Share

CHAPTER 2

Author: MarniHL
last update Last Updated: 2025-01-10 22:08:53

Arin menghela napas lega ketika selesai menata semua makanan di meja. Tadi Arin pulang lebih cepat dari restauran karena dia harus mempersiapkan makan malam. Malam ini keluarganya dan juga keluarga Bagas akan makan malam bersama di rumah. Sudah menjadi kebiasaan semenjak mereka menikah kalau mereka harus berkumpul setidaknya sebulan sekali. Dan kali ini tempat berkumpulnya adalah di rumah Bagas dan juga Arin.

Karena sudah selesai, Arin pun pergi mandi sebelum keluarganya datang. Tak butuh waktu lama untuk Arin selesai mandi.

Arin menatap layar ponselnya. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, tapi Bagas belum juga pulang. Padahal Bagas sudah tahu kalau hari ini mereka akan makan malam bersama keluarga. Sebelum mandi tadi Arin sudah menghubungi Bagas untuk mengingatkan, tapi tidak ada balasan darinya.

"Coba telfon deh." Arin pun menelepon Bagas, namun tidak diangkat.

Ketika sedang sibuk dengan ponselnya, terdengar bel rumah berbunyi.

"Sebentar." Arin segera pergi untuk membuka pintu.

Arin tersenyum lebar menyambut kedatangan keluarganya dan juga keluarga Bagas.

"Sayang." Arin menyalim tangan mereka kemudian memeluk kedua orangtuanya.

"Gak meluk gue, kak?" tanya Aaron yang merupakan adik satu-satunya Arin.

"Ogah!"

"Aku gak dipeluk, kak?" Kini giliran Safira, adik Bagas yang bertanya.

"Kalau kamu boleh dong." Arin segera memeluk Safira membuatnya tersenyum.

"Parah banget, giliran Safira aja dibaik-baikin," cibir Aaron.

"Ayo masuk dulu." Arin mengajak mereka semua masuk.

***

"Wah, masakannya banyak banget, Rin. Ini semua kamu yang masak?" tanya Karina yang merupakan ibunya Bagas.

"Iya, bun. Aku yang masak semuanya. Tadi sengaja pulang cepat biar bisa siapin."

"Hebat banget anak bunda."

"Dari tampilannya aja udah keliatan enak," ucap Beni memuji.

"Ayah bisa aja." Arin tersenyum simpul.

"Gak heran, mamanya aja jago masak."

Rika, ibunya Arin tersenyum sipu. "Ah, kamu, Na, bisa aja."

"Ngomong-ngomong, Bagas di mana? Kok gak keliatan?" Hery, ayah Arin bertanya sembari mengedarkan pandangannya mencari sosok Bagas.

"Belum pulang, pa. Mungkin bentar lagi."

"Bagas tuh kebiasaan. Udah tahu malam ini kita mau kumpul-kumpul malah mentingin kerjaan. Mau ketemu dia aja susah banget," dumel Karina.

"Bun, kamu harus ngertiin Bagas juga dong. Perusahaan kan akhir-akhir ini sibuk karena mau buka cabang baru. Pasti Bagas sibuk," ujar Beni.

"Iya bun, paling bentar lagi juga mas Bagas balik." Safira menimpali.

Mereka pun menunggu Bagas hingga kurang lebih satu jam, namun yang ditunggu-tunggu tidak kunjung datang.

"Bagas belum datang juga. Mana ditelfon gak diangkat lagi."

"Gimana kalau kita makan duluan aja. Sambil nunggu Bagas." Beni memberi saran.

"Ya udah, kita makan dulu aja."

***

Bagas sampai di rumah sekitar jam sebelas malam. Ketika dia tiba, keadaan rumah tampak sepi. Apa mungkin makan malam keluarga sudah selesai? Karena mendengar suara di dapur, Bagas pun pergi untuk memeriksa. Ternyata Arin sedang mencuci piring.

"Baru pulang?"

Bagas mengangguk. "Tadi masih meeting."

"Kamu ingat kalau hari ini ada makan malam bareng keluarga?"

"Ingat."

"Bagus kalau kamu ingat. Setidaknya kamu gak lupa. Aku tadi sempat telfon kamu, tapi gak diangkat."

Selesai mencuci piring, Arin hendak pergi ke kamar namun baru beberapa langkah dia berhenti karena ucapan Bagas.

"Maaf."

Arin membalikkan badan. "Gak perlu minta maaf sama aku. Kamu bisa minta maaf ke ayah, bunda, papa, mama, Safira, sama Aaron karena mereka nungguin kamu berjam-jam. Oh iya, kalau kamu laper lauknya aku taruh di lemari kamu bisa makan. Itupun kalau kamu mau makan." Setelah berucap demikian Arin pun pergi ke kamar.

Rasa bersalah menyelimuti diri Bagas. Sebenarnya Bagas ingat kalau akan ada makan malam bersama di rumah, tapi karena rapat yang berlangsung lama membuat Bagas seketika lupa dengan semuanya.

***

"Kamu ngapain?" Bagas terkejut ketika Arin bertanya.

"Sarapan."

Arin menghela napas melihat telur dadar buatan Bagas yang kelebihan matang atau lebih tepatnya gosong.

"Kenapa gak sarapan roti aja?"

"Rotinya habis."

Arin menepuk keningnya. "Oh iya, aku lupa belanja."

"Ya udah, bentar." Arin mengambil dua butir telur dan juga susu dari kulkas. Dia akan membuat telur dadar yang baru untuk Bagas.

"Nih, omelet nya." Arin menaruhnya di hadapan Bagas.

Karena Bagas masih diam, Arin jadi gemas sendiri. "Dimakan, jangan diliatin doang."

"Gak. Makasih." Bagas menolak membuat Arin cukup kesal. Sebenarnya ada apa dengan Bagas? Kenapa dia selalu menolak untuk memakan masakannya?

"Kenapa sih gak pernah mau makan makanan yang aku bikin? Takut diracunin?" Arin meluapkan rasa kesalnya.

"Saya gak pernah minta kamu masakin buat saya."

Ucapan Bagas membuat Arin semakin kesal. Bagas benar-benar menguji kesabarannya. Arin mengambil kembali piring berisi omelet yang tadi dia masak untuk Bagas lalu menaruhnya dengan kasar di wastafel. "Ya udah gak usah makan sekalian!"

***

"Tumben kamu ke sini. Udah gak sibuk lagi?" sindir Karina ketika Bagas datang ke rumah.

"Bunda. Anaknya datang kok malah ngomong gitu sih?" Beni menegur.

"Bagas mau minta maaf, bun, karena kemarin gak ikut makan malam. Bagas kelupaan karena ada meeting buat bahas pembukaan cabang baru. Bunda sama ayah mau maafin aku, kan?"

"Ayah sama sekali gak marah kok karena ayah ngerti. Cuma bunda kamu aja nih yang dari kemarin ngomel-ngomel mulu."

"Gimana gak marah-marah, bunda itu gak enak sama papa mama Arin. Kalau cuma kita sih bunda gak masalah."

"Habis dari sini Bagas langsung temuin papa sama mama buat minta maaf."

"Pokoknya lain kali kalau kamu lagi sibuk atau apapun bilang ke kita. Jangan malah bikin orang nunggu. Emang kamu pikir enak nunggu?"

"Iya, bun, Bagas minta maaf."

"Bunda juga kasihan sama Arin. Kemarin dia nyiapin semuanya sendiri. Kamu gak ada kontribusinya sama sekali."

Sepertinya hari ini Bagas harus menerima ceramahan yang cukup lama dari bundanya.

***

"Gimana Fir dessertnya? Enak gak?"

Safira mengangguk. "Enak banget, kak. Aku yakin bakal jadi menu best seller  sih."

Saat ini Arin kedatangan Safira di restaurannya.

"Ah, bisa aja kamu."

"Kak Arin tuh definisi wanita yang sempurna. Udah cantik, pintar, jago masak lagi."

Arin tersenyum sipu. "Kamu bisa aja mujinya."

"Harusnya mas Bagas bersyukur dapatin kak Arin."

Kening Arin mengerut ketika menyadari ekspresi Safira yang berubah. "Kok kamu ngomong gitu? Aku bersyukur punya Bagas dan begitu juga Bagas."

Safira tersenyum kecut. "Aku tahu kok kalau selama ini mas Bagas sama kak Arin cuma pura-pura bersikap romantis di depan keluarga kita."

"Enggak, kamu kayaknya salah paham. Aku sama Bagas ...."

Safira langsung menyela. "Kak Arin gak perlu khawatir. Aku gak bakal bilang ke ayah sama bunda kok. Aku tahu mas Bagas orangnya dingin, tapi aku yakin kalau dia udah sayang sama kak Arin pasti dia gak bakal kayak gitu lagi. Jadi aku harap kak Arin bisa bertahan sama mas Bagas, ya. Karena aku yakin banget kak Arin adalah orang yang tepat buat mas Bagas."

Arin hanya tersenyum kaku. Dia tidak tahu sampai kapan dia bisa bertahan dengan Bagas karena sampai saat ini Bagas masih tidak membuka hati untuk Arin. Memang saat ini Arin juga belum memiliki perasaan pada Bagas, tapi setidaknya Arin berusaha membuka hatinya, tidak seperti Bagas.

******************************

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My Cold Husband   CHAPTER 138

    "Sendiri aja, Rin? Gak sama Bagas?" tanya Rika ketika Arin sampai di rumah."Iya ma, dari resto langsung ke sini jadinya gak bareng Bagas.""Tapi Bagas ke sini, kan?""Bang Bagas datang kok, ma. Tadi bang Bagas bilang lagi di jalan. Paling bentar lagi nyampe."Mereka menunggu Bagas hampir dua jam, namun Bagas tak kunjung datang. Arin menatap kedua orang tuanya yang masih setia menunggu Bagas. Padahal Arin sudah menyuruh mereka untuk tidak menunggu Bagas, tapi papanya menolak karena katanya ingin menunggu menantunya. Arin benar-benar tidak habis pikir dengan papanya. Bisa-bisanya Bagas lebih disayangi dibanding dirinya."Pa, udahlah. Gak usah ditungguin lagi Bagas nya. Udah jam segini gak mungkin dia datang," ujar Arin.Hery menggeleng. "Kan papa udah bilang papa mau nungguin Bagas." Hery beralih menatap Aaron. "Ron, udah coba telfon Bagas?""Udah pa, tapi gak diangkat.""Tuh, dia aja gak jawab kok. Buang-buang waktu nungguin dia. Papa kan juga harus istirahat.""Kamu tuh sebenarnya ke

  • My Cold Husband   CHAPTER 137

    "Kamu mau ke mana?"Bagas menoleh pada Arin kemudian tersenyum. "Mau ke kantor.""Hari ini jangan masuk kantor dulu.""Aku tahu kamu khawatir sama aku, tapi aku gak bisa nunda kerjaan aku. Hari ini aku ada schedule ketemu klien.""Emang gak bisa reschedule?""Gak bisa. Kalau aku minta reschedule yang ada klien aku kecewa terus gak mau kerja bareng lagi. Aku gak mau sampe kehilangan klien.""Ya udah, terserah." Arin memilih menikmati sarapannya. Dia tidak akan melarang Bagas untuk kedua kalinya karena percuma lelaki itu pasti menolak. "Sarapan buat aku ada gak?" tanya Bagas menatap Arin.Karena tidak mendapat jawaban dari Arin, Bagas tahu kalau istrinya itu jelas masih marah padanya. Kemarin Arin membuatkannya bubur hanya karena dia sakit."Aku berangkat dulu. Aku gak bakal pulang telat kok. Oh iya, nanti kamu bisa temenin aku cari kado buat papa gak?""Gak bisa.""Ya udah, gak papa. Nanti aku minta tolong sama Aaron aja." Bagas pun pergi.***"Sorry, ya, Ron, udah ngerepotin."Aaron

  • My Cold Husband   CHAPTER 136

    "Kak, lo sama bang Bagas lagi berantem, ya?" tanya Aaron."Gak.""Gak salah lagi, kan?""Gak usah sotoy deh.""Lo kan tahu lo gak bisa bohongin gue.""Iya, gue sama Bagas emang lagi berantem. Terus kenapa? Gak ada urusannya sama lo, kan?" ketus Arin."Well, gue emang gak ada urusan sih, tapi gue kasihan ngeliat bang Bagas, kak. Dia keliatan galau banget. Gue tanya kenapa, tapi dia gak mau cerita. Mungkin karena dia gak mau gue tahu lo berdua lagi berantem. Apa gak mau diobrolin baik-baik?""Lo gak usah sibuk mikirin rumah tangga gue. Fokus aja cari kerja.""Gue lagi sementara apply kok. Lagian, gue juga gak mau ikut campur, cuma ngasih saran aja. Lusa kan papa ulang tahun. Gak mungkin kan lo sama bang Bagas datang, tapi masih berantem. Jangan lupa mama gampang curiga kalau ada sesuatu yang gak beres."Arin menatap Aaron curiga. "Lo disuruh Bagas ngomong gini, ya?""Ya enggaklah, bang Bagas aja gak mau cerita masa gue disuruh. Gak mungkinlah. Jadi istri jangan suka curigaan sama suami

  • My Cold Husband   CHAPTER 135

    "Kamu kenapa, Rin? Kok daritadi aku liat muka kamu kayak gak semangat gitu? Resto baik-baik aja, kan?" tanya Brian sembari memberikan air mineral pada Arin.Arin menerimanya tak lupa mengucapkan terima kasih, lalu meneguknya hingga setengah."Resto baik-baik aja kok. Cuma lagi ada masalah pribadi aja.""Masih berantem sama pak Bagas, ya?"Arin tidak menjawab."Sorry, kalau aku banyak nanya."Arin tersenyum. "Gak papa kok. Ya gitu lah, akhir-akhir ini emang kita lagi sering cek-cok, tapi gak yang parah kok."Brian manggut-manggut. "Wajar sih kalau ada berantemnya. Gak mungkin juga dalam rumah tangga gak ada perbedaan pendapat. Sebelumnya sorry, kalau kesannya aku sok nasehatin, tapi jangan sampe biarin masalah kalian berlarut-larut. Gak baik juga. Apalagi sampe ada orang ketiga dihubungan kalian.""Orang ketiga?""Em, balik yuk. Kamu belum buatin sarapan buat Bagas, kan? Aku juga harus buatin sarapan buat adik aku.""Oke."***"Habis jogging lagi sama Brian? Kayaknya akhir-akhir ini se

  • My Cold Husband    CHAPTER 134

    Arin memijat keningnya. "Gue bener-bener gak ngerti lagi sama Bagas. Bisa-bisanya dia cemburu gue sama Brian. Padahal dia tahu gue sama Brian cuma sebatas teman kerja, gak lebih. Gak kayak dia yang nipu gue dan diam-diam temuin mantannya itu," kesalnya.Ela mengusap punggung Arin. "Kok dia bisa tiba-tiba cemburu lo sama Brian?""Dia dikirimin foto sama seseorang yang diam-diam fotoin gue sama Brian lagi ngobrol. Dan dia malah percaya gitu aja. Gimana gue gak kesel coba.""Gue mikirnya orang yang ngirim foto itu sengaja mau buat lo sama Bagas berantem.""Siapa?""Gita lah. Mau siapa lagi. Dia kan ngebet banget pengin balik sama Bagas. Dia itu orangnya ambis, jadi pasti bakal ngelakuin apapun buat dapatin apa yang dia mau.""Tapi kan gak ada bukti kalau Gita yang ngirim foto itu.""Duh, Rin, gue itu tahu Gita gimana. Jadi gak mungkin pelakunya orang lain. Lagian, ngapain juga orang lain fotoin lo sama Brian terus kirim ke Bagas? Kayak gak ada kerjaan aja. Tapi ya, Rin, lo gak boleh terp

  • My Cold Husband   CHAPTER 133

    "Hai." Bagas tersenyum menyapa Arin yang baru bangun tidur.Arin hanya diam."Sarapan yuk. Aku udah buatin nasi goreng buat kamu. Mungkin masakan aku gak seenak masakan kamu, tapi aku harap kamu mau nyoba. Tapi, kalau setelah kamu nyoba dan rasanya bener-bener gak enak gak usah dilanjutin makannya. Kamu mau coba aja aku udah senang banget kok."Masih sama. Arin tidak merespons. Dia malah mendekati area wastafel."Kamu mau ngapain?" tanya Bagas bingung.Arin memegang wajan yang tadi sempat dipakai Bagas untuk memasak. Ternyata wajan tersebut belum dicuci. Dan keadaan dapur cukup berantakan.Bagas menggaruk tengkuknya. "Aku lupa nyuci, tapi habis ini aku cuci kok dan rapihin semuanya. Kamu makan aja dulu.""Gak laper," jawab Arin singkat."Sayang, please, makan dikit aja. Aku gak maksa kamu buat habisin." Bagas masih mencoba merayu Arin berharap sang istri mau menuruti permintaannya. Tapi, sayangnya rayuan Bagas tidak mempan. Arin memilih untuk mencuci wajan. Bagas terlihat kecewa, namu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status