Home / Romansa / My Butler Actor / BAB 6. Ramalan Kakek Dan Dongeng Turun Temurun

Share

BAB 6. Ramalan Kakek Dan Dongeng Turun Temurun

Author: Ainindah
last update Huling Na-update: 2021-04-13 09:52:57

    Asoka tidak bisa berhenti untuk bertanya-tanya dan merasa penasaran setengah mati. Jika Asoka tak menuntaskannya sekarang, nanti malam Asoka pasti tidak akan bisa tidur nyenyak dan terbayang-bayang. Dan itu akan berpengaruh pada performa aktingnya besok pagi. Asoka harus memastikan bahwa kejadian tadi hanyalah imajinasinya semata, atau kebetulan yang tidak disengaja.

    Karena itulah, didorong oleh keinginan implusif, Asoka mendatangi Kyra di parkiran basement dan membawanya pergi. Ia harus bicara pada Kyra agar semuanya jelas.

    Asoka kemudian menyandarkan punggung Kyra di tembok yang berada paling sudut tempat parkir, terlindung oleh bayang-bayang tembok besar dan cahaya yang remang. Asoka tidak bisa meresikokan dirinya tertangkap oleh paparazi sedang berduaan dengan Kyra, atau citranya sebagai aktor papan atas akan tercoreng. Selama ini, Asoka selalu menjadi aktor dengan image baik dan tak pernah terkena skandal pacaran dengan kalangan aktris maupun orang biasa. Asoka adalah dewa penolong yang rajin mendermakan hartanya pada orang-orang miskin.

    "Ad... ada apa?" tanya Kyra akhirnya, buka suara. Nadanya jelas terdengar gugup. Cewek itu kemudian memberanikan diri untuk menatap Asoka. Bola matanya tampak bersinar. "Kak Soka mau bicara apa? Kalau masalah tadi, aku bakal tegasin sekali lagi kalau aku bukan Kyra. Kak Soka salah orang. Wajah kita berdua kebetulan mirip aja. Aku juga sering kok dikira Kyra, padahal aslinya enggak."

    Kyra terkekeh kecil untuk mencairkan suasana, padahal degup jantungnya sudah melompat-lompat kegirangan. Kyra jelas tak pernah membayangkan jika Asoka akan menariknya ke tempat sepi hanya agar mereka bisa berbicara berdua.

    Bukankah, terasa sangat manis? Seperti mini drama yang sering ia tonton di waktu senggang? Kyra tak keberatan terlibat kisah cinta dengan Asoka dan menjalani drama romansa-komedi.

    "Gue harus mastiin sesuatu," kata Asoka tiba-tiba, datar. Kedua tangannya berada dalam saku celana dan matanya memandang Kyra lekat, seolah sedang mengintimidasi. "Coba sekarang lo nyuruh gue berhenti."

    Kening Kyra berkerut dalam. Ia menggeleng tidak paham. "Maksudnya?"

    "Bilang ke gue, berhenti," Kata Asoka, masih mencoba untuk bersikap sabar.

    "Berhenti?" Kyra balik bertanya dengan nada bodoh.

    Asoka mendesah dan melipat kedua tangannya di depan dada. Mata yang biasa bersinar teduh, kini memandang Kyra tajam, menusuk seperti sebilah pisau yang kelewat tajam. Hanya saja, Kyra tak pernah merasa tatapan Asoka menakutkan. "Sekarang, ulangi kata-kata gue, Vanila. Coba bilang; Asoka, berhenti!"

    "Kenapa aku harus bilang begitu?" Kyra memiringkan kepala. Tersenyum tipis, bertingkah seolah Asoka sedang mengajaknya bermain-main. "Dan apa yang mau Kak Asoka pastikan? Aku beneran nggak paham."

    "Kenapa lo nggak nurut aja supaya ini cepat selesai?" Asoka melemparkan tatapan kesal. "Gue janji nggak bakal ngungkapin identitas lo selama lo nurutin gue kali ini."

    Kyra menggeleng keras kepala. "Udah kubilang kalau aku ini Vanila, bukan Kyra."

    Asoka memutar bola matanya dan mengukir senyuman sinis. "Lo kepala batu banget, ya? Lo pikir gue cowok bodoh, yang bisa dibohongin gitu aja? Gue nggak bakalan ngomong tanpa bukti!" Asoka kemudian mengambil ponselnya dari saku celana, menggeser layar untuk menampilkan biodata Kyra yang ia minta dari Fian tempo hari, beserta foto Kyra yang terpampang nyata tak bercela. Asoka kemudian mengarahkan layar ponselnya pada Kyra, agar cewek itu bisa melihatnya dengan jelas. "Lihat? Ini adalah bukti valid kalau lo adalah Patibrata."

    Mata Kyra seketika membulat terkejut, didera rasa panik. Kenapa, Asoka bisa tahu soal ini? Padahal, Kyra sudah berusaha sekuat tenaga untuk menutupi identitasnya. Ia bahkan sudah membayar orang untuk menghapus semua artikel yang yang membahas namanya sebagai putri kedua Patibrata.

    "Tolong, jangan kasih tahu orang-orang soal ini." Kyra menenagkupkan kedua tangannya, memohon. Matanya sudah berkaca-kaca. "Aku nggak mau orang-orang tahu dan deketin aku hanya karena aku adalah Patibrata. Aku nggak mau dikelilingi sama orang-orang munafik yang cuma mau manfaatin aku doang."

    Asoka tanpa sadar mengangguk dan berujar, seolah lidahnya bergerak sendiri. "Gue nggak akan kasih tahu sama siapa pun. Rahasia ini, hanya kita berdua yang tahu."

    Asoka mengerjab, matanya sejenak kehilangan orientasi. Padahal bukan kalimat tadi yang ingin Asoka ucapkan. Asoka justru ingin mengolok-olok Kyra dan menyebutkan jika Kyra-lah yang munafik dengan berpura-pura menyembuyikan identitas. Tetapi, kenapa justru yang keluar adalah kalimat itu? Asoka... benar-benar tidak mengerti.

    Sementara itu, senyum Kyra seketika melebar. Dan ia menahan diri untuk tidak menghambur ke pelukan Asoka. Kyra tentu masih punya rasa malu dan harga diri. Ia dan Asoka, hubungan mereka bahkan tidak bisa dikatakan sebagai teman. "Baiklah. Kalau begitu, aku bakal nurutin maunya Kak Soka. Cuma bilang berhenti aja kan?" Kyra tersenyum lagi. Matanya semakin menyipit ketika ia tersenyum kian lebar. "Kak Soka, berhenti!"

    Asoka mendesah dan menyugar rambutnya, kemudian menggerakkan kaki dan berjalan di depan Kyra. Tidak terjadi apa-apa. Asoka bisa dengan bebas menggerakkan kakinya. Ia bahkan melompat-lompat untuk memastikan. Asoka bisa bergerak meski Kyra bilang tidak. Bukankah, dengan begini, Asoka bisa memastikan bahwa yang tadi hanya kebetulan?

    Namun, kenapa Asoka justru semakin gelisah? Kenapa tadi dia iyakan saja saat Kyra memintanya untuk merahasiakan identitas meski bertentangan dengan kehendaknya? Apa yang salah dengan Asoka? Apa ia perlu konsultasi dengan psikiater?

   "Kak Soka kenapa?" Kyra bertanya ketika melihat Asoka yang hanya diam saja.

    "Udah lah, gue mau pulang," Asoka mengibaskan tangan dan berbalik. Ia memutuskan untuk tidak lagi memikirkan keanehan yang menimpanya akibat ucapan Kyra. Asoka harus menjaga kesehatan mentalnya supaya tidak stres.

    Tapi kemudian,

    Asoka teringat dengan perkataan kakek,

    Tentang kutukan pelayan yang menimpa keluarga Bagaskara yang sudah turun-temurun selama ribuan tahun lamanya. Kutukan itu hanya akan menimpa keturunan yang mempunyai kualifikasi seorang pelayan, dan hanya muncul setiap seratus tahun sekali. Karena saking lamanya, tidak ada yang tahu pasti, pada siapa 'pelayan terpilih' ini akan mengabdi. Kata kakek, Asoka adalah anak yang lahir setelah seratus tahun kutukan itu bersembunyi. Asoka memiliki tanda-tandanya.

    Asoka tertawa kencang.

    Mana mungkin, takhayul masih mempan sampai sekarang? Indonesia sudah menjadi negara maju! Bukan lagi negara berkembang yang warganya masih ada yang buang air besar di empang. Iya kan?

    ****

    Asoka memasuki apartemennya, langsung menuju kamar untuk beristirahat. Persetan tentang apa yang terjadi hari ini. Asoka lelah sekali sampai rasanya mau mati. Hanya saja, rupanya takdir memilih saat yang paling tepat untuk mengganggu waktu istirahatnya.

    Asoka nyaris terjengkang ke belakang saat melihat kakeknya, duduk bersila di atas ranjang, dengan kedua tangan ditaruh di atas lutut, bagai pertapa hebat yang sedang bersemedi. Matanya juga terpejam erat. Sementara itu, aroma bunga melati segar dan dupa seketika menyeruak di selikeliling ruangan, membuat Asoka menyeritkan hidungnya menahan mual.

    Kenapa, kakek harus kumat penyakitnya hari ini? Kenapa kakek datang tiba-tiba dan mengganggu ketentraman jiwa Asoka?

    Asoka, benar-benar tidak berselera mendengar ucapan kakek jika sedang dalam mode 'paranaormal' seperti sekarang. Lebih banyak ngaco ketimbang benernya.

    Mata kakek tiba-tiba terbuka dan bersibobrok dengan mata Asoka yang lelah. Kakek langsung menyelesaikan semedinya dengan menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Ia kemudian turun dari ranjang dan menatap Asoka dalam, "Kakek tahu kalau kamu sudah bertemu dengan 'Yang Mulia dalam ramalan'."

    Asoka mengibaskan tangannya tak acuh. Sepertinya, malam ini Asoka terpaksa tidur di sofa dan menyewa jasa cleaning service untuk membersihkan ranjangnya besok pagi. Asoka benar-benar tidak tahan dengan bau melati.

   "Asoka capek, mau mandi terus tidur," balas Asoka, hendak memasuki kamar mandi. Tetapi lengan tua kakek menahannya.

    "Kamu pasti sudah bertemu dengannya. Wanita itu. Wanita yang sudah kakek ramalkan sejak kamu kelas satu SD," kata Kakek kemudian, nadanya terdengar begitu serius.

    Asoka mendengus, menahan untuk tidak menyemburkan tawanya dan membuat Kakek tersinggung. Ia kemudian menyingkirkan tangan keriput Kakek dari atas bahunya perlahan. Asoka menghormati dan menyayangi Kakek lebih dari apapun, jadi ia tak bisa membentak atau memarahi Kakek. Namun, akal sehat Asoka juga tidak bisa mempercayainya begitu saja. Sihir, kekuatan supranatural dan kutukan, hanya ada dalam drama saja.

    "Udah kubilang kalau ramalan kakek untuk yang satu ini tidak tepat," balas Asoka datar. "Mending kakek sekarang pulang. Biar dianterin sama Fian. Aku beneran lelah hari ini."

    "Kamu adalah keturunan ke seratus tahun, Asoka," kata Kakek, nadanya memperingati, masih belum juga mau melepaskan Asoka. "Sudah takdirmu untuk menjadi pelayan. Kamu tidak akan bisa terus-menerus menghindar dari kutukan itu. Jangan berbuat sesuatu yang akan merugikan dirimu sendiri, Asoka."

    Asoka mengabaikan Kakek dan memasuki kamar mandinya dengan membanting pintu. Seharian ini, Asoka sudah dibuat kebingungan dengan Kyra, lelah dengan jadwal syuting yang padat, dan hari ini, Kakek ikut-ikutan menambah bebannya. Asoka ingin mengabaikan semuanya. Ia tidak akan percaya dengan takhayul atau apapun itu, sialan!

    Mana mungkin, aktor papan atas seperti dirinya ditakdirkan untuk menjadi seorang pelayan? Yang benar saja. Asoka lebih memilih mati daripada harus memenuhi takdir sialan itu! 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • My Butler Actor    EPILOG

    Kyra tersenyum jail. Dia memiringkan kepala untuk memandang Asoka yang sedang mengalihkan tatapan sambil menutup sisi wajahnya dengan bantal. Wajah Asoka tampak memerah, berulang kali berusaha untuk menghindari Kyra.Sebelumnya, biar Kyra yang bercerita tentang apa yang terjadi dua jam lalu.Kyra sedang dalam perjalanan ke kantor KP Ent saat tas-nya dijambret. Semua barang-barang pribadi Kyra ada di dalam tas, mulai dari kunci mobil, KTP hingga ponsel. Tentu saja Kyra sudah melapor ke kantor polisi. Tapi karena rapat ini sangat penting, jadi Kyra menunda untuk melaporkannya dan menunggu saat pulang.Rupanya, rapat tidak berjalan terlalu baik dan Kyra baru bisa meninggalkan kantor pukul sembilan malam. Kyra sempat meminta bantuan Ayah untuk memblokir kartu kredit-nya, sehingga

  • My Butler Actor    BAB 76. Akhir dari Segalanya

    Kyra terbangun di pagi harinya dan menemukan dirinya sudah berada di atas ranjang. Saat kesadaran Kyra mulai kembali, dia baru menyadari jika semalam Asoka datang berkunjung dan masuk ke dalam apartemennya. Mereka nonton TV bersama di ruang keluarga, lalu setelah itu, Kyra sudah kehilangan kesadaran.Astaga, Kyra malu sekali!Bisa-bisanya, dia tertidur di sebelah Asoka dengan begitu santainya. Asoka pasti akan marah-marah begitu mereka bertemu nanti. Bahkan sampai sekarang pun, Kyra tak tahu alasan sebenarnya Asoka masuk ke dalam apartemen. Padahal sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu...Melihat jam yang sudah menunjukkan pukul delapan di atas nakas, Kyra buru-buru bangkit dari kasurnya untuk menuju dapur. Kyra lapar sekali. Kalau tidak salah, dia masih memiliki roti tawar

  • My Butler Actor    BAB 75. Cinta Yang Hadir Diam-diam

    Nuansa dingin kali ini sama persis ketika mereka berdua kembali ke apartemen Asoka setelah berlibur dua bulan di luar negeri. Asoka sama sekali tidak menyentuh masakan buatan Kyra dan memilih untuk memesan makanan sendiri, atau pergi ke restoran bawah untuk makan.Asoka benar-benar mengabaikan Kyra sepenuhnya.Dia menganggap jika liburan mereka selama dua bulan, atau kedekatan mereka di rumah sakit tiga minggu lalu sama sekali tidak memiliki arti apapun baginya. Dia membuat Kyra terbang tinggi, kemudian menjatuhkannya menjadi serpihan debu yang tak berguna.Bukanka

  • My Butler Actor    BAB 74. Tidak Memiliki Masa Depan

    Asoka tak menyangka jika Kyra akan begitu peduli dan telaten mengurus Asoka di rumah sakit. Gadis itu membelikan semua makanan yang diinginkan Asoka, membersihkan bekas piringnya, memotong buah, menyuapi Asoka hingga membantunya berganti baju dan pergi ke kamar mandi. Semua itu Kyra lakukan tanpa mengeluh sedikit pun. Senyum Kyra bahkan selalu terlukis manis, dan dia membuat hari-hari Asoka berubah menyenangkan dengan menceritakan beberapa kisah, membacakan berita terbaru, hingga menggosipkan Bianca yang tak kunjung jadian dengan atasannya padahal sudah beberapa kali tidur bareng

  • My Butler Actor    BAB 73. Sakit

    Asoka mendadak penasaran.Bagaimana jika cara menghilangkan kutukan itu adalah untuk dengan menghamili Kyra? Jika memang benar, Asoka tak akan sanggup melakukannya. Jika ada anak di antara mereka, maka Asoka harus menghabiskan lebih banyak waktu dengan Kyra dan melewati batas kontak dua tahun. Belum lagi jika bercerai nanti, hak asuh kemungkinan besar jatuh ke tangan Kyra. Mana mungkin, Asoka bisa membuang anaknya sendiri? Atau membiarkannya mempunyai orangtua broken home dan memiliki mental yang buruk?Hanya dengan membayangkannya saja Asoka tidak bisa.Mungkin Asoka bisa menyerahkan masalah kutukan ini pada keturunan Bagaskara selanjutnya.Namun, Asoka sudah sampai sejauh ini. Dia tidak boleh menyerah sebelum berusaha kan?Asoka bingung sekali. Tiba-tiba dia berpikir jik

  • My Butler Actor    BAB 72. Secantik Matahari Pagi

    “Sore-sore ngeteh sambil makan pisang sama ketela goreng emang juara banget sih.” Kyra mencomot pisang ke-tiganya dengan lahap. Bibir Kyra sudah penuh minyak, tetapi dia tak peduli dan masih mengunyah camilan sorenya dengan lahap. “Apalagi udaranya sejuk banget. Kayaknya aku bakal betah tinggal di sini lama-lama.”“Tinggal di sini aja, Kak. Sama aku. Kamarnya Kak Soka ngaggur tuh, sampe dibuat tempat tinggal laba-laba sama kecoak.” Adrian membalas dengan nada riang. Begitu pula dengan senyumnya yang terlukis lebar. “Aku pasti bakalan seneng banget ada yang nemenin. Apalagi Kak Kyra cantik banget. Jadi enggak bosen kalau dilihatin lama-lama. Nanti aku ajak main-main ke sawah, sungai, air terjun sama puncak gunung deh.”Kyra terkekeh. Dia menatap Adrian dengan matanya yang menyipit. “Kedengerannya seru banget. Kalau mau ke puncak

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status