Berhentilah menancapkan duri di hatiku yang membuatku sulit untuk mencabutnya hingga rasanya begitu sesak.
Apa kau tidak bosan? Mungkin iya kau bosan karena aku kini berada di hidupmu yang kau anggap sebagai kabut yang mengahalangi indera penglihatanmu• • •Seluruh siswa tengah berkumpul bersama barang bawaannya, berbincang-bincang bersama kawan-kawannya. Senyum mereka mulai merekah dan rasa tak sabar mulai bergelora. Bagaimana tidak. Acara yang akan mereka lewati ini adalah acara untuk pertama kalinya dibawah panitia yang dipandang oleh semua orang. Terlihat pula Zella beserta sahabat-sahabatnya yang tengah asyik berbincang tentang Vano yang tiba-tiba saja menghubungi Zella.
"Beneran si Vano nge-chat lo?"tanya Jessy antusias.
"Ihh, jangan bahas itu napa?"Zella yang merasa malas langsung mengalihkan pandangannya dan dibalas dengan Jessy yang menggerutu.
Disaat yang lain tengah sibuk membicarakan tentang Vano, Nayfira malah sibuk sendiri dengan urusannya. Diantara yang lain, Nayfira paling banyak barang bawaannya. Terlihat dua tas yang ia genggam dan satu tas besar ia gendong.
"Ini anak ngapain sih? Riba lo!"ketus Calista yang geram melihat tingkah sahabatnya itu namun tetap membantu.
Nayfira mengerutkan dahinya. "Riba?"tanyanya heran.
"Riweuh Banget."jawab Calista.
"Alay lo."timpal Aleysia. Calista hanya mendelikkan matanya.
"Bawa apa aja sih, Nay?"tanya Zella yang cukup risih melihat barang bawaan yang cukup banyak. Lain halnya dengan dirinya yang hanya menggendong satu tas saja.
"Barang-baranglah."katanya. Nada bicaranya mulai meninggi. "Ada yang Gibran juga, sih."katanya kali ini suaranya begitu lirih.
Jessy yang mendengar pernyataan itu langsung menarik lengan Nayfira. Otomatis badan Nayfira berhadapan dengan Jessy. Terlihat wajah Jessy yang garang apalagi matanya mulai melotot. Nayfira yang tak sanggup melihat wajah sahabatnya itu langsung menunduk.
"Lo mau banget sih disuruh-suruh sama cowo kampret itu? Gue kasian sama lo, Nay."ujar Jessy dengan jelas namun tetap terkesan sayang pada Nayfira.
"Tapi gue nyaman, Jess."jawab Nayfira pelan dan tak berani melirik mata yang membuatnya tertohok ketakutan.
Jessy berdecak kesal. Ia memang begitu sayang pada Nayfira. Mereka memang sudah dipertemukan sejak umur sepuluh tahun. Begitupun dengan Zella, Calista, dan Aleysia. Ya, mereka bersahabat dari kecil. Namun kali ini Jessy merasa kesal sekaligus marah pada Nayfira. Sosok sahabat yang rela mengorbankan tenaga, waktunya hanya untuk lelaki yang mulai Nayfira kagumi. Dirinya saja tak tega bila melihat Nayfira kesusahan seperti ini apalagi menyuruhnya hingga membebankan Nayfira.
Jessy melepaskan tangannya kasar yang sebelumnya menggenggam tangan Nayfira. Jessy memang marah tapi marah ini bukan marah sebenarnya. Marah ini hanya luapan kekesalan dan sayangnya pada Nayfira.
"Serah lo!" kata Jessy.
Zella, Calista, dan Nayfira yang melihat tingkah kedua sahabatnya itu merasa bingung. Namun sebagai seorang yang paling tertua diantar mereka, Aleysia mencoba menenangkan Nayfira.
"Jessy marah ya sama gue?"tanya Nayfira dengan polosnya seperti anak seusia TK yang melihat balonnya tiba-tiba terbang.
Aleysia menyentuh bahu Nayfira dengan lembut."Dia bukan marah, Nay tapi dia sayang. Dia kasian liat loe ribet kayak gini."Aleysia mengulur senyuman namun Nayfira malah mengurungkan wajahnya
"Udah, Jess sabar jangan ambil emosi mulu."ucap Zella yang jaraknya berada jauh dengan Nayfira dan Aleysia.
"Gimana gue gak emosi, Zell. Orang yang gue sayang disuruh babu sama cowo yang jelas-jelas gak peduli sama dia. Terus ya---."
"Udah ngomongnya? Jess, gue yakin Nayfira bakalan sadar kalau suatu saat ia disakitin sama Gibran."jelas Calista yang memotong pembicaraan Jessy.
"Huss! Jangan ngomong sembarangan!"seru Zella.
Jessy yang sudah cukup lelah dengan keadaannya menghela nafasnya kasar dan langsung kembali merapikan barang bawaannya yang sebenanya tak perlu dirapikan.
Sekitar kurang lebih enam bus telah terpakir di area halaman sekolah. Ya, memang cukup banyak karena yang hadir dalam acara ini adalah kelas 10 dan 11 saja. Dikarenakan Ujian Nasional telah menanti jadi khusus untuk kelas 12 tidak diikutkan. Setelah menunggu kurang lebih tiga puluh menit akhirnya para siswa diperkenankan untuk masuk ke dalam busnya masing-masing.
"Udah ayo masuk!"ajak Aleysia sambil memandangi wajah Nayfira, Calista, Zella, dan tentunya Jessy yang sedang dilanda kemarahan.
Belum terlihat batang hidung kelima lelaki itu yang menjadi panitia di acara ini. Entah sudah di dalam mobil atau akan datang terlambat. Yang pasti keadaan sekarang ini siswi-siswi tengah menunggu namun terdengar suara gemuruh karena mereka saling membicarakan kelima lelaki itu yang tak kunjung juga. Namun mereka akhirnya masuk ke bus setelah dipaksa oleh para guru.
Zella dan sahabat-sahabatnya langsung masuk ke bus nomor 1. Mereka terkejut ketika melihat dua wanita yang tengah duduk santai sambil memandangi mereka sinis. Wajah antagonisnya mulai tumbuh apalagi dengan senyuman jahat dari Belva. Arzetta yang berada di samping Zella pun ikut menyunggingkan senyum manisnya namun terasa menakutkan.
"Kapan mereka ada disini?"gumam Zella.
"Lo duduk sama Ava, kan Zell?"tanya Aleysia tak menjawab pertanyaan Zella.
"Iya. Tapi cewek mungil itu belum dateng. Kayaknya sama kakaknya."jawab Zella sambil duduk di bangku bis jajaran sebelah kanan. Diikuti pula oleh sahabat-sahabatnya.
Kini Calista duduk bersama Jessy, Aleysia bersama Nayfira sedangkan Zella tengah duduk manis menunggu kawan kecilnya sambil membaca buku. Belva dan Arzetta yang berada di sebelah kiri tampak sedang berbisik yang tak tau mereka pun sedang berbisik tentang apa. Yang pasti apa yang direncanakan mereka tak akan ada hasilnya bila melawan Zella beserta kawan-kawannya.
Bus nomor 1 sudah mulai penuh dengan siswi-siswi. Sambik menunggu sang panitia, mereka duduk sambil berbincang-bincang, ngemil, dan ada juga yang tengah sibuk dengan gadgetnya. Mungkin sepuluh menit menunggu akhirnya mereka datang. Terlihat Gibran yang menaiki tangga bus dengan perlahan dan disusul oleh teman-temannya. Terlihat pula sosok wanita manis yang sedang dirangkul oleh Vano. Ya, dia Ava.
"Aaaaaaa."teriak seisi penghuni bus yang membuat Zella tersentak dan seketika pula bukunya hampir jatuh.
Zella menoleh ke arah suara itu. Ia melihat Ava yang terlihat matanya tengah menyusuri keberadaannya. Zella tersenyum dan akhirnya Ava pun menghampirinya diikuti oleh Vano. Zella tertegun mengapa Vano harus ikut mengantarkan Ava.
"Zell!"sapa Eric tiba-tiba. Zella hanya melirik dan terdiam. Lelaki itu tengah berjalan bersama Gavin untuk menuju kursi paling belakang yang sudah disediakan untuk mereka.
"Hai, Kak."ucap Ava.
"Ayo, Va duduk."jawab Zella sambil menepuk-nepuk kursi yang berada di sampingnya.
Vano yang melihat tingkah kedua wanita itu tersenyum penuh arti. Akhirnya Ava bisa selalu tersenyum setelah dekat dengan Zella. Hanya Zella lah wanita pertama yang mampu menarik hati adik kecilnya itu.
Vano tersenyum ke arah Zella namun seperti biasanya Zella malah cuek dan bahkan mendelikkan matanya. Vano yang tak biasa didiamkan oleh wanita tiba-tiba wajahnya menyeringai.
"Lo itu kenapa sih, Zell? Benci sama gue?"teriak Vano dan membuat Zella terkejut. Ava yang baru saja duduk pun ikut terkejut.
Suasana bus pun seketika hening dan langsung menoleh ke arah Vano begitu pun dengan Aleysia dan yang lainnya. Zella yang lemah bila dimarahi oleh laki-laki dan bisa saja ia langsung menangis. Ya, benar saja matanya mulai berkaca-kaca. Vano yang masih menatap lekat mata Zella tiba-tiba gelagapan dan panik. Satu tetes air mata melewati pipi manis Zella. Namun ia segera menghapusnya lalu duduk bersama Ava.
"Kakak, apa-apaan sih?"tanya Ava yang terlihat khawatir melihat Zella. Bukannya menjawab, Vano malah pergi menuju Gavin dan Eric.
"Makannya jadi cewe jangan munafik. Gak ada yang berani jutekin Vano, ehh ini malah pura-pura jutek."timpal Belva tiba-tiba.
Jessy yang sebenarnya ingin melawan Belva tiba-tiba terurungkan karena mengingat hatinya yang sedang tak aman.
"Sssttt, ihh!"seru siswi lain.
Gibran mulai mencairkan suasana dengan diawali salam sebagai pembuka. Ia yang didampingi Elios memimpin jalannya acara. Gibran mempersilahkan semuanya berdo'a sebelum berangkat agar selamat hingga tujuan.
Semua orang berhak bahagiaNamun tak semua orang tahu apa arti kebahagiaan yang sebenarnya• • •"Kak, maafin Kak Vano ya."tutur Ava sambil menyentuh pundak Zella."Udah gak usah di bahas, Va."uluran senyum Zella tampilkan karena merasa tak enak pada Ava.Sambil membawa gitar kesayangannya, Gibran berjalan menuju kursi Nayfira. Ia berencana akan membawa cemilan yang ada di tas Nayfira. Wanita itu pun tersenyum dan tingkahnya mulai aneh."Nih."ucap Nayfira semangat sambil tersenyum. Gibran pun ikut tersenyum.Sepanjang perjalanan Gibran bernyanyi dan sesisi bus pun ikut mengiringinya sambil bernyanyi bersama. Semua bertepuk tangan mengikuti irama lagu yang dibawakan Gibran. Zella pun yang sebelumnya tak ingin senyum namun kini bibirnya mulai melukiskan senyuman karena nyatanya pun ia hapal lagu apa yang dibawakan G
Bukan kau yang sulit untuk melupakannya. Melainkan karena kau yang mengundangnya untuk selalu mengiang di pikiranmu. Jadi, jangan salahkan keadaan apalagi menyalahkannya. Namun intropeksi dirilah!• • •"Itu temen loe kan?"tanya Elios sambil duduk di hamparan rumput. Aleysia hanya mengangguk sambil membenarkan kompor yang telah ditompangi sebuah wajan.Saat itu mereka berdua sedang mempersiapkan makanan untuk makan siang. Elios bertugas di dapur kecil yang tepatnya di belakang tenda. Karena merasa kasian, Aleysia pun membantu lelaki dingin itu."Oh iya, Ley. Chelsea nanyain lo. Masih inget kan lo?"tanya Elios sambil memandangi Aleysia yang sedang sibuk dengan kegiatannya.Karena mendegar nama Chelsea , Aleysia langsung duduk menghampiri Elios. "Masih inget donk, gue kangen sama dia, Yos.". Elios hanya menyunggingkan senyum smirknya.
Jangan merasa menjadi orang baik jika sifatmu saja buruk pada orang lainJangan merasa menjadi orang baik jika berbuat baik pun tidak bisaDunia bukan milikmu seorang yang bisa kau gunakan sesuka hatimu. Maaf, dunia tak semiris itu!----Setelah insiden yang terjadi pada Zella, kini Vano lebih sering terdiam. Mungkin rasa bersalah masih melekat pada diri lelaki berkaki hantu itu. Gibran yang sudah tahu semua masalahnya mencoba menutupi aib Vano. Bagaimana pun Vano adalah sahabatnya."Lo tau gak sih, Van. Tadi tuh ya Zella keadaannya miris banget. Kayaknya takut banget sama kegelapan."perkataan Eric yang membuat Vano langsung menoleh. Wajah Vano pun seketika cemas sedangkan Gibran yang berada di samping Vano langsung mendelikkan matanya.Vano terdiam. "Tapi dia sekarang baik-baik aja, kan?""Baik
Tetaplah berbuat baik sekalipun orang lain membecimu.Karena Tuhan menyukai kebaikan dan kebaikan akan dibalas dengan kebaikan pula.° ° °Hari ini adalah hari kedua mereka berkemah dan ini adalah waktunya untuk pulang. Semua berkumpul untuk masuk ke bus masing-masing. Selama di perjalanan mereka menghabiskan waktunya untuk terlelap karena begitu kelelahan.Terlihat pula Ladies Brave yang sudah mulai memejamkan matanya. Namun saat akan memejamkan mata, Zella bertatap wajah dengan mata Vano. Seketika mereka langsung membuang muka. Setelah kejadian Zella yang ditolong Vano tak tahu kenapa Zella semakin jutek pada Vano seakan-akan Zella membenci Vano."Nay, ntar ke rumah gue ya."tutur Gibran sambil menghampiri Nayfira.Nayfira menghembuskan nafasnya kasar. Ia merasa terganggu karena Gibran telah menganggu mimpinya. "Ish, ngapain? Gue cape, Gi
Manusia harus lebih kuat dari hujan yang berjatuhan serta memberi manfaat. Ingatlah, kau tidak sendiri. Masih banyak orang yang bisa membuatmu kuat dan bangkit.• • •Seorang wanita berdiri di depan gerbang. Ia terus saja memperhatikan arlojinya yang dimana detik jarumnya terus berputar. Terkadang pun ia memperhatikan jalanan yang mungkin saja lelaki yang akan ia tunggu segera datang. Sudah kurang lebih lima belas menit ia menunggu kedatangan lelaki itu namun tak kunjung datang juga.Di tempat lain seorang lelaki memperhatikan tingkah wanita itu. Lelaki itu tersenyum dan berniat untuk menghampiri wanita itu. Dengan langkah semangat akhirnya lelaki itu pun menghampiri wanita bertubuh model itu."Nunggu siapa?"tanya lelaki itu.Wanita itu menoleh saat suara lelaki terdengar tepat di samping telinganya. "Seseorang."jawabnya
Kau memang bukan cinta pertamaku.Namun entah mengapa kehadiranmu membuatku lupa dengan cinta pertamaku• • •Nayfira'sAku melangkahkan kakiku menuju sebuah rumah yang cukup mewah. Terlihat pohon-pohon rindang dan tanaman yang telah berjejer rapi di halaman rumah itu. Terlihat pula garasi yang telah diisi sebuah mobil berwarna merah.Sebenarnya aku cukup malas untuk datang ke rumah ini namun mengingat aku masih menjadi asisten Gibran mau tak mau aku harus datang dan memang sebelumnya pun ia sudah memintaku untuk datang ke rumahnya.Aku mengetuk pintu rumahnya dan cukup lama aku harus menunggu pintu itu terbuka. Terdengar suara teriakan wanita yang mendekati pintu itu. Seketika aku mundur setelah terdengar suara kenop pintu mulai terbuka.Wanita itu tersenyum ke arahku. "Haaii, seorang wa
Jika saja hujan bisa jatuh dengan tepat ke tanah,Maka mengapa kau tidak bisa labuhkan pada orang yang sudah tepat untukmu dan itu ialah diriku???• • •"Iya, Mami gue tuh ada tahi lalatnya di deket mata. Emang lo gak nyadar ya tadi?"ucap Gibran yang masih nyaman dengan Nayfira yang sedang menggeleng-gelengkan pipinya."Nggak."jawab Nayfira."Mami gue tuh punya tahi lalat disini."kata Gibran sambil menyentuh tahi lalat Nayfira yang terletak di dekat mata. Nayfira langsung melepaskan tangannya.Seketika wajah Gibran mendekat ke wajah Nayfira sontak wajah Nayfira menimbulkan semburat merah di pipinya dan gugup. Perlahan Nayfira menutup matanya lalu tersenyum. Mata Gibran pun seolah-olah akan menguasai Nayfira dibuktikan dengan mata Gibran yang memperhatikan setiap inci wajah cantik Nayfira."Ehh kayaknya di
Aku dengan hidupkudan kamu dengan hidupmuKita memang berbedaPantas saja tidak pernah bersama• • •"Mami, ko ada mereka disini?"tanya Belva. Badannya dihempaskan ke sofa kemudian duduk di samping Mami Gibran."Siapa? Nayfira?"tanya Mami Gibran yang melihat mata Belva melirik Nayfira serta sahabat-sahabatnya yang tengah bercanda gurai bersama kelima laki-laki itu.Belva mengangkat alisnya menandakan iya sedangkan Mami Gibran mengerutkan dahi. "Memangnya kenapa?"tanya Mami Gibran.Belva cukup tersentak. "Mami, mereka itu orang-orang kampung yaa maksud Belva itu gak levellah temenan sama Gibran."Mami Gibran masih dalam kebingungan. "Maksudnya apa sih? Mereka baik ko apalagi Nayfira, dia pinter masak. Mami suka."Wanita berulah itu tertawa sinis. Ia kira Mami G