"Ekhem! Guys! Sorry, ya, kalau ganggu sebelumnya, tapi gue sama Juan ada di sini, loh. Bisa gak hargain kita," ujar Ela karena sedaritadi Bagas dan Arin asyik bermesra-mesraan."Tahu nih. Serasa dunia milik berdua yang lain cuma ngontrak," timpal Juan."Makanya jangan jomblo!" ejek Bagas. Seketika Juan melempar tisu bekasnya pada Bagas."Jangan dilempar dong, Juan. Itu kan tisu bekas lo." Arin segera menyeka pipi Bagas yang terkena lemparan tisu bekas Juan."Gue udah nyerah sama mereka. Gue gak kuat," ucap Ela sembari mengangkat kedua tangan. "Sama, gue juga gak kuat.""Gini deh, daripada lo berdua iri sama kita mendingan lo berdua cari jodoh aja." Arin memberi usul."Nikah aja lo berdua." Bagas menimpali."Nah, setuju tuh."Juan dan Ela saling menatap beberapa detik, lalu membuang muka. "Ogah!" "Cie! Kompak banget jawabnya. Fix, kalian berdua jodoh.""Gue tahu lo berdua emang lagi bucin-bucinnya, tapi jangan jadi orang bego lah. Mana mungkin gue mau sama cewek kayak dia."Ela menat
"Hmm, enak juga ya ternyata nasi gorengnya.""Iya lah. Kamu ke mana aja baru nyobain." Bagas dan Arin sedang menikmati makan malam mereka di sebuah warung nasi goreng yang tak jauh dari rumah. Karena sedang malas untuk memasak Arin mengajak Bagas makan di warung. Karena Arin sudah pernah membeli nasi goreng tersebut yang ternyata rasanya enak, jadilah dia mengajak Bagas. "Kamu kan tahu aku jarang makan di warung.""Iya sih. Kamu kan makan di cafe sama resto mulu, ya.""Kamu tahu sendiri bunda gimana. Dari kecil selalu ngelarang makan makanan warung sama jajanan kaki lima. Padahal aku pengin banget cobain. Ternyata pas nikah sama kamu aku bisa nyobain makanan yang aku pengin cobain.""Emang kenapa bunda sampe ngelarang?""Dulunya sih enggak, tapi semenjak Fira keracunan karena makan jajanan kaki lima bunda jadi suka parno dan ngontrol banget makanan kita. Bahkan sempat dilarang jajan di kantin sekolah disuruh bawa bekal."Arin manggut-manggut. "Pantesan aku pernah liat Fira makan sio
"Good morning." Arin yang baru membuka mata langsung tersenyum saat mendapat sapaan bangun tidur yang begitu hangat.Bagas mengecup kening Arin. "Morning kiss.""Morning kiss." Arin mengecup kedua pipi Bagas secara bergantian.Bagas menunjuk bibirnya. "Di sini enggak?"Arin tersenyum malu sembari menggeleng. "Gak.""Ya udah, kalau kamu gak mau aku aja.""Gak!" Arin segera beranjak dari kasur sebelum Bagas memaksanya. Arin membuka gorden kamar mereka membiarkan cahaya pagi matahari memasuki ruangan kamar mereka."Kamu gak ke kantor, kan?" tanya Arin memastikan. Walaupun memang dia tahu kalau hari ini libur, tapi Arin ingin memastikan. Karena terkadang walaupun libur, Bagas tetap ke kantor. "Gak, kan libur. Ngapain aku ke kantor.""Aku cuma nanya doang. Soalnya kan beberapa kali kamu pernah ke kantor, padahal lagi libur.""Ya itu karena mau selesaiin kerjaan aku yang belum beres." Tidak mungkin Bagas menjawab jujur. Karena waktu itu dia berasalan pergi ke kantor, tapi dia pergi ke rum
"Gimana bang? Masih ada yang kurang?" tanya Aaron.Saat ini Aaron sedang berada di rumah Bagas dan Arin. Tadi Bagas menghubungi Aaron meminta bantuannya untuk mempersiapkan makan malam bersama Arin. Bagas menyuruh Arin untuk jangan terburu-buru pulang ke rumah dengan alasan dia masih ada urusan di kantor. Padahal dia berbohong agar bisa mempersiapkan makan malam mereka. Karena kemarin Arin yang mempersiapkan, jadi sekarang gilirannya. Walaupun dia tidak bisa memasak, setidaknya ada Aaron yang membantunya. Bagas menggeleng. "Udah pas kok. Gue gak nyangka ternyata lo jago masak juga, ya."Aaron tersenyum bangga. "Jelas dong. Walaupun gue keliatan malas dan gak bisa diandelin, gue punya keahlian masak. Gak cuma kak Arin doang. Apalagi dari kecil kita udah diajarin masak sama mama."Bagas manggut-manggut. "Gue juga pengin bisa masakin Arin, bukan cuma dia yang masakin gue terus. Kalau gue bisa masak pasti Arin bakal senang."Aaron menepuk-nepuk pundak Bagas. "Bang, lo gak perlu maksain
"Kamu kenapa natap aku kayak gitu? Ada yang salah sama aku?" Bagas bertanya ketika sudah naik ke ranjang. Bagas sadar kalau sedari tadi Arin memperhatikannya.Arin menggeleng. "Gak ada yang salah kok.""Terus kenapa kamu ngeliatin aku daritadi?""Aku cuma gak nyangka aja.""Gak nyangka apa?""Gak nyangka kalau kamu yang selalu cuek dan dingin sama aku sekarang bisa romantis."Bagas tersenyum. "Iya, kan karena aku udah sadar kalau aku cinta sama kamu.""Tapi kayak beda orang tahu gak.""Emang beda gimana? Terus suka yang mana?"Arin tampak berpikir sejenak. "Kalau Bagas yang dulu nyebelin banget gak pernah peduli sama aku, ngomong juga irit banget kayak takut bensinnya habis, kalau yang sekarang lebih banyak ngomong dan romantis. Jadi aku lebih suka yang sekarang.""Aku yang dulu peduli sama kamu kok. Kamu ingat kan waktu kamu jatuh karena mau ganti lampu kamar kamu yang putus? Aku gendong kamu, loh. Aku juga manggil dokter.""Iya sih, tapi kan tetap aja kamu cuek. Mana gak pernah mau
"Kamu tadi bilang kerjaan kamu lagi numpuk, tapi kok malah ngajakin aku makan ice cream, sih?""Kan habis makan makanan berat, harus ada dessert. Lagian, gak lama kok. Setelah ini langsung balik kantor.""Bilang aja kamu sengaja mau nahan aku."Bagas tersenyum. "Iya, soalnya kamu udah buru-buru mau balik resto. Padahal, kita baru ketemu lima belas menit.""Lima belas menit gimana? Setengah jam loh kita di ruangan kamu. Kamu aja makannya lama, padahal biasanya cepat banget. Kamu sengaja kan lama-lamain?"Lagi-lagi Bagas hanya bisa tersenyum karena dugaan Arin benar. Risiko punya istri cerdas, tidak akan mudah dibohongi. "Kayaknya aku gak bisa bohong sama kamu, tapi jujur aku pengin banget ngelakuin ini. Disaat lagi mumet karena kerjaan, aku pengin sekali-kali nyantai apalagi sama kamu.""Emang selama ini kamu gak pernah nyantai kayak gini waktu kerjaan banyak?"Bagas menggeleng. "Aku gak pernah mikirin waktu buat duduk-duduk kayak gini walaupun cuma lima menit. Karena bagi aku yang ter
Arin memasak omelette sembari tersenyum. Semenjak bangun tidur, sampai sekarang dia terus tersenyum. Itu karena efek dari Bagas yang mencium keningnya semalam. Ya, semalam memang Arin pura-pura tidur karena merasa canggung dengan Bagas, makanya dia memilih untuk berpura-pura. Tapi dia tidak menyangka kalau Bagas malah mencium keningnya dan itu membuat hatinya menghangat sampai sekarang."Rin! Kamu masak apa? Kok bau gosong?" Bagas yang tiba-tiba muncul, seketika menyadarkan Arin.Arin menatap omelette buatannya yang sudah gosong. "Yah, gosong. Maaf ya, aku tadi gak fokus. Aku buatin lagi.""Gak papa. Lagian, kamu mikirin apa sampe gak fokus? Lagi ada masalah?"Arin menggeleng. "Enggak kok. Bentar ya, aku gak bakal lama kok masaknya.""Iya, lagian saya juga gak buru-buru."***"Makasih ya, udah mau nganterin. Padahal harusnya kamu gak usah nganterin aku. Apalagi kita bawa mobil masing-masing," ujar Arin.Bagas mengantar Arin ke restauran, tapi mereka tidak satu mobil, melainkan mereka
"Nah, udah selesai." Arin tersenyum lebar ketika selesai menata meja makan dengan masakan terbaiknya.Walaupun mereka hanya makan malam di rumah, tapi Arin sangat senang dan antusias. Bagaimana tidak, ini adalah kali pertama makan malam mereka yang dipersiapkan dengan baik dan pastinya akan romantis. Karena mereka sudah saling mencintai. Cinta Arin sudah tidak bertepuk sebelah tangan. Kesabarannya benar-benar membuahkan hasil.Arin menyeka keringatnya. "Gue harus mandi." Arin tidak mau makan malam mereka nantinya malah rusak karena aroma tubuhnya. Arin pun segera beranjak ke kamar untuk membersihkan tubuhnya.***Bagas baru saja sampai di rumah. Dia tidak berganti pakaian lebih dulu, melainkan dia langsung pergi ke meja makan karena penasaran masakan apa yang telah dipersiapkan Arin. Begitu sampai Bagas dibuat takjub karena Arin menyajikan cukup banyak makanan. Dari penampilannya saja sudah membuatnya ingin segera makan. Pasti Arin pulang cepat untuk menyiapkan semuanya. Bagas benar-b
Bagas berlari menghampiri Arin yang sedang menunggu di lobby kantornya. Ketika selesai melakukan rapat dengan klien, sekretarisnya memberitahu kalau dari resepsionis menghubungi dan memberitahu kalau Arin sedang berada di kantornya. Makanya setelah mendapat kabar tersebut, Bagas langsung berlari menghampiri Arin, karena tidak mau membuatnya menunggu lama."Kamu kenapa tidak suruh istri saya ke ruangan saya?" tanya Bagas pada resepsionis dengan ekspresi datarnya."Maaf pak, tadi sudah saya persilakan, tapi bu Arin mau nunggu di sini."Arin mengusap lengan Bagas agar tidak terus mengintimidasi karyawannya. "Jangan dimarahin pegawai kamu. Aku yang mau nunggu di sini kok.""Kenapa gak telfon saya? Atau langsung ke ruangan saya?""Karena kamu lagi meeting, aku gak mau ganggu. Aku datang ke sini karena ada yang mau diomongin.""Ngomong apa?"Arin melihat ke arah sekitar, lalu kembali menatap Bagas. "Gak di sini."***"Kamu mau ngomong apa?" tanya Bagas ketika mereka sudah berada di ruangann