Share

2. KATAKAN, SIAPA YANG MENYURUHMU?

“Maaf, apa Anda Pak Keenan Setyawardhana?” tanya Gladys gemetar.

Laki-laki itu menyeringai ketika Gladys menyebutkan namanya. Dia menggulung lengan bajunya sampai sikut.  “Akhirnya kamu tahu siapa saya,” jawab Keenan yang tidak pernah beranjak dari hadapan Gladys.

Ah, ternyata laki-laki ini adalah pemilik rumah yang tadi sedang dia bersihkan. Gladys masih menatap wajah Keenan yang nampak sinis memandangnya.

“Pak, kenapa saya diikat seperti ini? Apa salah saya?” tanya Gladys, yang mencoba mencari tahu alasan dirinya bisa berakhir di tempat seperti ini.

“Salah saya?” cibir Keenan. Saya yang dia maksud tentu saja Gladys, dia hanya mengulang ucapan gadis itu. “Kamu masih bertanya apa salahmu, hah?” sentaknya.

Dug!

Keenan tiba-tiba menendang  kaki kursi yang sedang diduduki oleh Gladys.

“Aww!” ringis Gladys. Bukannya menjawab pertanyaannya, Keenan malah membuat Gladys  tersentak dan terkejut.

Memangnya apa salah Gladys, sampai dia diikat seperti ini? Matanya kini mulai berkaca, namun dia berusaha untuk tidak menangis. Dia harus bisa bertahan dan tak terlihat lemah. Sebisa mungkin, Gladys harus bisa menyembunyikan rasa takutnya di depan Keenan.

Keenan tiba-tiba menekan pipi Gladys keras. Lagi-lagi Gladys tersentak dan merasakan sakit. Dia melihat tatapan Keenan yang menusuk. Dingin. Kini rasa dingin di tubuhnya semakin menjadi. Wajahnya juga sekarang sudah mulai memucat, saking takutnya. 

“Katakan, siapa yang menyuruhmu, hah?” tanya Keenan dengan penuh penekanan.

Dahi Gladys berkerut. Menyeruhnya? Maksudnya menyuruhnya merapikan kediaman Keenan? Tentu saja bosnya! Siapa lagi?

“Jawab! Kamu punya mulut, kan?” sentak Keenan yang semakin menekan pipi Gladys.

“Sa-sakit!” ringis Gladys.

“Cih!” Keenan membuang ludah, dia kesal karena gadis ini tak menjawab pertanyaannya. “Jawab! Bukannya merengek, bodoh!” hardik Keenan, dia memberang. Wajahnya kini merah padam. Dia tidak suka dengan perempuan yang tak menurut padanya.

“Sa-saya tidak mengerti ma-maksud, Bapak,” jawab Gladys mendadak gagap, nyali Gladys kini menciut.

Keenan mendengus. “Apa? Kamu tidak mengerti maksud saya?” tanya Keenan dengan nada yang meninggi. “Apa kamu bodoh, hah? Saya hanya bertanya, siapa yang menyuruhmu!” Keenan memberang, dia melepaskan cengkraman pada pipi Gladys dengan kasar.

Gladys menelan salivanya. Padahal hari ini adalah hari pertamanya mendapatkan tugas membersihkan sebuah rumah. Biasanya dia hanya ditugaskan membersihkan tempat umum dan kumuh.

Saat mendapatkan tugas di sebuah rumah, Gladys merasa senang sekali. Bahkan dia ingat senyumannya saat itu mengembang sempurna. Bagaimana tidak senang? Bayaran membersihkan rumah itu bisa dua kali lipat. Bahkan untuk rumah mewah seperti milik Keenan ini, bisa tiga kali lipat lebih besar dari biasanya.

Ya! Gladys adalah seorang karyawan di salah satu perusahaan cleaning service. Itu adalah pekerjaannya di pagi sampai sore hari. Dia sendiri baru bekerja selama satu bulan di perusahaan tersebut. Namun tiba-tiba ia bisa mendapatkan kesempatan emas seperti ini. Biasanya untuk ukuran karyawan baru, atasannya tidak pernah memberikan tugas untuk membersihkan sebuah rumah. Dia berharap uang hasil kerjanya ini bisa ia kirimkan ke kampung, untuk mengobati biaya pengobatan ibunya yang harus cuci darah dua minggu sekali.

“Saya hanya ditugaskan untuk membersihkan rumah Bapak oleh bos saya,” ucap Gladys sambil terisak. Percuma saja rasanya dia menyembunyikan rasa takut di hadapan Keenan. Akhirnya Gladys menitikan air matanya, karena dia sudah merasa tertekan dengan aura Keenan yang sangat mengintimidasinya.

“Siapa bosmu?”

Gladys diam tak langsung menjawab. Tentu saja bosnya di tempat kerja. Memangnya siapa lagi?

“JAWAB!” sentak Keenan. Dia tak suka jika lawan bicaranya tidak segera menjawab pertanyaannya dengan cepat.

“Bos Farhan. Atasan saya di tempat kerja, Pak.”

Keenan menganggukkan kepalanya, lalu menggertakkan rahangnya. “Terus, kenapa kamu menyentuh sesuatu yang tidak boleh kau sentuh?” tanyanya lagi.

Gladys terperanjat. Maksudnya apalagi? Memangnya apa yang tidak boleh dia sentuh? Rasanya dia hanya menjalankan instruksi yang diberikan oleh bosnya.

“Maksud Bapak apa?” tanya Gladys.

Keenan menghela napas, lalu dia menggeleng. Apa gadis ini benar-benar bodoh? Keenan kesal ketika Gladys menimpalnya dengan pertanyaan lagi, bukan dengan sebuah jawaban. Keenan berjongkok di depan Gladys. Telapak tangannya yang besar kini menyentuh pipi Gladys. Kemudian dia menepuk-nepuk pelan pipi Gladys.

“Apa saya harus mempelakukanmu lebih kasar lagi, supaya kamu segera menjawab? Saya butuh jawaban! Bukan sebuah pertanyaan!” tegas Keenan sambil mentap Gladys tajam. Tatapannya itu jelas memperlihatkan Keenan yang sedang marah.

“Ja-jangan, Pak,” jawab Gladys sambil menggeleng cepat.

“Ya sudah, makanya jawab! Kenapa kamu menyentuh dan mencoba membuka brankas yang ada di ruangan saya, hah?” tanya Keenan. Dia mengelus pipi Gladys pelan, namun sentuhannya itu berbeda dengan tatapan matanya yang terlihat mengintimidasi.

 “Saya tidak pernah memerintahkan para petugas cleaning service untuk masuk ke ruangan saya! Tapi kenapa kamu malah masuk ke sana?” imbuh Keenan

Gladys akhirnya menjawab. “Saya hanya menjalankan perintah. Kalau Bapak tidak percaya, Bapak bisa tanyakan langsung pada bos saya,” isaknya. Air mata kini sudah membanjiri pipi Gladys.

“Cih! Alasan!” Keenan seolah tidak mempercayai ucapan Gladys. “Kamu pasti dikirim oleh Aidan, kan?” tanya Keenan menyembutkan nama yang tak asing di telinga Gladys.

Mata Gladys membulat ketika Keenan mengucapkan nama Aidan. Kenapa dia mengenal Aidan? Ada hubungan apa Keenan dengan Aidan? Dan … kenapa dia berkata seperti itu? Dikirim oleh Aidan? Maksudnya apa? Semakin ke sini, Gladys semakin tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Keenan.

‘Oh, Tuhan. Tolong aku.’

Kesal. Keenan merasa kesal karena Gladys tak segera menjawab pertanyaannya. Dia sudah cukup bersabar pada gadis itu. Kemudian dia beranjak dan berjalan ke belakang Gladys.

“Saya tidak suka dengan orang yang tak segera menjawab pertanyaan dari saya!” ucap Keenan. Kemudian tiba-tiba dia membekap Gladys denga kuat.

Gadis itu meronta. “Mmmhh!” pekiknya mencoba melawan pada Keenan. Namun … semakin Gladys meronta, semakin kuat pula bekapan dari laki-laki itu.

Sesak. Kini Gladys merasakan sesak. Dia membutuhkan oksigen sekarang. Lama kelamaan Gladys sudah tak sanggup memekik dan meronta, tenaganya habis. Kini tubuhnya melemas, dadanya sesak, dan … pandangannya mulai terasa kabur.  Tak lama kemudian semuanya terasa gelap.

BERSAMBUNG ….

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status