Share

2

KAVALERI

Aku melihat jam tanganku, jam tangan bermerk pemberian mantan terkasihku. Aku mendesah, aku ingin menghubungi dia. Ingin bertanya apakah dia baik-baik saja, apa dia tidak lupa untuk makan siang dan meminum obatnya. Aku ingin sekali bertemu dengannya. Aku sangat sangat merindukannya. Merindukan ocehan dan gertakannya ketika aku selalu terlambat menjemputnya.

“Kav, kita take off 15 menit lagi. Jangan lupa ya file cuaca sama file passenger kamu yang bawa.” Capt. Isman membuyarkan lamunanku.

“Siap Capt, udah saya bawa." Aku berdiri sambil menyeruput ice tea-ku, dan mataku mengevaluasi keadaan di bandara ini. "Ramai sekali, padahal kan ini bukan musim liburan." batinku.

Saat aku sampai di waiting room passenger, aku menangkap sesosok wanita yang sangat aku kenal, sedang berjalan menuju garbarata. Dia nampak anggun dengan balutan dress berwarna hitam dan dipadukan dengan sepatu Nike-nya. Aku sangat mengenalnya. Aku ingin berlari ke arahnya, tapi Capt. Isman memanggilku dari belakang.

“Kav, kita akan bawa A320, destinasi Singapur dan jumlah passenger ada 245 orang. Menurut smartphone saya sih cuaca cukup cerah. Tapi agak berawan sih jadi kita harus hati-hati nih Kav.” Untuk pertama kalinya, aku bosan mendengarkan ocehan Capt. Isman yang sedang menjelaskan penerbangan yang akan aku bawa. Pandanganku tidak terlepas dari Gadis yang sedang menyapa pramugari yang ada di pintu masuk pesawat.

“Kamu nggak berubah, sayang. Masih cantik, masih anggun, dan masih seperti dulu.” batinku.

☺☺☺

GADIS

Aku membanting pantatku ke kursi super empuk pesawat ini. Mataku mulai pedas karena aku lupa tidak memakai kacamata. Aku mencoba mencari iPhone-ku dan menghubungi Ibu.

“Halo nak, ada apa?” sapa suara yang sangat aku rindukan.

“Bu ini Gadis udah ada di pesawat, doain biar selamat sampai tujuan ya Bu. Doain juga semoga urusan Gadis di sana lancar.”

“Iya nak iya, pasti Ibu sama Bapak doakan anak bungsu Ibu ini.” suaranya sangat halus. Ibu dan Bapak memang tidak tinggal di Jakarta. Mereka tinggal di Bali dan itu semua adalah ideku. Aku pikir mereka harus menikmati masa-masa tua mereka dengan hidup penuh keindahan dan pesona Pulau Dewata.

“Kamu kapan kunjungin Bapak sama Ibu ke Bali?” Suara di seberang berubah berat dan membuyarkan lamunanku. Bapak. “Tunggu dulu ya Pak, Gadis masih belum ada waktu longgar. Bulan ini sama bulan depan masih ada tender yang harus Gadis tangani. Tapi, Gadis janji bakal usahain main ke Bali.” Aku tersenyum seolah-olah Bapak bisa melihatku.

“Kavaleri baik-baik aja kan Dis? Kamu ke Singapur nggak sama dia toh?” Aku lupa memberi tahu Bapak-Ibu jika antara aku dan Kava sudah tidak ada apa-apa. “Dis? Halo?” Bapak memanggilku. “Halo Pak? Ini aku udah mau take off nih, matiin dulu ya Pak. Nanti kalo udah di Singapur aku skype. Dah Bapak, jaga kesehatan ya Pak! Ibu juga!”

Aku menghela nafas lega. Valerie yang sedari tadi duduk di sampingku ternyata berusaha menguping pembicaraan di telefon.

So, lu nggak cerita bokap nyokap?" Aku menggeleng lemah dan membuang nafasku kasar. “Kenapa? Gue yakin mereka bisa nerima.” yakinnya. Aku memandangnya gusar. “Bukan masalah menerima atau enggaknga Val, tapi Kava bilang ke Kak Celine cuti selanjutnya dia mau main ke Bali. Gue juga nggak bisa ngelarang dia, dia nggak ngehubungin gue sama sekali. Malahan dia telfon Kak Celine. Kalaupun gue bilang ke bokap nyokap masalah putus, i think it's okay for them. Tapi kalo gue ketahuan ngelarang Kava main, habis deh gue.”

Valerie tersenyum geli. Dia menatap ke layar iPad-nya dan mengusapnya lembut. “Yaudah deh, terserah lu aja. Lu tidur gih mata lu merah tuh.”

Benar juga, aku merasakan bahwa mataku mulai sangat perih. Aku mencoba memejamkan mataku dan sayup-sayup aku mendengar speaker pesawat berbunyi.

“Para penumpang yang terhormat, selamat datang di penerbangan Garuda Indonesia GA-217 dengan tujuan Singapura. Penerbangan ke Singapura akan kita tempuh dalam waktu kurang lebih 1 jam dan 30 menit, dengan ketinggian jelajah 32.000 kaki di atas permukaan air laut. Perlu kami sampaikan bahwa penerbangan Garuda Indonesia ini adalah tanpa asap rokok, sebelum lepas landas kami persilahkan kepada anda untuk menegakkan sandaran kursi, menutup dan mengunci meja-meja kecil yang masih terbuka dihadapan anda, mengencangkan sabuk pengaman, dan membuka penutup jendela. Atas nama Garuda Indonesia, Kapten Isman dan Ko-kapten Kavaleri beserta seluruh awak pesawat yang bertugas mengucapkan selamat menikmati penerbangan ini, dan terima kasih atas pilihan anda untuk terbang bersama Garuda Indonesia.”

Aku membuka mataku kembali, dengan gerakan kilat dan nafasku tercekat di pangkal leher. "Siapa? Apakah gue salah denger?" batinku meronta. Aku menatap Valerie dan dia juga sedang menatapku.

“Nama Kavaleri di Garuda ada berapa orang Dis?” tanyanya tak percaya.

Idunno, tapi gue yakin, ini Kavaleri Saga! Kavaleri gue Val, yang diambil orang!”

Aku merasakan tubuhnya mulai panas dingin. Aku tak tahu harus bagaimana nanti jika Kavaleri mendapati namaku ada di manifes penumpang. Rasa kantuk dan pedasnya mataku sudah tidak bisa kurasakan lagi sekarang.

“Nggak mungkin kan Val kalo Kava bakal ngecekin satu per satu nama penumpang?” tanyaku kepada Valerie yang sama cengohnya denganku saat ini.

Valerie hanya menggeleng. Perasaanku tambah gusar. Aku memanggil salah satu pramugari untuk menanyakan kepastian apakah seorang pilot melihat daftar penumpang yang ada di pesawatnya. Pramugari itu tampak heran dengan pertanyaan bodohku itu.

“Saya juga kurang tahu Bu, situasional kalau masalah melihat dan mengecek manifes penumpang. Apakah ada kesalahan pada data yang Ibu input?” tanya pramugari itu dengan sedikit curiga. Mungkin dia berpikir aku adalah seorang yang berbahaya dan memalsukan identitasku.

“Oh, nggak mbak… Gini, anu, mmm…” kegaguanku membuat pramugari dengan name tag Sarah ini semakin memandangku curiga.

“Kopilotnya mantan dia mbak!” celetuk Valerie yang gemas ketika aku tak bisa mengatakan apa yang ada di ujung lidahku. Aku melotot ke Valerie dan menjitak kepalanya.

Setelah mendengar penjelasan Valerie, pramugari itu tersenyum jahil memandangku dan berusaha untuk menyembunyikan rasa gelinya.

“Mbak, maaf ya ini temenku nggak punya akhlak soalnya.”

Pramugari itu masih tersenyum, “Nggak papa Bu, saya maklum kok…”

Aku bingung harus bersikap bagaimana di depan pramugari ini. “Mbak, jangan bilang ke Kavaleri ya kalau ada mantannya duduk di kelas bisnis. Mohon banget mbak, bisa kan?” aku berusaha untuk bernegosiasi pada pramugari cantik di hadapanku.

Mungkin aku terlihat bodoh karena permintaanku itu. Tapi aku benar-benar takut jika pramugari ini tidak bisa dipercaya dan membocorkan keberadaanku di pesawat ini.

“Iya Bu, tenang… Kenyamanan dan privasi penumpang akan kami jaga sepenuh hati…”

Syukurlah! Jawaban itu sangat melegakan bagi hatiku sekaligus membuatku menanggung malu! Di sisa perjalanan, aku tak bisa tidur. Aku takut jika Kava keluar dari kokpit dan melihatku ada di penumpang kelas bisnis. Aku bersusah payah menahan kantukku untuk melihat situasi tetap aman dan aku bisa keluar pesawat dengan tenang. Semoga saja Kavaleri tidak pernah melihat namaku di manifes penumpangnya. Semoga saja!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status