Olivya POV
Dapat kulihat dia sedang menggeram marah. Aku kaget saat ia mendorongku secara paksa masuk kedalam mobil sportnya ini, setelah itu dia menutup pintunya dengan sangat kencang. Dasar pria arogan, bagaimana kalo mobil bagusnya ini rusak? Emang seberapa kaya dia? Lihat tampangnya saja biasa saja.Tanpa aku sadari, aku menangis. Entah karena apa aku tiba-tiba menangis. Karena takut mungkin.“Heh kenapa kau menangis?” tanya pria arogan itu yang saat ini sudah disebelahku, lebih tepatnya dibagian pengemudi.“Tentu saja aku menangis, kau menculikku. Hiks...hiks..” ucapku dengan teriakkan.“Oh ayolah Vya—““Bagaimana kau tahu namaku heh? Pasti kau sudah merencanakannya sebelum menculikku.” Aku tahu dia menggeram marah, mungkin karena aku memotong ucapannya.“Dengar ini baik-baik Vya, Aku tidak menculikmu. Aku hanya mengamankanmu, okay?” balasnya.“Oh God, mengamankan ku dari apa? Apakah aku dalam bahaya?”“Ya, kau dalam bahaya”“Bahaya ten—““Kau ini cerewet sekali. Diam lah, dan biarkan aku menjalankan mobil ini” potongnya dan aku hanya bungkam. Aku tahu dia frustasi dengan kecerewetan ku.“Namamu Mad kan?” tanyaku saat mobil ini sudah berjalan membelah kota Milan.“Hm” balasnya. Hufft menyebalkan, dia sangat cuek dan dingin.“Hmm pria arogan—““Kenapa kau memanggilku pria arogan, heh? Bukankah kau sudah tau namaku?” potongnya dan aku tak memedulikannya.“Aku ingin beritahu bahwa ini bukan jalan arah apartemenku” ucapku.“Siapa bilang aku akan membawamu kembali ke apartemen mu?” ucapnya. Aku membulatkan mata dan menganga lalu menangis.“Kau menculikku, kau menculikku. Kau jahat, sangat jahat. Apa salahku sehingga kau menculikku? Apa yang kau mau dari gadis polos sepertiku?” kataku sambil memukul lengannya.“Hey, Hey. Stop it” ucapnya dan aku hanya menghiraukannya.Aku menghentikan pukulan ku dan mengusap hidungku.“Apakah kau akan mengurungku di gudang terus mengikatku atau kau memperkosaku setelah itu membunuhku? Apakah kau akan melakukan seperti yang di film-film itu?” tanyaku dengan polos. Setelah itu hening.Satu detikDua detikTiga detik“Bwahahahha” aku terkejut tiba-tiba pria arogan ini tertawa dengan sangat keras dan sangat memekikkan telinga.“Dengar ini Vya, aku takkan melakukan hal konyol itu,” ucapnya disela tawanya.“Dan ya, buanglah pikiranmu itu karena kamu tidak akan mengalami hal seburuk itu dariku.” Ucapnya lagi. Aku hanya mengangguk.Tak lama kemudian, pria arogan ini membelokkan mobilnya disalah satu rumah bak istana. Dasar pria arogan, apakah dia tak punya rumah sampai harus membelokkan mobilnya dirumah orang lain?. Mobil ini berhenti di depan pintu yang menjulang tinggi. Aku menatapnya dengan penuh pertanyaan.“Ada apa?” tanyanya, seakan tau arti tatapanku.“Kenapa kau mengajakku ke rumah orang? Kau tak malu masuk ke rumah orang sembarang, heh?” balasku.Dia menghembuskan nafas gusar lalu menatapku dengan tajam dan aku pun juga menatapnya tak kalah tajam.“Kau lihat tulisan itu?” ucapnya sambil menunjuk tulisan yang ditulis pada papan yang sepertinya berlapis emas.“Vallencio’s Mansion” ucapku sambil membaca tulisan yang ia tunjuk.“Dan kau tentu sudah tahu namaku kan?” tanyanya lagi. Ah dia tidak langsung intinya, sangat bertele-tele.“Ayolah jangan bertele-tele” ucapku frustasi.“Jawab dulu pertanyaan ku!” geramnya.“Ya baiklah, namamu Madrick Vallencio. Itulah yang kudengar tadi dari mulutmu” ucapku pasarah.Tunggu! Vallencio? Dan mansion ini Vallencio’s Mansion. Artinya, pria arogan inilah pemilik mansion ini. Aku menatapnya dengan terkejut dengan menganga tak percaya.“Jadi..??” aku menggantungkan ucapanku.“Jadi akulah pemilik mansion ini” ucapnya dengan senyum kebanggaan. Heh dasar pria sombong.“Kita terlalu lama di dalam mobil. Ayo turun, Vya.” Acapnya lagi dan dia keluar dari mobil, setelah itu membukakan pintu mobilnya untukku.Aku turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam mansion bak istana ini. Kami disambut dengan hangat para maid disini. Tapi yang kulihat, pria arogan ini hanya menganggap sapaan pelayannya angin lewat.“Hei, dia menyapamu,” ucapku memukul bahunya.“Lalu?”Aku mengehembuskan nafas gusar.“Balaslah sapaannya walau hanya dengan senyuman.”“Hanya orang tertentu yang bisa mendapatkan senyumanku ini, Vya.”“Hah sombong sekali dirimu ini.” Balasku.Pria arogan ini menarikku menuju tangga. Aku menginjakkan kakiku pada anak tangga yang berlapis karpet merah dan dipinggirnya penuh dengan permata. Pria arogan ini terus menyeretku hingga aku berhenti didepan pintu bercat putih. Didepan pintu ini, tertulis namaku. Olivya Vallencio. Hei, dia salah menuliskan kepanjangan namaku.“Hey, pria arogan! Kenapa kau mengubah nama belakangku menjadi namamu?” ucapku tak terima.“Karena kelak kau akan menyandang namaku.” Balasnya.“Mimpi saja kau, mana bisa aku menikah dengan orang yang sama sekali tak ku cinta.” Balasku.“Maka itu, mulailah mencintaiku mulai detik ini,”“Dan ya. Jangan lupa untuk selalu selipkan namaku dihatimu.” Sambungnya.“Tidak, aku tidak bisa mencintai orang yang telah menculikku. Namaku akan tetap OLIVYA MACRIME.” Ucapku penuh penekanan pada namaku.“Ayolah Vya, aku tidak menculikmu. Aku hanya mengamankanmu dari orang-orang yang berlaku jahat padamu”“Kenapa kau selalu memanggilku Vya?” tanyaku“Ya karena itu namamu. Jika itu bukan namamu, untuk apa aku memanggilmu Vya.” Balasnya dengan santai“Kau panggil aku Oliv saja.”“Tidak, aku tidak ingin memanggilmu Oliv.”Aku menaikkan satu alisku.“Kenapa?”“Ya karena nanti sama dengan orang lain. Aku ingin berbeda dengan yang lain”“Tapi kan—““Ssssttt, kau ini. Kalau kita berdebat terus didepan pintu, kapan kita akan masuknya?” potongnya.Pria orogan ini membuka pintunya dengan password canggih yang berada pada knop pintu. Dan saat pintu terbuka, terpampanglah sebuah kamar yang begitu luas dengan tembok berwarna biru dan putih, warna kesukaanku. Disana terdapat sebuah kasur berukuran besar berwarna putih lembut.“Ini kamarmu dan soal pakaian, semua sudah ada dalam walk in closet. Jika kau butuh sesuatu, panggil saja maid menggunakan alat microphone itu.” Ucapnya dan hendak melangkah pergi. Namun aku tarik lengannya sambil menunjukkan ekspresi ketakutan padanya.“Ada apa?” tanyanya.“Itu, bisakah kau menyingkirkan pistol itu?” ucapku.Dia menaikkan satu alisnya sebelum pada akhirnya membuka suara.“Kenapa? Itu hanya hiasan dan tak ada pelurunya.” Ucapnya.“Kau tahu? Aku sangat trauma dengan benda-benda seperti itu.”“Trauma kenapa?”“Karena benda itu, nyawa keluargaku melayang. Ya walaupun yang melakukannya seorang mafia.”Pria arogan ini mengelus puncak kepalaku seraya tersenyum. Dia melangkah kearah hiasan pistol itu dan mengambilnya.“Istirahatlah.” Ucapnya singkat dan berlalu melangkah pergi dan menutup pintu dengan pelan.Aku berjalan kearah jendela dan kubuka tirainya yang besar dan sedikit berat itu. Disana terdapat taman bunga mawar putih. Seakan tak boleh ada yang menginjaknya, Ditengah taman itu terdapat jembatan yang akan menghubungkan taman bunga mawar putih dengan danau buatan. Rasanya aku ingin kesana dan memetik bunga itu.Aku berlari menuju pintu, tapi aku sepertinya melupakan sesuatu. PASWORD PINTUNYA!!Olivya POV OffSetelah makan utama selesai, Olivya melarang mereka untuk beranjak dari tempat. Ia juga memerintahkan maid yang lain untuk membereskan semua sisa makan. Mereka berbincang-bincang di ruang makan sambil melemparkan candaan satu sama yang lain."Kate, dimana pacarmu?" tanya Olivya untuk menggoda anak itu."Hah? Aku tidak punya pacar, aunty. Apakah Allcy mengatakan kepada aunty kalau aku punya seorang pacar?" balas Kate."Tidak, Kate. Aku pikir kamu sudah punya pacar. Kamu cantik, masa iya tidak punya pacar.""Masa sih tan aku cantik?" tanya Kate untuk memastikan.Olivya mengangguk sambil tersenyum."HAHHHH, GUYS, AKU CANTIK MMPH–" Jenny menutup mulut sahabatnya ini saat berteriak cukup kencang, yang membuat seluruh orang kaget.Mereka semua tertawa saat melihat Kate yang berteriak karena baru saja dipuji cantik."Apa sih, Jen? Kamu ga suka kalau aku dipuji cantik? Kamu iri ya?" tanya Kate dengan nada mengejek yang dibuat-buat olehnya."Kak Kate engga cantik. Kalau cantik, berarti kak Kat
Tok tok tokSeseorang mengetuk pintu kamar Olivya. Olivya yang sedang menyisiri rambutnya didepan cermin meja rias pun segera bangkit dan membuka pintunya untuk mengetahui siapa yang telah mengetuk pintunya."Allcy, ada apa?" tanya Olivya. Allcy lah yang telah mengetuk pintu kamar Olivya."Mama, apakah ruang bioskop nya sudah bisa aku gunain?" tanya Allcy."Sudah, sayang. Tapi bentar, sekarang jam berapa?" tanya Olivya.Allcy menatap kearah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. "Pukul lima sore, Ma." jawab Allcy."Pukul tujuh harus sudah haru berada di ruang makan ya, bersama ketiga sahabat mu. Kita makan malam bersama."Allcy mengangguk saja dan berpamit untuk pergi. Olivya menutup kembali pintu kamarnya. Ia berjalan menuju sebuah lemari berukuran cukup besar. Ia membuka lemari itu dan mengambil sesuatu di dalamnya. Saat mendapatkan apa yang dia ambil, Olivya kembali menutup pintu lemari besar itu. Ia berjalan menuju meja baca sambil membawa sebuah kotak berukuran panja
Milan, Italy 03.00 PMHampir menjelang sore hari, jalanan kota Milan terus saja ramai kendaraan yang berlalu-lalang. Mulai dari mobil, pejalan kaki, truck besar, sepeda motor, serta kendaraan lainnya.Empat orang gadis cantik yang sedang berada dalam mobil, sedang menikmati hujan di sore hari. Mereka merasa segar, karena baru saja melalukan perawatan wajah dan tubuh. Ditambah udara sejuk di sore hari.Lampu hijau berubah menjadi merah. Kate yang saat ini menggantikan Jenny untuk menyetir mobil milik Jenny. Radio musik di putar dengan cukup kencang.Elizabeth terus menatap jalanan yang ramai. Baru kali ini ia pergi keluar bersama seorang sahabat dan melalukan aktifitas seperti orang normal. Mungkin bagi diri Elizabeth, ini tidak normal. Setiap hari hidupnya selalu diatur dua puluh empat jam.Hari ini ialah hari yang cukup membahagiakan bagi Elizabeth dan juga ketiga sahabatnya. Kesempatan bagi dirinya untuk membebaskan diri."Allcy, apakah kita mampir dulu ke supermarket?" tanya Kate s
Allcy baru saja usai menelpon Mama nya untuk meminta izin jika dia akan pulang lambat. Selain itu, ia juga meminta izin agar diperbolehkan sahabat-sahabatnya ini menginap dirumah. Allcy, Elizabeth, Kate dan Jenny berjalan masuk kedalam mobil milik Jenny. Jenny sengaja menyetir mobil sendiri tanpa menyuruh sopirnya.Elizabeth juga sudah menelpon sopirnya agar datang ke sekolah dengan membawa pakaian ganti Elizabeth untuk menginap dirumah Allcy. Elizabeth juga tak lupa memberikan tas sekolahnya kepada sopirnya dan ia membawa tas yang berisi pakaian ganti yang dibawakan oleh sopirnya.Allcy duduk didepan, disebelah kursi sopir. Sedangkan, Elizabeth dan Kate duduk dibelakang. Jenny memutar musik untuk menghilangkan kesunyian."El, kenapa kamu tidak beli saja pakaian baru di mall nanti? Biar sopirmu tidak perlu membawakan baju ganti mu." tanya Kate yang berada di samping Elizabeth.Elizabeth tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Tidak, Daddy tidak memberikan aku izin."Kate mengerutka
Elizabeth melangkah sepanjang koridor sekolah. Seperti biasanya, dia tetap menjadi sorotan mata seluruh siswa. Apa mungkin kulitnya yang terlalu putih?Elizabeth menundukkan pandangannya. Ia tak memiliki cukup keberanian untuk mengangkat kepalanya dan menatap balik semua siswa disini. Saat ini ia datang lebih awal dari ketiga sahabatnya.Brukkk"Aww!" ringis Elizabeth dengan pelan saat ada seseorang yang menabrak dirinya."Hei, jalan pake mata bisa nggak?" bentak seorang gadis yang bertabrakan dengan dirinya."M-maaf, sekali lagi aku minta maaf." gumam Elizabeth dengan pandangan yang senantiasa menunduk."Lain kali gunakan mata untuk jalan, jangan nunduk terus."Plakkk"Aww.."Elizabeth mengangkat pandangannya saat gadis di depannya ini meringis kesakitan. Dia melihat kota susu kosong yang di lemparkan seseorang kepada gadis didepannya ini."Bodoh! Jalan itu pakai kaki." ujar seorang gadis yang sudah berada di samping Elizabeth.Kate. Gadis itu yang melempar kota susu kosong kearah ga
Olivya sedih jika harus pulang sekarang. Baginya, waktu begitu sangat cepat berlalu. Jam sudah menunjukkan pukul enam sore. Adrian, Olivya dan Allcy hendak bersiap-siap untuk masuk kedalam mobil milik keluarga Midleton.Mad merengkuh pinggang Olivya dengan cukup erat. Rasanya, tidak ingin ia harus berpisah dengan istrinya itu."Daddy, kapan Daddy akan ikut bersama kami?" tanya Adrian.Mad berjongkok didepan Adrian untuk mensejajarkan tubuhnya dengan putranya."Saat di rasa sudah waktunya, Daddy akan sesegera mungkin untuk pulang." balas Mad."Tapi Daddy janji ya kalau sudah pulang ke mansion, tidak boleh lama lagi."Madrick mengangguk kepalanya. Ia mengecup puncak kepala Adrian dan setelah itu mengecup puncak kepala Allcy."Jaga Mommy ya. Adrian kan jagoan Daddy." pinta Mad pada putra kecilnya."Pasti Daddy."Mad mengantarkan Olivya, Allcy dan Adrian untuk masuk kedalam mobil. Keluarga kecil Midleton hanya melihat adegan itu dari ambang pintu castle.Mad terus memantau mobil yang di t