Di mansion terasa begitu ramai. Christian berlarian di antara anak tangga, sedangkan yang mengejarnya adalah Clarisa.
“Christian, hati-hati Nak.” Lukas sedikit ngeri jika Putra keduanya terjatuh. Begitu pula dengan Clarisa dia berusaha mendapatkan Putranya.
Lukas yang berada di lantai dua mengedarkan pandangannya. Tatapan matanya jatuh pada Conan yang tengah bersandar pada sofa. Pakaiannya sudah rapih dan siap untuk pergi. Athes telah menungguinya sedari tadi untuk membawanya ke rumah sakit menjalankan semua pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang perawatannya. Wajahnya begitu tenang dan damai, tak ada sedikit pun kegelisahan yang menghantuinya.
Lukas berjalan dengan anggun saat menuruni anak tangga, dirinya begitu berkarisma dan berwibawa. Clarisa yang lelah mengejar Christian, menjatuhkan tubuhnya di atas sofa, wajahnya yang penuh keringat namun, tetap terlihat cantik itu memandang ke arah Putra sulungnya Conan yang sedang memejamk
Conan yang berjalan di belakang Lukas, menatapnya dari arah belakang. Ia memandangi sosok Ayah yang memberinya kehidupan. Conan berjalan dengan suasana hati yang sangat baik. Tiba-tiba Lukas berbalik. “Mengapa tidak berjalan di samping Ayah?” Lukas menatap anaknya dengan tatapan yang dalam. “Aku hanya ingin melihat Ayah dari belakang.” Sembari tersenyum Conan melangah ke samping Lukas. Ia menggenggam erat tangannya dan mengajaknya melanjutkan langkahnya. "Ayah siapa itu?" Conan bertanya dengan penasaran. “Siapa? Ah, itu adalah wanita yang sangat dicintai oleh paman Lukas.” Lukas bicara dengan seraya mengulas senyum di wajahnya. “Jika itu wanitanya, mengapa tidak berada di sisi paman Yo Han?” Conan menghentikan langkahnya. Lukas juga berhenti dia hanya tersenyum menanggapi pertanyaan yang dilayangkan oleh Putranya. Lukas dengan setengah berlutut Lukas bicara pada Conan. “Bukannya tidak ingin menemani, tetapi ada sesua
Di sudut jendela rumah sakit berdiri seorang wanita muda, tatapannya begitu kosong saat menatap rintik hujan yang turun membasahi bumi. Di kaca jendela ia menempelkan telapak tangannya di sana. Bayangan ini dan itu memenuhi kepalanya. Kenangan manis semakin tergambar jelas dalam ingatannya. Momen saat Yo Han pertama kali pura-pura berkencan dengannya itu adalah kenangan yang sangat indah baginya. Flashback “Apa kau sudah gila? Mengapa kau bilang jika kita pernah tidur bersama?” “Sudah Kukatakan bahwa kita ini berkencan. Bukannya tidur bersama!” Nari setengah berteriak di dalam bar tempat mereka minum. Nari meneguk kembali bir yang ada di tangannya, kemudian ia menggebrak meja lagi di hadapan Yo Han. “Ya! Apa kau sungguh mengatakan bahwa kita ini berkencan?” Nari menatap Yo Han dengan tajam. Sedangkan Yo Han hanya terdiam di tempatnya. “Siap! Karena di kalangan militer semuanya menganggap berkencan itu setara dengan tidur b
Nari menatap Yo Han dengan tatapan yang sangat dalam. Sorot matanya memancarkan kesedihan dan juga kesepian. Nari menggenggam erat tangan Yo Han mencoba untuk mengajaknya bicara. Nari setengah berbisik di sebelah telinga milik Yo Han. “Hai tampan, bagaimana kabarmu?” “Aku sangat kesepian tanpamu, tak bisakah kau bangun sebentar? Aku sangat merindukanmu!” namun, tak ada reaksi dari Yo Han. “Aku mohon bangunlah, jangan biarkan aku sendirian di dunia ini. Aku sangat membutuhkanmu, aku tidak ingin kau pergi meninggalkanku.” Nari mengecup punggung tangan Yo Han yang masih saja tidak sadarkan diri. Suara monitor gelembung oksigen, tetesan infus yang mengalir ke dalam tubuh Yo Han semakin memberi kesan yang mencekam. Deraian air mata terus memenuhi wajah pucat Nari. Matanya sembab karena terus menerus menangis tanpa henti. “Yo Han, jika kau meninggalkanku. Aku tidak akan pernah memaafkanmu. Sungguh!” “Hei! Apa kau masih ingat saa
Christian dan Diora bermain bersama, mereka juga menikmati hidangan yang di sajikan oleh pihak restoran di meja yang sama. Sementara para orang tua berada di meja yang terpisah. Christian begitu menikmati waktu bersama dengan Diora. Begitu pula dengan sebaliknya, Diora sangat bersemangat saat berbincang dengan Christian. Clarisa tidak menyangka bahwa Putranya dapat cepat akrab dengan Diora yang notabenenya baru saja bertemu. Tak terasa hari telah menjelang sore, Christian sebenarnya tidak ingin berpisah dengan Diora. Tetapi Neneknya menjamin jika nanti ia akan di pertemukan lagi dengan Diora di acara selanjutnya. “Christian, sampai jumpa!” Diora yang berada di dalam mobil melambai pada Christian yang masih menunggu supir untuk menjemput mereka. Christian hanya tersenyum hingga bayangan mobil yang di kendarai oleh Diora hilang berbaur dengan mobil yang memadati jalanan. Clarisa menyadari sikap Christian, dia tahu bahwa Putranya t
Di sebuah ladang ranjau yang telah diamankan. Yo Han terbangun langit telah berganti. Cahaya matahari di sore hari membuat Langit berwarna Merah. Seorang wanita tengah berdiri di antara cahaya yang menutupinya. Yo Han merasakan silau di kedua matanya, ia mencoba bangkit dari tidurnya. Yo Han duduk memandangi wanita yang tersenyum hangat sembari membawa setangkai bunga liar. “Lihatlah indah bukan?” Nari memperlihatkan bunga yang sedang dia genggam pada Yo Han. “Eng, ini sama indahnya denganmu!” Yo Han bangkit. Ia memeluk Nari dari belakang. Keduanya memandangi langit yang semakin Merah. Ia mencium pipinya sesekali. “Di mataku kaulah yang terindah. Aku bahkan tidak bisa berpaling darimu. Saat yang selalu di rindukan oleh keduanya adalah menghabiskan waktu bersama. Satu tangannya menyentuh lengan Yo Han. Sedang yang satunya lagi tetap memegang setangkai bunga liar. Nari tampak menikmati waktu saat melihat matahari terbenam. Perlahan cahaya i
Di rumah sakit. Yo Han telah dipindahkan ke bangsal VVIP. Walau masih lemah tetapi Yo Han masih terus mencari-cari wanitanya. Yo Han mengedarkan pandangannya yang bisa dia temukan hanyalah Gerald dan juga Marvel. Ia menghela napasnya. “Apa dia tidak datang?” Marvel dan Gerald tidak bicara sepatah kata pun. Yo Han kembali menghela napasnya dengan berat. Ia memejamkan matanya berharap jika wanitanya datang menghampirinya. Namun, kenyataannya tidak seperti yang di harapkan. Nari tidak pernah datang lagi menemui Yo Han. “Apa kau ingin makan sesuatu?” Gerald bertanya pada Yo Han yang memalingkan wajah darinya. Yo Han hanya menggelengkan kepalanya. Dia tak ingin bicara dengan siapa pun. Yo Han hanya menatap ke arah jendela. “Jika saja tubuhku masih bisa berdiri aku akan berlari menemuinya.” Yo Han mendengus. Sedangkan Gerald dan Marvel hanya diam. “Kau bahkan tidak bisa bangun dari tempatmu! Jangan berlagak sok kuat!” tiba-tiba suara Lukas terdengar
Hari telah menjelang sore, panasnya matahari kini telah berganti dengan indahnya senja di sore hari. Clarisa tengah menatap Christian yang sedang bermain dengan Athes. Gelak tawanya terdengar begitu renyah di telinganya. Buuaaarrr... “Ibu, Aaaahhh!” Christian berteriak kesakitan saat dirinya tidak sengaja tercebur ke dalam sungai kecil yang ada di halaman belakang. Clarisa yang kaget langsung berlari menghampiri Christian yan sudah basah kuyup. Athes yang ada di sisi lain juga berlari dengan cepat saat mendengar teriakan Christian. “Tuan muda, apa Anda tidak apa-apa?” Athes bertanya sembari mengangkat Christian dari air. “Aaaaa, ini sangat menyakitkan!” Christian sedikit berteriak saat Athes memindahkannya. “Bagian mana yang sakit?” Clarisa bertanya dengan cemas saat putranya tengah mengaduh kesakitan. “Kakiku,” Christian berkata dengan lirih. Athes menurunkannya. Ia mencoba memeriksa pergelangan kaki Christian dan benar saja. Ma
Di apartemen Nari tengah terbaring . demamnya sudah reda. Nari tak bisa berbuat apa pun. Dia hanya tertidur seharian. Tetapi mulut dan hatinya tidak. Yang di sebut hanyalah Yo Han dan Yo Han. Hingga membuat Seo Joon geram sendiri. Seo Joon menggosok wajahnya dengan kasar. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dia sendiri bahkan sudah kewalahan karena tekanan ayahnya yang tak lain adalah ayah Nari juga. Setelah seharian dia tertidur, Nari terbangung dengan pikiran linglung yang dia tanyakan hanya Yo Han dan Yo Han. “Kakak, bagaimana dengan Yo Han? Apakah dia baik-baik saja?” sorot matanya menunjukan pengharapan yang tiada akhir. Walau dia tahu akhirnya dirinya juga yang akan terluka. “Nari, jika kau masih mencintainya mengapa kau tidak kembali padanya?” “Jika dia mencintaimu tanpa pamrih dan juga tulus. Dia akan menerimamu dalam keadaan seperti apa pun.” Seo Joon tak kuasa saat melihat adiknya kembali terluka. “Kakak tidak tahu bagaim