Share

3. PENYIKSAAN TIADA HENTI

“Sudah bangun?” Suara bariton itu seolah menyapa Gladys yang baru saja membuka mata.

Gladys menyipitkan matanya, mencoba menyesuaikan dengan cahaya yang dia terima. Cahaya di ruangan itu sedikit lebih terang dari sebelumnya. Dia mulai menggerakkan kepalanya, mencoba memindai tempat tersebut.

Sebuah kamar. Gladys menebak dirinya sedang berada di sebuah kamar. Pasalnya dia bisa melihat nakas, pendingin ruangan, lampu hias, dan ... ah kepalanya masih terasa pusing. Dia tak bisa memindai terlalu banyak.

Setelah selesai memindai gadis itu baru sadar bahwa kondisinya masih sama seperti sebelumnya, terikat. Namun saat ini dia sudah tidak terikat pada kursi. Melainkan dia terikat di atas ranjang dengan posisi telentang. Tangan dan kakinya terikat tali yang diikatkan pada ujung ranjang.

‘Apa lagi ini?’ batin Gladys. Kenapa dia masih diikat seperti ini? Jangan tanya bagaimana perasaannya. Sudah barang tentu dia terkejut dan merasa takut.

“Kamu pingsan atau tidur, sih? Dua jam kamu memejamkan mata. Saya sampai bosan menunggumu bangun,” ucap seorang seorang laki-laki dengan nada bicara yang dingin. Gladys tahu betul itu adalah suara Keenan.

Gladys mengangkat kepalanya ke depan, mencoba melihat ke arah Keenan. Laki-laki itu sedang memegang gelas berisikan wishky. Berjalan dengan santai, dan berdiri di samping kasur sambil menatap Gladys dengan tatapan tercela.

“Pak, saya mohon lepaskan saya,” lirih Gladys memohon.  

“Saya tidak akan melepaskanmu. Sampai kamu mengaku siapa yang menyuruhmu!”

Gladys mengigit bibir bawahnya. Mengaku apa lagi? Seingatnya dia sudah menjawab pertanyaan itu tadi. Tapi kenapa Keenan tidak percaya dengan apa yang dia katakan. 

“Saya harus menjelaskan berapa kali lagi? Saya hanya menjalankan perintah dari bos saya. Kalau Bapak tak percaya, Bapak bisa tanyakan saja pada beliau.” Lagi-lagi Gladys mencoba berani melawan ketika menjelaskan sekaligus membela dirinya sendiri. Padahal dia benar-benar merasa terintimidasi oleh sikap Keenan yang sangat dominan.

“Saya tidak percaya! Apalagi saya tahu kamu pernah beberapa kali bertemu dengan Aidan. Kamu tahu, di mata saya Aidan Setyawardhana itu siapa?” tanya Keenan.

Gladys menggeleng, namun sebentar … nama belakang mereka sama. Gladys baru menyadari hal itu. Padahal dia sudah mengenal Aidan kurang lebih empat tahun. Apa Aidan dan Keenan ini bersaudara?

“Dia dan keluarganya adalah musuh saya! Kamu pasti diperintahkan oleh Aidan untuk mengambil hardisk dalam brankas itu, kan?” berang Keenan, tatapannya kini seperti memancarkan api yang berkobar.

Tubuh Gladys bergetar, dia tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya lagi. Tuhan tolong Gladys! Dia terus memohon di dalam hatinya.

“Jawab, bodoh! Kenapa kamu selalu diam ketika saya bertanya, hah?” Keenan terus menekan Gladys. Lalu dia menyiram wajah Gladys dengan wishky yang sedari tadi sedang dia pegang secara perlahan.

Gladys mengerejap, ketika wiskhy tersebut membasahi wajahnya. Dia menutup mata dan juga mulutnya.

Keenan duduk di samping Gladys yang sudah tidak berdaya itu. Menyeka wajah gadis itu dengan sapu tangan yang baru saja dia keluarkan dari saku celananya. Setelah itu dia mencoba mengelus wajah Gladys dengan lembut.

“Apa saya harus melakukan sesuatu dulu padamu, agar kamu bicara?” bisiknya dengan penuh gairah.

Gladys merinding dan juga merasa geli. Melakukan sesuatu? Bukannya sedari tadi laki-laki ini sudah melakukan hal-hal yang membuat Gladys menderita? Mengikatnya, menekannya, membuat mentalnya down dan membuat dia kembali pingsan. Saat ini pun kondisinya tidak lebih baik dari tadi.

“A-apa lagi yang a-akan Bapak lakukan,” ucap Gladys tergagap Badannya kini gemetar. Sungguh Gladys ingin bebas dan keluar dari sini.

Keenan menarik sudut bibirnya sebelah, sambil menatap Gladys dengan tatapan melecehkan. Lalu dia menundukkan kepalanya, mendekatkan wajahnya pada wajah Gladys dan mencium bibir ranum milik gadis itu. Membungkamnya dengan ciuman panas.

Gladys meronta. Dia tidak suka dengan perlakuan Keenan yang menciumnya secara tiba-tiba.

“Hmmpp!” Rontaan gadis itu semakin menjadi ketika lidah Keenan menerobos masuk ke dalam mulut Gladys. Mencoba mendominasi keadaan dan memimpin permainan.

Merasa terganggu dengan guncangan yang diciptakan gadis itu. Keenan melepaskan pagutannya. Lalu dia mengigit bibir bawah Gladys dengan keras.

“Aww!” pekik Gladys kesakitan.

“Kamu brutal juga ternyata.” Keenan beranjak. Lalu dia membuka laci nakasnya dan mengeluarkan sebuah gunting.

“Pak! Apa yang akan Anda lakukan? Tolong hentikan!” teriak gadis itu putus asa. Dia terus meronta, berharap ikatan tali itu melonggar. Namun sayang semakin dia meronta, Gladys semakin merasakan sakit pada pergelangan tangan dan juga kakinya.

“DIAM!” teriak Keenan, dia menyumpal mulut Gladys dengan sapu tangan miliknya. Kemudian menggunting pakaian yang sedang Gladys kenakan.

“Mmm ….” Gladys berteriak walau dia tahu hal itu akan sia-sia.

Kini baik pakian luar atau dalam yang dikenakan oleh Gladys sudah tak lagi menempel di badannya. Pakaian itu sudah tergunting tak beraturan. Tubuhnya kini polos tanpa busana. Gladys merasa malu, dia ingin menutup badannya ini dengan tangannya, atau menyingkap selimut agar badannya tertutup. Tapi dia tidak bisa melakukan apa pun.

Gladys kini hanya bisa menangis. Dia terisak hebat. Perasaan malu, kesal, dan marah sedang mendominasi hatinya. Ia tidak pernah menunjukkan tubuh polosnya pada lelaki mana pun. Kini seorang laki-laki yang baru saja dia temui, dengan sengaja menyiksanya seperti ini. Biadab memang!

Keenan yang melihat Gladys menangis, tersenyum puas. Rasa senang kini semakin menjalar dalam hatinya. Suka! Dia sangat suka ketika melihat seorang perempuan tidak berdaya seperti ini. Puas! Dia sangat puas dengan pemandangan di depannya yang sangat menggelitik hati.

Keenan mencoba melepaskan sumpalan sapu tangan pada mulut Gladys. “Saya beri kesempatan satu kali lagi. Kamu dikirim oleh Aidan, kan? Laki-laki berengsek itu menugaskanmu untuk mengambil hardisk dalam brankas itu, dan memberikan padanya. Iya, kan?” sentak Keenan.

Apa? Aidan laki-laki berengsek? Tidak! Keenan lah laki-laki berengsek bagi Gladys. Dia masih menangis karena merasa dipermalukan. Gadis itu tak menjawab pertanyaan Keenan, dan akhirnya membuat Keenan memberang.

Laki-laki itu menindih tubuh Gladys tanpa perasaan sama sekali. Gladys merasakan pahanya sakit, karena Keenan duduk di atasnya. Dia sudah tidak bisa memekik lagi, tenggorokannya seperti kering dan juga tercekik, yang Gladys bisa lakukan hanya menangis.

“Oke! Kalau kamu tidak mau menjawab. Siap-siap kamu akan menderita malam ini!”

‘Tuhan, tolong aku! Aku ingin bebas dari penderitaan tiada henti ini. Bagaimana pun caranya, tolong hentikan laki-laki gila ini.”

TOK. TOK. TOK.

Seseorang mengetuk pintu kamar Keenan. Hal itu sontak membuat Keenan menoleh dan menghentikan aksinya sebentar.

“Keenan, ini aku, Erza,” ucap seorang laki-laki dari luar.

“Ck! Berengsek! Mengganggu saja waktu makan malamku!” gumam Keenan sambil berdecak kesal.

BERSAMBUNG ….

***

Halo semua. Selamat datang di novel mayuu yang ke-2, ya. Semoga kalian suka dengan novel ini. Jangan lupa klik tanda (+) di kiri bawah ketika membuka novel ini. Pastikan kakak sudah memasukan novel ini ke library kakak, ya. Di tunggu review-nya juga♥

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Kristian Mahulette Kristian
jadi penasaran dengan cerita awalnya
goodnovel comment avatar
Rinda Putri
Wah cerita baru.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status