Share

BAB 7. Sahabat Masa Lalu

    Hal yang paling Kyra inginkan di dunia ini, adalah dekat dengan Asoka. Segala hal tentang Asoka selalu membuat hati Kyra berdebar keras. Bahkan kamarnya yang berada di mansion keluarga Patibrata, dipenuhi oleh foto-foto Asoka dalam berbagai pose. Berkali-kali Ayah memarahi dan menganggap Kyra gila. Ayah juga menyuruh orang melepaskan segala atribut tentang Asoka di dinding-dinding kamarnya, tetapi sebanyak itu pula Kyra menempelkannya kembali, sampai Ayah akhirnya menyerah. Ya, Kyra memang segila itu jika menyangkut Asoka. Ia bahkan rela melakukan apapun demi bisa disapa cowok itu.

    Tinggal di apartemen Bianca, tentu saja Kyra sudah menempelkan foto Asoka, mulai dari dinding-dinding kamar hingga perabotan. Bianca belum pernah masuk ke kamar ini, jadi, Kyra tak perlu khawatir cewek itu akan marah.

    Kyra tersenyum tipis saat melihat foto yang ia beri bingkai cantik. Foto itu Kyra dapatkan saat ia menghadiri jumpa fans Asoka dan dapat kesempatan untuk berfoto berdua dengan idolanya. Berdekatan dengan Asoka membuat Kyra bisa menghindu aroma Asoka yang maskulin. Kyra bahkan tak mencuci bajunya selama satu minggu karena aroma Asoka menempel di sana. Tidakkah, Kyra memang sudah gila?

    Satu hal yang Kyra syukuri terlahir sebagai Patibrata adalah, Kyra bisa mendapatkan uang dengan mudah untuk membeli tiket eksklusif jumpa fans Asoka, atau menghadiri gala premier film terbaru Asoka dengan koneksinya sebagai Patibrata. Kyra menyadari bahwa dirinya terlahir sebagai tuan putri. Hanya saja, karena ia adalah Patibrata, Ayah menentang keras mimpinya untuk menjadi aktris. Karena itulah Kyra berusaha mati-matian dan menanggalkan nama Patibrata di pundaknya.

    Hari ini, Kyra sudah siap berangkat syuting. Perasaannya luar biasa ceria dan bahagia. Kejadian di parkiran bersama Asoka masih terbayang-bayang di kepala Kyra. Apalagi, Asoka sempat memegang dan menarik tangannya! Astaga, pipi Kyra merona lagi.

    "Lo mau ke mana pagi-pagi gini?" Bianca bertanya saat melihat Kyra yang sedang sarapan dengan lahap di dapur apartemennya. Cewek itu sudah siap dengan dress selutut berwarna pastel, rambutnya digerai dan diberi kesan bergelombang di bagian ujungnya. "Lo dandan dari jam berapa, Juleha? Subuh?"

    Kyra tersenyum polos. Tangannya terangkat membentuk angka empat. Kemudian melanjutkan menyuap roti isi selai kacang kesukaannya.

    Bianca geleng-geleng kepala dan mengambil kotak susu dari dalam kulkas. Sudah Bianca duga kalau Kyra akan semakin gila jika mendapat jatah syuting dengan pujaan hatinya. "Emangnya lo syuting jam berapa?"

    "Jam satu siang," balas Kyra tenang. "Untuk pertama kalinya, gue mau ke lokasi pakai MRT."

    Bianca nyaris menyemburkan minumannya. Ia menatap Kyra dengan mata melotot. "Dasar gila. Lagi kesambet setan apa sih? Nggak takut nyasar lo?"

    "Maka dari itu, gue berangkat pagi-pagi," kata Kyra semangat. "Biar nggak telat kalau harus nyasar dulu."

    "Kenapa nggak minta anter Tia aja? Hah? Udah tugasnya buat nemenin lo ke mana-mana." Bianca berkacak pinggang dan menatap Kyra serius. Bianca masih ingat saat terakhir kali Kyra berangkat sendirian ke bandara, dia ketinggalan pesawat karena salah masuk gate. Naik MRT bagi Kyra sama dengan mencari mati.

  "Tia lagi sakit. Dia demam, flu, batuk, dan suaranya kayak kodok," balas Kyra santai. Ia kemudian mengunyah suapan terakhir roti isinya, kemudian berdiri dan menepuk-nepuk pundak Bianca menenangkan. "Gue bisa sendiri kok. Nggak usah khawatir."

    "Mending lo naik taksi aja," kata Bianca akhirnya. Ia berniat kembali ke kamarnya untuk mengambil ponsel. "Gue pesenin dan gue bayarin."

    Kyra menggeleng. "Nggak perlu, Bi. Ini emang kemauan gue sendiri buat naik MRT. Gue pengin nyoba sesuatu yang baru. Siapa tahu aja ada yang kenal sama gue dan ngajakin foto sama minta tanda tangan." Kyra mengedipkan mata jail. "Dah. Gue pergi dulu."

    Kyra tak memberi Bianca kesempatan untuk protes lagi, karena ia buru-buru menyambar tasnya dan berlari keluar apartemen. Hari ini, Kyra sengaja berangkat pagi meski syutingnya masih nanti siang. Kyra ingin melihat Asoka syuting dan merekamnya diam-diam. Kesempatan seperti ini, Kyra tak yakin bisa mendapatkannya lagi suatu hari nanti. Maka dari itu, Kyra akan memanfaatkan momen ini sebaik mungkin. Senyum Kyra cerah ketika ia memencet tombol lift. Asoka! Kita akan segera bertemu! Tunggu, ya!

    ****

    Perkataan Kakek semalam masih terngiang-ngiang di kepala Asoka. Tentang kutukan sialan itu. Asoka sudah berusaha sekuat tenaga untuk menyingkirkannya, tetapi malah semakin melekat seperti lem di otaknya. Mau tak mau, kejadian aneh kemarin yang ia alami dengan Kyra membuat pikiran Asoka tidak fokus. Bagaimana, jika ia mencoba membuktikannya sekali lagi?

    Asoka mengerjabkan mata dan tersentak saat Fian menepuk pundaknya keras. Asoka melotot pada Fian. "Apaan?"

    "Ngelamun, ya? Nggak denger dari tadi dipanggil sama Pak Bas?" balas Fian, matanya melirik ke arah Sebastian yang sudah melambaikan tangan di seberang sana, meminta Asoka agar bersiap untuk syuting.

    Asoka menghela napas panjang dan bangkit dari posisinya. Tepat ketika Asoka hendak memasuki lokasi, ia melihat Kyra yang sedang memasuki pintu dengan langkah serampangan. Ia nyaris terjengkang karena terlalu bersemangat, tetapi seseorang di belakang punggungnya menahan lengan Kyra. Mereka saling pandang dan bertukar senyum.

    Wah. Sungguh pemandangan pagi hari yang mengejutkan. Tanpa sadar, langkah Asoka membawanya ke tempat Kyra dan mengabaikan panggilan Sebastian. Barulah ketika jaraknya tersisa dua langkah dari Kyra, Asoka mematung dan tersadar dengan ketololannya. Sihir apa yang menarik kaki Asoka hingga ia berjalan mendekati Kyra?

    "Eh, Kak Soka!" Kyra menyapa kelewat ramah. Senyumnya terlukis sangat lebar hingga menampilkan lekukan kecil di ujung bibirnya. "Syutingnya udah mulai belum? Aku sengaja datang lebih pagi biar bisa liat Kak So--" Kyra menutup mulutnya dengan tengan. Hampir saja ia mempermalukan dirinya sendiri di depan Asoka. "Maksudku, liat syuting kalian supaya aku bisa lebih belajar mendalami peran." Kyra terkekeh kecil.

    "Gue nggak nanya," balas Asoka dingin. Ia kemudian melihat Demian, pemeran pendukung yang hari ini ada take adegan dengannya. Ia kemudian melambaikan tangan. "Demian! Sini!"

    Dengan begitu, Asoka bisa meninggalkan Kyra tanpa menjelaskan alasan kenapa ia harus mendekati Kyra secara tiba-tiba, tanpa tujuan. Atau jangan-jangan, Kyra adalah majikan yang diramalkan Kakek? Seseorang yang harus Asoka layani dengan senang hati?

    Asoka terkekeh keras, menyangkal sekuat tenaga. Yang benar saja!

    ****

    Kyra bisa sampai di lokasi syuting tanpa harus nyasar dan bertanya sana-sini berkat bantuan Kendra, teman Kyra yang dulunya pernah satu kelas belajar akting. Dan kebetulan juga Kendra juga ikut syuting di drama Roro Jonggrang ini sebagai prajurit setia Bandung Bondowoso yang diperankan Asoka. Dibanding Kyra, peran Kendra lebih banyak memungkinkannya bertemu dengan Asoka dalam adegan dibandingkan peran Kyra, membuat Kyra iri setengah mati.

    "Masih suka sama Asoka?" tanya Kendra saat melihat punggung Asoka yang perlahan menjauh. Ia kemudian menatap Kyra lagi. "Lo udah ngidolain dia sejak jaman dia masih jadi model kan?"

    Kyra mengangguk antusias. Matanya tak lepas memandangi Asoka. "Iya. Dari dulu sampai sekarang, cuma Asoka satu-satunya idola gue."

    "Wah. Parah. Berartil ucky banget dong ya, bisa satu frame sama Asoka?" Kendra tersenyum manis dan merangkul pundak Kyra. "Terus kayaknya kalian udah deket banget. Rahasianya apa nih?"

    Pipi Kyra seketika merona karena ditanya seperti itu. Ditatapnya Kendra sambil tersenyum lugu. "Mungkin karena kita jodoh?" Kyra menangkupkan kedua tangannya di dagu. "Tuhan baik banget karena ngabulin doa yang gue panjatin setiap hari."

    Kendra tersenyum dan mengacak puncak kepala Kyra pelan. "Terus rencananya lo mau ngapain habis ini?"

    "Ngekorin Asoka kayak anak ayam," balas Kyra polos. "Lo mulai syuting jam berapa?"

    "Abis Asoka take adegannya sama Demian dan Videlia," balas Kendra. "Mau lihat?"

    Kyra mengangguk antusias. Matanya berbinar-binar seperti habis menang lotre. "Tentu saja. Gue juga kangen bisa liat lo akting kayak dulu lagi."

    "Gue masih belum berubah, kok." Kendra mengedipkan mata. Senyumnya terlukis tulus dan manis. "Masih kayak dulu."

    "Kata siapa masih belum berubah?" Kyra menyeringai dan meninju lengan berotot Kendra main-main. "Lo jadi lebih tinggi dan kekar sekarang. Rajin nge-gym ya?"

    Kendra terkekeh kecil sambil mengusap tengkuk. Telinganya memerah malu. "Biasalah. Tuntutan pekerjaan."

    Seseorang dari arah ruang make up melambaikan tangan pada Kendra, seperti memberikan kode agar Kendra segera masuk karena giliran syutingnya akan segera dimulai. Kendra mengangguk singkat dan menatap Kyra dengan pandangan bersalah, "Gue harus ganti kostum dulu."

    "Yaudah sana." Kyra mengibaskan tangannya tanda mengusir. "Gue juga mau videoin Asoka kok. Bye, Kendra jelek." 

    Kendra melotot, tapi Kyra hanya memeletkan lidah dan berlari riang meninggalkannya. Kendra cuma bisa geleng-geleng kepala melihat punggung mungil Kyra. Dari dulu sampai sekarang, sifat Kyra tidak berubah. Masih saja ceria dan apa adanya, tidak terlihat sama sekali bahwa dia juga merupakan keturunan Patibrata. Ya, cuma Kendra yang mendapat penghargaan dari Kyra dengan menjaga rahasianya. Dan kenyataan itu mau tak mau membuat Kendra mundur perlahan untuk mendapatkan hati Kyra. Latar belakang keluarga mereka, tidak akan pernah bisa sebanding.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status