Share

BAB 4. Menabuh Genderang Perang

    Bukan Asoka yang kemudian membantu Kyra berdiri, tetapi Videlia. Dengan tatapan khawatir yang tidak dibuat-buat, Videlia memegangi kedua bahu Kyra lembut. "Kamu nggak apa-apa?"

    "Aku nggak apa-apa," kata Kyra, dengan mata berkaca-kaca menahan tangis. Ia bahkan hanya bisa menunduk dan meremas kedua tangannya tanpa berani menatap Asoka. Kyra kesal karena pertemuan pertamanya dengan Asoka sebagai sesama artis, justru berakhir buruk. Tetapi, Kyra kemudian mengambil napas dalam-dalam dan meyakinkan diri. Tidak, Kyra harus ingat tujuannya menghampiri Asoka dan Videlia. Kyra hari ini datang sebagai aktris, bukan fans fanatik atau ketua klub yang mengidolakan Asoka.

    Kyra kemudian mengulurkan tangannya pada Videlia dan tersenyum manis. "Namaku Vanila, aku yang hari ini berperan sebagai Sarini, dayang pribadinya Gusti Roro. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik. Mohon bimbingannya."

    "Ah, ya." Videlia menyambut uluran tangan Kyra ramah. Ia kemudian tak sengaja melihat id card yang menggantung di leher Kyra. "Kamu dari KI entertainment? Satu agensi sama Asoka dong?" Videlia kemudian melirik Asoka yang ternyata sedang sibuk bermain ponsel. "Kamu kenal sama Vanila, Ka?"

    Asoka melirik Kyra sekilas, kemudian menggeleng. "Berasal dari satu agensi bukan berarti kita jadi saling kenal," balasnya dingin. "Kayaknya dia cuma anak kemarin sore yang kebagian job-job kecil."

    Ya, tentu saja.

    Kenapa aktor besar seperti Asoka harus mengenal gadis biasa seperti Kyra? Bisa berdiri di depan Asoka saja, sudah membuat Kyra merasa terhormat. Kyra bahkan tidak menutupi binar kekagumannya saat melihat Asoka. Kyra sama sekali tidak merasa tersinggung dengan nada dingin yang keluar dari mulut Asoka. Dilihat dari dekat, Asoka tampak seratus kali lipat lebih memesona. Kenapa, ada makhluk Tuhan yang diciptakan sesempurna ini?

    Kyra mengulurkan tangannya pada Asoka hendak mengenalkan diri, tetapi sutradara memanggil Asoka dan Videlia agar segera memasuki set karena syuting akan segera dimulai. Videlia menepuk pundak Kyra sekilas untuk pamit, sementara Asoka bahkan tak mau repot-repot memandang Kyra.

    Tidak apa-apa.

    Kyra bahkan sudah puas hanya dengan melihat punggung seksi Asoka dari jauh. Asoka yang mau berbicara sambil menatapnya saja, sudah membuat hati Kyra ditumbuhi oleh taman bunga yang bermekaran dengan indah.

    "Yak! Udah puas lihat Asoka-nya?" tanya Tia yang kemudian merangkul pundak Kyra. "Kenapa tadi bisa sampai jatuh segala sih? Gugup? Atau terpesona sama penampilan Raja Asoka?"

    Kyra mengerjab. Ia kemudian mengambil kipas plastik yang bergambar wajah Asoka dari dalam tas. "Dua-duanya sih. Asoka itu, bener-bener makhluk yang diciptakan untuk membuat dada gue berdisko ria. Ketampanannya bikin mata gue seketika silau."

    Tia hanya memutar bola mata. "Dasar lebay."

    ****

    Asoka sedang break syuting ketika manajernya datang membawakan espresso dingin untuknya. Tatapan Asoka lurus pada cewek kemarin sore yang mengenalkan dirinya dengan nama Vanila. Asoka tahu cewek itu karena sering wara-wiri di acara jumpa fans, bahkan tak pernah absen satu kali pun dan selalu berada di posisi paling depan. Lalu kini, melihatnya berada di sini dan ternyata juga satu agensi dengan Asoka, membuatnya kemudian bertanya-tanya.

    "Lo kenal sama cewek itu?" tanya Asoka kepada sang manajer, Fian. "Yang pake kostum dayang dan lagi ngobrol sama Videlia."

    Fian menatap arah pandang Asoka dan keningnya berkerut samar. "Ah, itu Vanila. Aktris yang baru gabung di agensi kita sekitar satu bulan lalu. Kenapa?" Fian balik bertanya dengan nada penasaran. Karena, setahunya, Asoka bukan tipe manusia yang peduli dengan orang lain. Apalagi dengan aktris baru. "Lo suka?"

    "Enggak. Gue taunya dia ketua fansclub gue untuk kota Garuda." Asoka menyedot es kopinya dan mengangkat bahu. "Gue pikir, dia ke sini karena gue?"

    Fian mengerutkan kening. "Gue sebenarnya pernah denger gosip soal Vanila. Katanya, dia putri kedua dari keluarga konglomerat Patibrata. Nama aslinya Kyra Belva Patibrata."

    "Ah..." Asoka menyeringai sinis. Tatapannya berubah merendahkan saat melihat Vanila. "Jadi dia bisa masuk ke KI karena koneksi dan duit? Bukannya kemampuan?"

    "Ya, seperti itulah," balas Fian singkat. Tidak begitu peduli dan ikut campur. Bagaimana pun, Fian hanyalah budak yang bergantung pada Asoka untuk bertahan hidup di era Indonesia yang semakin berat. "Tapi cuma kalangan petinggi KI yang tahu soal ini. Gue harap lo nggak nyoba nyari gara-gara sama Kyra. Oke? Gaji lo selama setahun masih nggak bisa nandingi keuntungan Patibrata group selama tiga bulan."

    "I see," Asoka mengangguk-angguk. "Dia bisa ke sini karena pengin satu frame sama gue. Dan dia gunain background keluarganya buat dapat naskah dan main di drama ini. Rubah licik." seringkali kejam Asoka terlukis. "Gue jadi berminat buat main sebentar sama dia."

    "Jangan aneh-aneh," lagi-lagi Fian memperingati. "Patibrata bukan lawan lo."

    Tetapi, Asoka tidak peduli. Ia kemudian menaruh cup kopinya yang sudah kosong ke atas meja dan berdiri. Dengan langkah berwibawa, Asoka berjalan mendekati Vanila, atau Kyra untuk sekadar menyapa, sekaligus memukul genderang perang.

    Asoka tentu tak mau jika kehadiran Vanila di masa depan, akan menghambat Asoka. Siapa yang tahu jika cewek itu berniat menggunakan keluarganya untuk mendapatkan peran sebagai lawan main Asoka di mini drama selanjutnya?

    Sebab, perasaan Asoka tidak enak. Feelingnya mengatakan bahwa ia harus segera menyingkirkan Vanila agar hidup Asoka bisa tetap stabil sampai ia berhasil meraih mimpinya membeli pulau pribadi. Asoka, tak akan membiarkan Vanila menjadi batu sandungan di hidupnya.

    ****

    Kyra senang sekali. Sama seperti drama yang sering dibintangi Videlia di layar kaca yang selalu menampilkan karakter perempuan baik hati, ramah, kuat dan juga mandiri, di kehidupan nyata, sosok Videlia juga tidak jauh berbeda. Videlia bahkan menawarkan untuk makan malam bersama setelah selesai syuting. Dan, tentu saja, Kyra menerimanya dengan senang hati.

    "Lagi ngobrolin apa? Kayaknya seru," kata Asoka, tersenyum ramah, kemudian sengaja mengambil tempat duduk di samping Kyra. "Kalian udah makan siang? Syutingnya sepuluh menit lagi dimulai."

    Kyra nyaris saja terbanting ke samping saat menemukan Asoka tiba-tiba duduk di sampingnya. Jantung Kyra berdetak kencang sampai ia takut bahwa Asoka maupun Videlia akan mendengarnya. Apa yang sedang coba dilakukan Asoka di dekat Kyra?

   "Kita udah makan tadi," balas Videlia, melirik Vanila dan mendapat anggukan kaku. "Aku ngajakin Vanila makan malam bareng," sambungnya ramah. "Kamu mau ikutan juga? Aku yang traktir."

    "Gue sibuk," balas Asoka tanpa pikir panjang. Ia kemudian melirik Vanila dari samping, mencoba menilai reaksinya. "Mungkin lain kali?"

    "Ah, aku sampai lupa kalau kamu aktor papan atas sekarang. Pantes kalau sibuk," Videlia mencoba melemparkan candaan. "Di sela-sela jadwal syuting yang padat banget, pasti susah buat luangin waktu. I know."

    Asoka tak sempat menjawab ketika Sebastian melambaikan tangannya untuk memanggil mereka karena syuting akan segera dimulai. Adegan kali ini, Vanila akan ikut ambil bagian. Asoka tak sabar melihat kemampuan akting Vanila yang pastinya akan payah. Asoka benar-benar berjuang untuk bisa sukses seperti sekarang, dari nol. Dan ia benci ketika melihat seseorang bisa mendapatkan segalanya dengan mudah hanya karena ia terlahir dari keluarga kaya.

    Tepat ketika Videlia berbalik dan Vanila hendak berdiri, Asoka memegangi lengan Vanila dan berbisik di telinganya, dengan nada sinis yang tidak ditutup-tutupi. "Gue benci sama orang yang gunain latar belakang keluarganya buat dapatin sesuatu."

    Melihat Vanila yang akhirnya terdiam seperti patung, Asoka meninggalkannya sambil tersenyum puas. Gadis itu pasti tidak berpikir bahwa ia bisa menyembunyikan identitas selamanya, kan?

    ***

    Sementara Asoka menjauh, bulu kuduk Kyra meremang. Untuk perannya sebagai dayang, Kyra harus menyanggul rambutnya ke atas dan berdandan sesimple mungkin. Ketika Asoka berbisik di telinganya tadi, jelas membuat leher Kyra ikutan meremang, dan seluruh tubuhnya bergetar hebat. Kyra bahkan tidak bisa fokus dengan apa yang Asoka bicarakan tadi. Kyra bahkan yakin jika seluruh wajahnya memerah karena malu.

    Astaga. Astaga. Astaga.

    Kyra bahkan tak pernah bermimpi duduk di samping Asoka. Dan cowok itu berbisik di telinganya? Otak Kyra benar-benar blank. Jantung berdebar-debar memukul rongga. Ia lupa dengan apa yang Asoka bisikkan tadi. Bagaimana ini? Bagaimana jika perkataan Asoka adalah sesuatu yang penting? Apa yang harus Kyra lakukan sekarang?

    "Yak! Lo budek ya! Sekarang giliran lo take shoot! Kenapa masih bengong aja, Jubaedah?" Tia berdecak kesal. Tanpa menunggu persetujuan, ia mendorong punggung Kyra agar segera masuk ke dalam lokasi.

    "Tia, rasanya badan gue lemes semua. Gue nggak sanggup buat syuting," Kyra berujar masih setengah sadar. Kakinya seperti bergerak sendiri. "Asoka tadi dekat banget, astaga. Jantung gue beneran bisa meledak abis ini. Tolong, bawain ambulan buat gotong gue."

    "Please Ra, jangan kumat gini dong penyakitnya." Tia berujar dengan nada melas. "Buang dulu jiwa fangirl lo dan berlakulah seperti aktris sungguhan! Oke? Ini adalah kesempatan buat dapet tawaran drama-drama lain yang lebih keren. Jadi jangan gila dulu."

    Kyra sudah hampir sampai. Dan ketika ia melihat mata Asoka yang memandangnya dengan tatapan tajam dan dingin, seketika membuat Kyra membeku di tempat. Asoka... kenapa? Apa yang sudah Kyra perbuat sampai Asoka terlihat begitu tidak menyukainya?

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status