Di sudut ruangan tampak seorang wanita muda tengah menatap ke arah luar jendela. tatapannya yang terlihat kosong justru tengah berdialog dengan rintik hujan yang mulai menderas. Sesekali bibirnya tersenyum pahit. Entah apa yang coba dia kisahkan pada ribuan rintik itu. Yang pasti, dia tidak dalam kondisi hati yang baik.
“Nari,” seketika wanita yang berdiri di sudut itu berbalik menatap pada seorang pria yang memanggilnya dari arah belakang. Nari tampak sangat rapuh, tatapannya begitu pilu, manik yang indah itu tenggelam dalam air mata tanpa bisa mengeluarkannya.
“Ada apa?” Nari menjawabnya dengan nada suara yang terdengar dingin. Seo Joon menghela napasnya dengan berat hati ia berkata.
“Nari, apa kau ingin pergi ke rumah sakit?” mendengar suara Seo Joon Nari menatap ke arahnya. Nari segera beranjak dari tempatnya, ia memegang tangan Seo Joon dengan penuh harap mendapat kabar baik tentang Yo Han. Namun Seo Joon menggelengkan kepalanya.
“Aku akan pulang lebih dulu, jika terjadi sesuatu aku harap kalian menghubungiku.” Setelah berpamitan Lukas beranjak pergi dari rumah sakit. Hari yang cerah telah berganti dengan gelapnya malam. Lukas yang berada di dalam mobil berpapasan dengan mobil yang dikendarai oleh Seo Joon dan juga Nari, mobil yang dikendarai mereka menuju ke arah rumah sakit. Sedangkan mobil yang membawa Lukas menuju ke mansion nya. Saat melewati sebuah toko kue tiba-tiba Lukas meminta Jay untuk menghentikan mobilnya.“Jay,” walau suaranya pelan, Jay dapat mendengar dan mengerti tentang isyarat darinya. Ia pun menepikan mobilnya di area parkir sebuah toko kue. Jay menatap ke etalase kue di sana terpajang kue kesukaan anak-anak.“Jay, tolong kau belikan kue kesukaan anak-anak. Aku akan menunggu di sini.” Lukas menyerahkan kartu Hitamnya pada Jay untuk membayar kue yang akan dibelinya.Jay meraih kartunya lalu beranjak keluar dari d
Conan telah berangsur stabil, raut wajahnya tak sepucat tadi. Conan perlahan membuka matanya. Yang terlihat pertama kali adalah kepala Ibunya yang menunduk seraya memegang salah satu tangannya.“Ibu,” suaranya terdengar begitu lemah. Clarisa yang mendengarnya segera mengangkat dagunya ke atas sehingga dia bisa melihat Conan yang sudah mengulas senyum untuknya.“Sayang, bagaimana keadaanmu? Bagian mana yang sakit?” Clarisa bertanya dengan cemas.“Aku tidak apa-apa Bu, maaf karena membuat semua orang khawatir.” Ia mengedarkan pandangannya. Semua orang tampak cemas dan berkumpul di sekitarnya.“Christ, kemarilah.” Conan menyadari Adiknya yang sudah berlinang air mata. Ia tersenyum lembut padanya. Christian menghampiri Conan yang terbaring di sofa. Christian yang terisak membuat semua orang sedih.“Maaf Christ, sudah membuatmu terkejut. Aku tidak akan meninggalkanmu begitu cepat.”
Tok tok terdengar suara pintu di ketuk. “Ayah, apa aku boleh masuk?” suara khas anak-anak itu terdengar dari balik pintu. “Masuklah.” Lukas mempersilakannya untuk masuk ke dalam. Sesaat kemudian Christian masuk. Ia melihat Lukas tengah bergelut dengan pekerjaannya. “Ayah,” suaranya kembali menggema di seisi ruangan. “Ada apa?” Lukas menghentikan aktivitasnya, lalu menatap ke arah Christian yang berjalan masuk. Christian berdiri di hadapan Lukas mereka hanya terpisah oleh meja yang menghalangi keduanya. “Ayah, bolehkah aku bersamamu?” Christian meminta waktu untuk berdua. Lukas menatapnya lekat. “Mendekatlah.” Lukas melebarkan kedua tangannya untuk menyambut kedatangan Putra keduanya. Christian dengan senang hati dia berhambur ke dalam pelukannya. “Tidak biasanya kau manja seperti ini?” Lukas mengusap lembut punggung kecilnya. “Aku? Hanya saja aku ingin lebih lama menghabiskan waktuku dengan Ayah. Karena sejak dulu
Dokter dan perawat keluar bergantian. Di luar pintu mereka sudah di tunggu oleh Nari, dan yang lainnya. “Dokter, bagaimana keadaannya?” Nari bertanya dengan keadaan tubuh yang gemetar. Suaranya tertahan menahan tangis. “Saat ini keadaannya sudah stabil kembali. Tuhan masih memberkati pasien. Tetapi kami tidak bisa menjaminnya. Semoga saja pasien dapat melewati masa kritisnya.” Selesai menjelaskan para Dokter dan perawat meninggalkan semua orang yang tertunduk lesu. Tubuh Nari mundur ke belakang, kedua kakinya seakan tidak bisa lagi menahan berat beban tubuhnya sendiri. Marvel dengan sigap menangkap tubuh Nari yang terhuyung. “Kau tidak apa-apa?” Marvel bertanya dengan cemas. Nari tak mampu berkata. Sorot matanya begitu kosong. Gerald dan Raymond juga tidak hanya khawatir dengan Yo Han. Nari juga tak luput dari perhatian mereka. Marvel membawa Nari untuk duduk di kursi tunggu, Gerald mendekati Nari. Ia setengah berlutut di
Di mansion terasa begitu ramai. Christian berlarian di antara anak tangga, sedangkan yang mengejarnya adalah Clarisa.“Christian, hati-hati Nak.” Lukas sedikit ngeri jika Putra keduanya terjatuh. Begitu pula dengan Clarisa dia berusaha mendapatkan Putranya.Lukas yang berada di lantai dua mengedarkan pandangannya. Tatapan matanya jatuh pada Conan yang tengah bersandar pada sofa. Pakaiannya sudah rapih dan siap untuk pergi. Athes telah menungguinya sedari tadi untuk membawanya ke rumah sakit menjalankan semua pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang perawatannya. Wajahnya begitu tenang dan damai, tak ada sedikit pun kegelisahan yang menghantuinya.Lukas berjalan dengan anggun saat menuruni anak tangga, dirinya begitu berkarisma dan berwibawa. Clarisa yang lelah mengejar Christian, menjatuhkan tubuhnya di atas sofa, wajahnya yang penuh keringat namun, tetap terlihat cantik itu memandang ke arah Putra sulungnya Conan yang sedang memejamk
Conan yang berjalan di belakang Lukas, menatapnya dari arah belakang. Ia memandangi sosok Ayah yang memberinya kehidupan. Conan berjalan dengan suasana hati yang sangat baik. Tiba-tiba Lukas berbalik. “Mengapa tidak berjalan di samping Ayah?” Lukas menatap anaknya dengan tatapan yang dalam. “Aku hanya ingin melihat Ayah dari belakang.” Sembari tersenyum Conan melangah ke samping Lukas. Ia menggenggam erat tangannya dan mengajaknya melanjutkan langkahnya. "Ayah siapa itu?" Conan bertanya dengan penasaran. “Siapa? Ah, itu adalah wanita yang sangat dicintai oleh paman Lukas.” Lukas bicara dengan seraya mengulas senyum di wajahnya. “Jika itu wanitanya, mengapa tidak berada di sisi paman Yo Han?” Conan menghentikan langkahnya. Lukas juga berhenti dia hanya tersenyum menanggapi pertanyaan yang dilayangkan oleh Putranya. Lukas dengan setengah berlutut Lukas bicara pada Conan. “Bukannya tidak ingin menemani, tetapi ada sesua
Di sudut jendela rumah sakit berdiri seorang wanita muda, tatapannya begitu kosong saat menatap rintik hujan yang turun membasahi bumi. Di kaca jendela ia menempelkan telapak tangannya di sana. Bayangan ini dan itu memenuhi kepalanya. Kenangan manis semakin tergambar jelas dalam ingatannya. Momen saat Yo Han pertama kali pura-pura berkencan dengannya itu adalah kenangan yang sangat indah baginya. Flashback “Apa kau sudah gila? Mengapa kau bilang jika kita pernah tidur bersama?” “Sudah Kukatakan bahwa kita ini berkencan. Bukannya tidur bersama!” Nari setengah berteriak di dalam bar tempat mereka minum. Nari meneguk kembali bir yang ada di tangannya, kemudian ia menggebrak meja lagi di hadapan Yo Han. “Ya! Apa kau sungguh mengatakan bahwa kita ini berkencan?” Nari menatap Yo Han dengan tajam. Sedangkan Yo Han hanya terdiam di tempatnya. “Siap! Karena di kalangan militer semuanya menganggap berkencan itu setara dengan tidur b
Nari menatap Yo Han dengan tatapan yang sangat dalam. Sorot matanya memancarkan kesedihan dan juga kesepian. Nari menggenggam erat tangan Yo Han mencoba untuk mengajaknya bicara. Nari setengah berbisik di sebelah telinga milik Yo Han. “Hai tampan, bagaimana kabarmu?” “Aku sangat kesepian tanpamu, tak bisakah kau bangun sebentar? Aku sangat merindukanmu!” namun, tak ada reaksi dari Yo Han. “Aku mohon bangunlah, jangan biarkan aku sendirian di dunia ini. Aku sangat membutuhkanmu, aku tidak ingin kau pergi meninggalkanku.” Nari mengecup punggung tangan Yo Han yang masih saja tidak sadarkan diri. Suara monitor gelembung oksigen, tetesan infus yang mengalir ke dalam tubuh Yo Han semakin memberi kesan yang mencekam. Deraian air mata terus memenuhi wajah pucat Nari. Matanya sembab karena terus menerus menangis tanpa henti. “Yo Han, jika kau meninggalkanku. Aku tidak akan pernah memaafkanmu. Sungguh!” “Hei! Apa kau masih ingat saa