dada dengan bersandar pada dinding rumah sakit."Tidak, ia tak akan mati dengan mudah." Tepat saat itu juga Pedro dan Dominika menghampiri Vin."Vin? Bagaimana keadaan Tara?" Dominika membantu Vin berdiri dan menatap iba pada kakaknya."Ia masih di dalam sana." Pandangan Vin tertuju pada ruang operasi. Sementara Reeves berpamit untuk melihat berja
Happy reading :)----------------Jantung Vin seolah berhenti. Ia segera meraih Tara dalam dekapannya. Vin berlari menabrak beberapa orang yang berlalu lalang disana. Sementara Gabriella yang hendak masuk ke dalam taxi terhenti saat Vin berteriak sembari menggendong Tara masuk ke dalam ruang UGD."Astaga, Tara!" Wanita itu ikut berlari di belakang Vin. Matanya berlarian mencari Tara di beberapa ruang pasien. Hingga ia menemukan Vin yang keluar sembari meremas keras rambut nya sendiri."Vin? Ada apa?" Gabriella menatap baju pria itu yang telah berubah warna merah oleh darah Tara. Vin kemudian terduduk seolah tulang dan syarafnya patah.Sedangkan Laura segera melakukan pemeriksaan survei primer yang dilakukan penanganan pada keadaan yang mengancam nyawa, seperti sumbatan jalan napas, henti napas, atau henti jantung.Gabriella segera masuk ke dalam begitu tak mendapatkan jawaban dari Vin. Mata Gabriella membulat mendapati Tara yang sedang di be