Share

My Cold Husband
My Cold Husband
Penulis: MarniHL

CHAPTER 1

Penulis: MarniHL
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-10 14:49:30

"Bagas, gak sarapan dulu? Aku udah masakin nasi goreng," ucap Arin ketika Bagas sudah bersiap-siap hendak pergi ke kantor.

Bagas menggeleng. "Udah kenyang." Setelah berucap demikian Bagas pun pergi.

Arin berdecak kesal. "Belum makan apa-apa kok udah bilang kenyang." Arin melahap nasi gorengnya sembari menggerutu. "Emang masakan gue gak enak apa? Setiap gue masakin gak pernah dimakan. Apa jangan-jangan dia mikir gue mau ngeracunin dia?" Arin segera menggeleng tidak mau peduli. "Bodoh amat! Yang penting gue udah ngelakuin tugas gue sebagai istri."

Arinda Pratiwi nama lengkapnya. Hampir setengah tahun Arin menjalani pernikahan dengan seorang pria bernama Bagaskara Pratama, namun dia tidak merasakan kalau pernikahan mereka begitu indah. Mungkin orang-orang akan berpikir kalau Bagas adalah suami yang baik dan romantis, tapi itu semua hanyalah palsu. Karena Bagas hanya berpura-pura bersikap romantis padanya di depan orang-orang. Tapi, ketika hanya mereka berdua boro-boro romantis. Mengobrol saja jarang. Arin bisa menghitung berapa banyak kata yang dikeluarkan Bagas dalam sehari. Mereka berdua memang suami-istri, namun itu hanyalah status karena mereka tidak pernah saling mencampuri urusan satu sama lain.

Sebenarnya hal tersebut terjadi bukan tanpa sebab. Melainkan karena mereka berdua dijodohkan oleh orang tua mereka. Awalnya Arin menentang keras karena dia tidak pernah mau menikah dengan pria yang bukan pilihannya. Namun, karena ayahnya sakit berat dan memohon padanya dengan terpaksa Arin menuruti keinginan kedua orang tuanya. Di depan orang tua mereka pun, keduanya berpura-pura karena tidak ingin menyakiti perasaan orang tua mereka. Kalau ditanya apa dia lelah? Tentu saja Arin sangat lelah menjalani pernikahan terpaksa ini, tapi mau bagaimana lagi. Semua sudah terlanjur dan Arin harus menjalaninya dengan sabar.

***

"Setelah gue pikir-pikir, ya, Pak Bagas kok masih tetap dingin, ya? Padahal udah nikah. Kalau dari yang pernah gue dengar, nih, kalau orang dingin udah nemuin jodohnya pasti bakal mencair. Lah, ini bukannya mencair malah sama aja."

"Iya sih, tapi Pak Bagas romantis kok sama istrinya."

"Romantis gimana? Kalau lo perhatiin baik-baik lo bakal nyadar kalau Pak Bagas itu kayak terpaksa bersikap romantis ke istrinya."

"Iya juga sih. Apa mungkin mereka dijodohin, ya?"

"Ekhem! Lani, laporan yang saya minta sudah kamu buat?"

Keduanya seketika terkejut ketika Bagas menghampiri mereka.

"Pagi pak," sapa keduanya.

Bagas hanya mengangguk. "Mana laporannya?" Bagas kembali bertanya.

"Mohon maaf sebelumnya, pak, laporannya sudah saya selesaikan, tapi baru mau saya print filenya pak."

"Nanti kalau sudah selesai silakan kamu antar ke ruangan saya."

"Baik pak."

Sebenarnya Bagas sedaritadi mendengar percapakan mereka hanya saja dia memilih untuk tidak peduli. Karena menurutnya itu tidak penting dibanding pekerjaan. Dia tidak ada waktu untuk menanggapi hal tidak penting seperti itu.

***

"Masuk," kata Bagas ketika mendengar bunyi ketukan pintu.

Bagas seketika mengembuskan napas ketika melihat siapa yang datang.

"Halo bro."

"Juan, lo gak bosen tiap hari ke kantor gue terus?" 

Juan adalah teman dekat Bagas. Mereka sudah berteman sejak kecil. Ketika bersama Juan, Bagas lebih banyak berbicara dibandingkan dengan Arin. Maklum saja hubungan pertemanan mereka sudah terjalin cukup lama.

Juan tersenyum. "Kalau gue bosen gak mungkin gue ke sini tiap hari. Harusnya lo bersyukur punya teman kayak gue. Yang tiap hari sempatin ke kantor lo cuma buat makan siang bareng. Karena gue tahu lo gak bakal pergi makan siang kalau gak sama gue." Untung saja kantor Juan tidak jauh dari kantor Bagas, makanya dia selalu datang mengunjunginya.

"Sotoy lo!"

"Emang bener kok. Udah, ayo buruan gue udah laper nih."

***

"Va, gimana restauran? Aman?"

"Aman terkendali, mbak."

Arin tersenyum. "Bagus deh. Maaf ya, karena saya sakit dua hari jadi gak bisa ke resto."

"Mbak gak usah ngerasa bersalah. Sakit kan wajar, mbak. Bukan kemauan mbak juga, kan."

"Oh iya, nanti minta tolong laporan keuangan bulan lalu, ya."

"Siap mbak."

Arin bukanlah pemilik perusahaan besar seperti Bagas ataupun karyawan yang memiliki karir bagus di perusahaan besar, melainkan dia melanjutkan bisnis orangtuanya di bidang kuliner. Semenjak ayahnya jatuh sakit, ibunya kesusahan mengurus restauran karena harus mengurus ayahnya. Oleh karena itu, kedua orangtuanya melimpahkan tanggung jawab mengelola restauran pada Arin.

Arin mengakui kalau mengelola bisnis di bidang kuliner bukanlah hal yang mudah. Apalagi Arin sama sekali tidak menekuni bidang tersebut. Karena sewaktu kuliah Arin mengambil jurusan keperawatan yang mana perawat adalah cita-citanya sedari dulu. Tapi Arin tidak pernah menyesal melanjutkan bisnis orangtuanya. Karena dari sana Arin belajar banyak hal.

***

"Lo ngapain ngajak gue makan di sini?" tanya Bagas ketika Juan membawanya ke Delicious Resto yang mana merupakan restauran milik Arin.

"Emang salah? Kan restauran istri lo."

"Tapi ...."

"Udah, ayo masuk." Mau tidak mau Bagas pun ikut masuk.

"Mbak!" Juan memanggil waiters. 

"Mau pesan apa, pak?"

"Saya pesan rawon sama jus alpukat, ya."

"Baik, kalau bapak?" Sang waiters menanyakan Bagas yang masih diam.

Juan segera menyikut lengan Bagas. "Lo mau pesan apa, Gas?"

"Saya salad ayam sama lemon squash."

"Yakin lo? Emang bakalan kenyang?"

"Yakin," jawab Bagas tanpa ragu.

"Saya ulangi pesanannya ya. Untuk makanannya rawon satu dan salad ayam satu, sedangkan minumannya jus alpukat satu dan lemon squash satu. Apa sudah sesuai?"

Juan mengangguk. "Mau nanya dong, Arin ada gak?"

"Mbak Arin ada, pak. Mau saya panggilkan?"

"Boleh. Nanti tolong bilangin kalau suaminya sama temannya yang mau ketemu, ya."

"Baik pak, mohon ditunggu sebentar, ya." Sang waiters pun pergi.

"Lo ngapain panggil Arin segala?"

"Lah? Kenapa emangnya? Gue kan cuma pengin ngobrol sebentar. Emang lo gak pengin ketemu istri lo?"

"Udah ketemu tiap hari di rumah," jawab Bagas datar.

***

"Sorry ya, nunggu lama. Masih sibuk di belakang soalnya." Arin menghampiri Bagas dan Juan yang sedang makan.

Juan kemudian tersenyum. "Gak papa kok. Kita juga ngerti kok kalau lo lagi sibuk. Harusnya kalau masih sibuk gak usah disamperin juga gak papa."

"Gak enak dong. Masa udah jauh-jauh ke sini gak ketemu. Habis makan mau dessert gak? Kebetulan kita lagi ada coba-coba buat dessert baru, tapi belum ada di menu. Karena kebetulan kalian ada di sini aku mau minta review." Arin menawari.

"Boleh."

"Gak usah."

Jika Juan menerima tawaran Arin, maka Bagas sebaliknya.

"Juan aja, saya udah kenyang."

"Kenyang apanya? Lo aja cuma makan salad kok."

"Ya udah, kalau emang gak mau biar Juan aja yang cobain." Arin pun memanggil karyawannya meminta untuk membawakan dessert yang dia minta. Jika Bagas tidak mau Arin tidak akan memaksa. Begitulah prinsip Arin. Dia tidak akan mau memaksa orang jika orang tersebut tidak mau. Apalagi jika orangnya adalah Bagas.

"Silakan dicoba. Kalau ada yang kurang ngomong aja biar bisa jadi bahan evaluasi," ucap Arin ketika karyawannya sudah membawakan dessert tersebut.

"Dari looks nya sih udah keliatan enak. Gue cobain, ya." Juan pun mencicipinya. "Enak banget. Tekstur cake nya lembut terus coklatnya juga gak bikin enek. Gue jamin ini bakal jadi best seller sih."

Arin tersenyum malu. "Bisa aja. Makasih ya."

Juan menatap Bagas sejenak. "Lo yakin gak mau cobain? Dikit aja. Ini demi restauran istri lo juga, loh."

"Gak papa kok kalau Bagas nya gak mau. Katanya kan udah kenyang juga," ucap Arin.

Bagas menatap arlojinya. "Istirahat udah selesai. Gue harus balik kantor sekarang."

"Ya elah, Gas. Santai aja dulu. Telat dikit gak papa."

"Lo kalau masih mau di sini silakan." Bagas bangkit berdiri lalu pergi.

"Gas, tunggu!" Juan akhirnya bangkit berdiri.

"Rin, sorry ya, kalau tingkah Bagas kayak gitu. Yang sabar ya hadapin dia."

Arin hanya tersenyum. "Udah biasa kok."

"Ya udah, kalau gitu gue balik ke kantor dulu, ya."

Arin mengangguk. "Hati-hati."

***

"Lo kenapa sih dingin banget sama Arin? Dia itu kan istri lo, Gas. Udah nikah hampir setengah tahun juga masih aja dingin."

"Gue kan udah bilang sama lo jangan ikut campur urusan pribadi gue."

"Gue juga gak mau ikut campur, tapi kalau lo kayak gini ya gimana gue gak ikut campur coba? Lo gak kasihan sama Arin? Lo gak mikirin perasaan dia?"

"Gue sama Arin dari awal nikah gak pernah libatin perasaan."

"Oke, gue tahu, tapi setidaknya lo bisa lebih menghargai Arin. Gimanapun dia juga manusia, dia punya perasaan. Mungkin di depan lo dia emang gak ngomong karena dia ngerasa lo terlalu dingin dan cuek."

"Daripada lo nasehatin gue, mendingan lo urus urusan lo."

Juan berdecak. "Lo kebiasaan. Kalau gue ngomong gak pernah didengar."

*****************************

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • My Cold Husband   CHAPTER 117

    "Pak Bagas."Bagas yang hendak menuju lift menghentikan langkahnya sejenak. Lalu menoleh."Pak, ini ada kiriman makanan." Karyawan resepsionis Bagas menghampirinya sembari membawa paper bag berukuran sedang."Dari siapa? Istri saya?" tanya Bagas."Kalau tidak salah dari Bu Gita, pak."Ekspresi Bagas seketika berubah datar. "Buat kamu saja.""Baik pak." Bagas pun menekan tombol lift, lalu masuk ke dalam. Bagas benar-benar tidak habis pikir dengan Gita. Untuk apa dia bersikap seperti ini? Padahal hubungan mereka sudah berakhir. Bagas berjalan menghampiri Diana. "Diana.""Iya pak?""Nanti kamu tolong bilang ke resepsionis untuk jangan pernah terima barang apapun dari Gita.""Baik pak. Nanti akan saya sampaikan.""Oke, makasih." Bagas kemudian masuk ke dalam ruangannya. Bagas mendudukkan bokongnya di kursi. Dia memejamkan matanya sejenak sembari memijat pelipisnya. "Masuk," ucapnya ketika mendengar pintu ruangannya diketuk."Capek, ya?"Bagas langsung membuka matanya saat mendengar sua

  • My Cold Husband   CHAPTER 116

    Arin membuka pintu ruang kerja Bagas dengan sangat pelan dan hati-hati. Arin tidak langsung masuk, melainkan dia mengintip sejenak karena takut mengganggu Bagas."Kenapa Rin?"Arin cukup terkejut karena ternyata Bagas tahu kalau sedaritadi dia sedang mengintip. Arin pun perlahan membuka pintu sedikit lebih lebar. "Boleh masuk?""Boleh. Kenapa enggak?"Arin pun mendekati Bagas yang sedang berkutat dengan beberapa dokumennya. "Kamu lagi sibuk banget, ya?""Lumayan.""Aku ganggu, ya?"Bagas menggeleng. "Kenapa?""Kamu mau kopi? Atau snack buat nemenin kamu kerja?" tawar Arin."Em, kayaknya enggak deh."Arin manggut-manggut. "Maafin aku, ya.""Kenapa tiba-tiba minta maaf?" Kening Bagas mengerut."Aku udah nyuruh kamu buat ketemu sama Gita. Padahal aku tahu banget kalau kamu gak mau ketemu sama dia.""Aku tahu niat kamu baik kok. Kamu kan bilang kalau aku terus-terusan menghindar, aku bakal selamanya terjebak dimasa lalu.""Iya, tapi harusnya aku gak desak kamu buat ketemu dia sekarang. Ka

  • My Cold Husband   CHAPTER 115

    "Thank you, ya, kalian udah mau makan bareng. Akhirnya rasa kangen gue terobati. Gue senang banget," ucap Gita ketika mereka selesai makan."Sama-sama, Git. Saya juga senang kok bisa makan makan bareng kamu dan ngobrol-ngobrol.""Thanks ya, Rin, udah mau bantuin saya buat ngajak mereka. Soalnya mereka kan susah banget buat dihubungi."Arin manggut-manggut. "Iya, wajar sih mereka kan orang kantoran jadi emang suka sibuk banget. Jarang ada waktu.""Dulu waktu kuliah, masih sering banget ngumpul terus jalan-jalan. Karena gak sesibuk sekarang."Ela memutar bola matanya malas. Sudah tidak betah mendengar setiap omongan yang keluar dari mulut Gita. "Em, sorry, tapi kayaknya gue harus balik sekarang deh. Mau nemenin nyokap pergi," ucap Ela."Gue juga harus balik." Juan bangkit berdiri. "Duluan ya, sorry, gak bisa lama-lama.""Iya gak papa, sekali lagi makasih ya udah mau datang."Juan hanya mengangguk."Rin, Gas, duluan, ya." Ela berpamitan hanya pada Bagas dan Arin, tidak dengan Gita."Hati

  • My Cold Husband   CHAPTER 114

    "Gas? Ayo. Kok malah diam?" Arin yang sudah berjalan lebih dulu membalikkan badan begitu menyadari kalau Bagas tidak ikut jalan.Bagas masih diam di tempatnya. Dari ekspresinya terlihat jelas kalau Bagas tidak berniat masuk ke dalam restauran tersebut. Kalau saja bukan karena Arin yang meminta, tidak mungkin Bagas berada di sini. Karena Bagas tidak mau bertemu dengan Gita."Kita pulang aja, ya.""Kita udah sampai sini kok malah minta pulang, sih? Buruan. Gak enak, udah ditungguin sama Gita."Karena Bagas tak kunjung bergerak, Arin langsung menarik lengannya. "Rin ....""Udah, gak papa, kan ada aku. Kamu diam aja kalau gak mau ngomong. Kalau kamu terus-terusan menghindar sama aja kamu buat dia mikir kalau kamu belum move on dari dia. Kamu gak mau dia mikir kayak gitu, kan?"Bagas hanya menggeleng."Ya udah, ayo." Bagas pun akhirnya melanjutkan langkahnya, meskipun terlihat ragu.***"Hai, udah nunggu lama, ya?" tanya Arin.Gita menoleh, kemudian tersenyum. "Hai. Gak kok, saya juga bar

  • My Cold Husband   CHAPTER 113

    "Sayang, kamu hari ini ke mana aja?"Arin yang sedang menata meja untuk makan malam menoleh pada Bagas. "Gak ke mana-mana kok. Cuma di resto aja. Kenapa?""Beneran gak ke mana-mana?" tanya Bagas lagi."Iya Gas. Kamu kok kayak gak percaya gitu sih?" "Kamu bukannya ketemu sama Gita?"Arin tertegun sesaat. Darimana Bagas tahu kalau dia bertemu dengan Gita? Apa Gita memberitahu Bagas? Padahal, Arin berniat tidak mau memberitahu Bagas, tapi kalau Bagas sudah tahu dia tidak mungkin menyangkal."Iya, aku tadi ketemu sama Gita, tapi ketemu di resto. Dia datang ke resto terus ngobrol. Gita bilang sama kamu?"Bagas menggeleng. Lalu menunjukkan kartu nama Gita. "Aku tadi ngeliat kartu namanya di meja ruang tv.Arin lupa kalau dia tadi sempat mengeluarkan kartu nama Gita dari tasnya."Iya, dia tadi kasih ke aku. Katanya dia mau ngajak kita makan-makan. Soalnya udah lama gak ngumpul bareng kamu sama Juan.""Kamu masih gak bilang ke dia kalau kamu udah tahu siapa dia?"Arin mengangguk."Kenapa?"

  • My Cold Husband   CHAPTER 112

    "Masuk." Pintu ruangan Arin terbuka. "Permisi mbak, ada tamu. Katanya pengin ketemu sama mbak Arin.""Siapa?""Gak tahu, mbak, tapi orangnya cantik.""Oke, makasih, ya, Tin.""Sama-sama, mbak. Saya permisi."Arin berpikir sejenak. Siapa yang ingin bertemu dengannya disiang hari seperti ini? Tidak mungkin Ela, karena semua karyawannya sudah mengenal Ela. Safira juga tidak mungkin. Tidak mau berpikir lama, Arin pun keluar dari ruangannya untuk menemui orang tersebut.Arin melangkah menuju meja tempat orang tersebut menunggunya. Karena orang itu duduk membelakanginya, Arin tidak bisa langsung mengenalinya."Permisi.""Hai Arin!"Arin yang semula tersenyum langsung terdiam. Gita? Bagaimana bisa Gita tahu restaurannya?***"Keren ya kamu punya restauran sendiri.""Kebetulan ini restauran orang tua saya. Saya cuma bantu ngurus aja."Gita manggut-manggut. "Kamu kok bisa tahu restauran saya?" Arin bertanya."Dulu saya pernah ke restauran ini sama orang tua saya dan makanannya enak-enak. Keb

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status