Share

CHAPTER 3

Author: MarniHL
last update Last Updated: 2025-01-11 13:45:44

"Kok kamu ada di sini?" Arin cukup terkejut begitu melihat Bagas berada di rumah orangtuanya. Saat di depan tadi Arin memang melihat mobil yang begitu mirip dengan mobil Bagas, tapi sama sekali tidak terlintas di pikirannya kalau mobil itu adalah mobil Bagas.

Bagas tersenyum. "Iya, aku ke sini mau minta maaf sama papa dan mama karena kemarin gak ikut makan malam."

"Asik! Ada kue kesukaan gue nih. Tahu aja lagi pengin gue. Thanks ya kak." Baru saja Aaron ingin mengambil kotak kue yang dipegang Arin, tapi gagal karena Arin langsung menjauhkannya.

"Gue bakal kasih, tapi lo siapin kuenya terus bawa ke sini. Sisanya boleh lo makan."

"Siap!"

"Jadi apa papa sama mama mau maafin Bagas?" tanya Bagas.

Hery dan Rika tersenyum lalu mengangguk. "Kita sama sekali gak marah sama kamu kok. Kita ngerti kalau kamu sibuk. Lagipula kan kita masih bisa kumpul lagi bulan depan."

"Makasih pa, ma."

"Kuenya sudah datang." Aaron membawa sepiring kue yang sudah dipotong. "Bang, cobain dulu kuenya. Gue jamin lo bakal suka. Ini kue kesukaan keluarga kita."

"Lebih tepatnya kesukaan lo doang," koreksi Arin.

"Habis ini kalian makan dulu, ya. Kebetulan mama masak lumayan banyak."

***

"Soal omelet tadi ...."

"Udah, gak usah dibahas," sela Arin.

Saat ini Arin benar-benar lelah dan ingin istirahat.

"Saya cuma tidak mau ada masalah di antara kita."

Arin menghela napas sejenak. Tidak mau ada masalah, tapi dia yang cari masalah. Maksudnya apa? "Saya sudah tidak mau mempermasalahkan masalah itu lagi, jadi anda tidak perlu khawatir. Saat ini saya ingin istirahat jadi mohon pengertiannya. Selamat malam." Karena kesal Arin memilih berbicara dengan bahasa baku agar Bagas tidak memperpanjang pembicaraan mereka lagi. Karena yang saat ini Arin inginkan adalah tidur.

***

Bagas baru saja bangun lalu berjalan menuju dapur untuk mengambil minum. Dia melirik sejenak Arin yang sedang sarapan.

"Kenapa?" 

Bagas hanya menggeleng lalu meneguk segelas air putih hingga tandas.

"Rotinya udah saya beli, jadi anda bisa sarapan roti. Itupun kalau mau makan roti yang saya beli." Selesai sarapan Arin langsung mencuci peralatan makannya, kemudian pergi.

Bagas segera menghampiri Arin yang berada di ruang tengah. Arin sedang membersihkan rumah dengan vacuum cleaner.

"Boleh ngomong bentar?"

Arin pun mematikan vacuum cleaner. "Mau ngomong apa?"

"Total belanjaannya berapa?"

"Emang kenapa?"

"Mau saya transfer gantiin uang kamu."

"Gak perlu, saya ada uang kok." Arin menolak.

"Semua biaya buat kebutuhan rumah itu tanggung jawab saya."

"Saya kan beli bahan makanan buat saya, bukan buat anda jadi gak perlu diganti." Arin kembali menyalakan vacuum cleaner melanjutkan kegiatan bersih-bersih rumah yang sempat terhenti karena Bagas.

"Kamu kenapa tiba-tiba ngomong saya-anda?" Bagas bertanya karena cukup kesal ketika mendengar Arin berbicara begitu baku padanya.

"Emang kenapa? Anda aja bisa kok ngomong kayak gitu masa saya gak bisa."

Bagas menghela napas. "Oke, terserah kamu." Bagas memilih mengalah.

"Emang terserah saya."

***

"Gue liat-liat semenjak nikah lo jarang banget senyum. Muka lo ditekuk mulu."

"Lo juga tahu gue jadi gini karena apa, La."

Ela tertawa. "Lo tuh harusnya bersyukur punya suami ganteng plus tajir. Jadinya tinggal menikmati hartanya aja. Bukannya itu impian lo dari dulu, ya."

Ela merupakan sahabat Arin dari sekolah dasar. Jika kebanyakan orang sudah hilang kontak dengan teman-teman SD mereka, justru Arin dan Ela sebaliknya. Sampai sekarang mereka masih sangat dekat. Semua kisah suka-duka yang dialami Arin pasti akan dia ceritakan pada Ela. Begitu juga sebaliknya.

"Ya emang itu impian gue, tapi gue gak pernah berharap punya suami macam Bagas. Udah dingin, pelit ngomong, sekalinya ngomong malah bikin gue kesel."

"Itu karena belum ada benih-benih cinta aja di antara lo berdua. Makanya lo mikirnya dia nyebelin. Dia gak seburuk itu kok. Tapi gue setuju kalau dia emang dingin plus pelit ngomong."

Ela cukup mengenal Bagas karena mereka dulu sempat berkuliah di kampus dan jurusan yang sama. Hanya saja mereka tidak terlalu dekat. 

"Emang gak akan pernah ada cinta."

"Gak boleh ngomong gitu. Masa lo gak mau ada cinta? Kan lo berdua udah nikah. Kalau gak ada cinta gimana mau pertahanin rumah tangga lo?"

"Emang gak mau gue pertahanin."

"Kok gitu?"

"Ya abisnya gue udah berusaha bersikap baik ke dia, eh dia malah gak ada itikad baik. Gue juga capek kali. Apalagi harus pura-pura jadi suami istri yang romantis di depan orang lain."

Ela menepuk-nepuk pundak Arin. "Sabar ya, Rin. Gue yakin lo bisa lewatin semua ujian ini."

***

"Lo ngapain ke sini? Ganggu waktu gue aja." 

"Ya elah, Gas, justru gue ke sini karena pengin ngajak lo pergi. Mumpung hari Minggu masa lo mau di rumah aja. Gak bosen lo?"

Bagas dengan senang hati menggeleng. Justru di rumah seharian adalah salah satu hobinya selain bekerja.

"Di rumah seharian gak bakal bikin lo bahagia."

"Bahagia. Buktinya gue betah."

Juan berdecak. "Ngomong-ngomong, Arin ke mana? Kok gak keliatan?"

"Ke restauran mungkin."

"Mana ada! Restauran Arin kan hari ini tutup. Lupa lo?"

"Lupa."

"Suami macam apa lo? Gak peduli banget sama istri lo."

"Mana gue tahu."

"Ya udah mendingan sekarang lo ganti baju. Kita harus pergi sekarang. Gak ada penolakan."

***

"Lo ngapain ngajak gue ke sini? Udah tahu gue gak bisa main golf," ujar Bagas terlihat sedikit kesal.

"Justru itu gue mau ngajarin lo. Sekalian olahraga daripada lo di rumah aja gak ada kegiatan."

"Gue balik aja."

Juan segera menahan Bagas yang hendak pergi. "Jangan dong. Masa belum mulai lo udah mau pergi aja. Dicoba dulu jangan langsung nyerah." 

Juan mengambil stik golf. "Lo liat ya. Setelah ini giliran lo." Juan mengatur posisinya lalu perlahan mengayunkan stik golf yang dia pegang dan memukul bola golf membuatnya terlempar jauh.

Bagas sudah tidak heran ataupun takjub karena Juan memang pandai bermain golf, berbanding terbalik dengannya. Dulu Bagas memang pernah mencoba itupun disuruh oleh Juan, namun dia tidak bisa. Makanya Bagas memilih untuk tidak mau bermain golf lagi. 

"Giliran lo." Juan memberikan stik golf yang dia pegang pada Bagas.

Bagas menggeleng. "Gue gak bisa."

"Dicoba Gas. Mana Bagas yang gak pantang menyerah? Mimpin perusahaan besar aja bisa masa main golf gak bisa."

Dengan terpaksa Bagas pun menerima stik golf tersebut. Pada percobaan pertama Bagas gagal membuatnya sudah tidak bersemangat. Namun, Juan tetap menyemangatinya. Percobaan kedua masih tetap gagal hingga percobaan kesepuluh akhirnya Bagas berhasil walaupun tidak sebaik Juan.

Bagas seketika tersenyum puas karena berhasil.

"Nah, gitu dong. Gue bilang juga apa kalau berusaha pasti bisa."

"Ya elah, cupu banget. Masa harus berkali-kali baru bisa. Itu pun masih standar."

Keduanya menoleh ke sumber suara.

"Loh, Ela? Arin?"

Arin menyapa Juan. Namun dia tidak menyapa Bagas. Lagipula mereka sudah sering bertemu di rumah.

"Masa lo kalah sih sama istri sendiri."

"Emang Arin bisa main golf?" tanya Juan sedikit kaget.

"Itu sih gak perlu ditanya lagi. Jago banget malah."

"Enggak, Ela tuh suka lebih-lebihin. Gue bisa kok, tapi dikit."

"Oke, kalau gitu gue mau liat lo main boleh, kan?"

***

Bagas cukup takjub ketika melihat Arin yang cukup pandai bermain golf. Bagas tidak tahu kalau ternyata Arin memiliki kelebihan lain, selain memasak.

"Biasa aja dong liatnya. Kagum ya sama istri lo?" ledek Ela.

Bagas segera mengalihkan pandangannya. "Gak."

Ela terkekeh. "Kalau emang kagum bilang aja gak usah gengsi gitu."

Bagas bangkit berdiri karena tidak betah dengan Ela yang sedaritadi selalu heboh.

"Mau ke mana lo?"

Bagas tidak menjawab. Dia pergi begitu saja.

"Bagas! Kalau ditanya tuh jawab! Jangan kayak robot hidup!"

*****************************

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My Cold Husband   CHAPTER 138

    "Sendiri aja, Rin? Gak sama Bagas?" tanya Rika ketika Arin sampai di rumah."Iya ma, dari resto langsung ke sini jadinya gak bareng Bagas.""Tapi Bagas ke sini, kan?""Bang Bagas datang kok, ma. Tadi bang Bagas bilang lagi di jalan. Paling bentar lagi nyampe."Mereka menunggu Bagas hampir dua jam, namun Bagas tak kunjung datang. Arin menatap kedua orang tuanya yang masih setia menunggu Bagas. Padahal Arin sudah menyuruh mereka untuk tidak menunggu Bagas, tapi papanya menolak karena katanya ingin menunggu menantunya. Arin benar-benar tidak habis pikir dengan papanya. Bisa-bisanya Bagas lebih disayangi dibanding dirinya."Pa, udahlah. Gak usah ditungguin lagi Bagas nya. Udah jam segini gak mungkin dia datang," ujar Arin.Hery menggeleng. "Kan papa udah bilang papa mau nungguin Bagas." Hery beralih menatap Aaron. "Ron, udah coba telfon Bagas?""Udah pa, tapi gak diangkat.""Tuh, dia aja gak jawab kok. Buang-buang waktu nungguin dia. Papa kan juga harus istirahat.""Kamu tuh sebenarnya ke

  • My Cold Husband   CHAPTER 137

    "Kamu mau ke mana?"Bagas menoleh pada Arin kemudian tersenyum. "Mau ke kantor.""Hari ini jangan masuk kantor dulu.""Aku tahu kamu khawatir sama aku, tapi aku gak bisa nunda kerjaan aku. Hari ini aku ada schedule ketemu klien.""Emang gak bisa reschedule?""Gak bisa. Kalau aku minta reschedule yang ada klien aku kecewa terus gak mau kerja bareng lagi. Aku gak mau sampe kehilangan klien.""Ya udah, terserah." Arin memilih menikmati sarapannya. Dia tidak akan melarang Bagas untuk kedua kalinya karena percuma lelaki itu pasti menolak. "Sarapan buat aku ada gak?" tanya Bagas menatap Arin.Karena tidak mendapat jawaban dari Arin, Bagas tahu kalau istrinya itu jelas masih marah padanya. Kemarin Arin membuatkannya bubur hanya karena dia sakit."Aku berangkat dulu. Aku gak bakal pulang telat kok. Oh iya, nanti kamu bisa temenin aku cari kado buat papa gak?""Gak bisa.""Ya udah, gak papa. Nanti aku minta tolong sama Aaron aja." Bagas pun pergi.***"Sorry, ya, Ron, udah ngerepotin."Aaron

  • My Cold Husband   CHAPTER 136

    "Kak, lo sama bang Bagas lagi berantem, ya?" tanya Aaron."Gak.""Gak salah lagi, kan?""Gak usah sotoy deh.""Lo kan tahu lo gak bisa bohongin gue.""Iya, gue sama Bagas emang lagi berantem. Terus kenapa? Gak ada urusannya sama lo, kan?" ketus Arin."Well, gue emang gak ada urusan sih, tapi gue kasihan ngeliat bang Bagas, kak. Dia keliatan galau banget. Gue tanya kenapa, tapi dia gak mau cerita. Mungkin karena dia gak mau gue tahu lo berdua lagi berantem. Apa gak mau diobrolin baik-baik?""Lo gak usah sibuk mikirin rumah tangga gue. Fokus aja cari kerja.""Gue lagi sementara apply kok. Lagian, gue juga gak mau ikut campur, cuma ngasih saran aja. Lusa kan papa ulang tahun. Gak mungkin kan lo sama bang Bagas datang, tapi masih berantem. Jangan lupa mama gampang curiga kalau ada sesuatu yang gak beres."Arin menatap Aaron curiga. "Lo disuruh Bagas ngomong gini, ya?""Ya enggaklah, bang Bagas aja gak mau cerita masa gue disuruh. Gak mungkinlah. Jadi istri jangan suka curigaan sama suami

  • My Cold Husband   CHAPTER 135

    "Kamu kenapa, Rin? Kok daritadi aku liat muka kamu kayak gak semangat gitu? Resto baik-baik aja, kan?" tanya Brian sembari memberikan air mineral pada Arin.Arin menerimanya tak lupa mengucapkan terima kasih, lalu meneguknya hingga setengah."Resto baik-baik aja kok. Cuma lagi ada masalah pribadi aja.""Masih berantem sama pak Bagas, ya?"Arin tidak menjawab."Sorry, kalau aku banyak nanya."Arin tersenyum. "Gak papa kok. Ya gitu lah, akhir-akhir ini emang kita lagi sering cek-cok, tapi gak yang parah kok."Brian manggut-manggut. "Wajar sih kalau ada berantemnya. Gak mungkin juga dalam rumah tangga gak ada perbedaan pendapat. Sebelumnya sorry, kalau kesannya aku sok nasehatin, tapi jangan sampe biarin masalah kalian berlarut-larut. Gak baik juga. Apalagi sampe ada orang ketiga dihubungan kalian.""Orang ketiga?""Em, balik yuk. Kamu belum buatin sarapan buat Bagas, kan? Aku juga harus buatin sarapan buat adik aku.""Oke."***"Habis jogging lagi sama Brian? Kayaknya akhir-akhir ini se

  • My Cold Husband    CHAPTER 134

    Arin memijat keningnya. "Gue bener-bener gak ngerti lagi sama Bagas. Bisa-bisanya dia cemburu gue sama Brian. Padahal dia tahu gue sama Brian cuma sebatas teman kerja, gak lebih. Gak kayak dia yang nipu gue dan diam-diam temuin mantannya itu," kesalnya.Ela mengusap punggung Arin. "Kok dia bisa tiba-tiba cemburu lo sama Brian?""Dia dikirimin foto sama seseorang yang diam-diam fotoin gue sama Brian lagi ngobrol. Dan dia malah percaya gitu aja. Gimana gue gak kesel coba.""Gue mikirnya orang yang ngirim foto itu sengaja mau buat lo sama Bagas berantem.""Siapa?""Gita lah. Mau siapa lagi. Dia kan ngebet banget pengin balik sama Bagas. Dia itu orangnya ambis, jadi pasti bakal ngelakuin apapun buat dapatin apa yang dia mau.""Tapi kan gak ada bukti kalau Gita yang ngirim foto itu.""Duh, Rin, gue itu tahu Gita gimana. Jadi gak mungkin pelakunya orang lain. Lagian, ngapain juga orang lain fotoin lo sama Brian terus kirim ke Bagas? Kayak gak ada kerjaan aja. Tapi ya, Rin, lo gak boleh terp

  • My Cold Husband   CHAPTER 133

    "Hai." Bagas tersenyum menyapa Arin yang baru bangun tidur.Arin hanya diam."Sarapan yuk. Aku udah buatin nasi goreng buat kamu. Mungkin masakan aku gak seenak masakan kamu, tapi aku harap kamu mau nyoba. Tapi, kalau setelah kamu nyoba dan rasanya bener-bener gak enak gak usah dilanjutin makannya. Kamu mau coba aja aku udah senang banget kok."Masih sama. Arin tidak merespons. Dia malah mendekati area wastafel."Kamu mau ngapain?" tanya Bagas bingung.Arin memegang wajan yang tadi sempat dipakai Bagas untuk memasak. Ternyata wajan tersebut belum dicuci. Dan keadaan dapur cukup berantakan.Bagas menggaruk tengkuknya. "Aku lupa nyuci, tapi habis ini aku cuci kok dan rapihin semuanya. Kamu makan aja dulu.""Gak laper," jawab Arin singkat."Sayang, please, makan dikit aja. Aku gak maksa kamu buat habisin." Bagas masih mencoba merayu Arin berharap sang istri mau menuruti permintaannya. Tapi, sayangnya rayuan Bagas tidak mempan. Arin memilih untuk mencuci wajan. Bagas terlihat kecewa, namu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status